Topic
Home / Berita / Opini / Menanti Kedatangan Umar dan Shalahuddin

Menanti Kedatangan Umar dan Shalahuddin

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (aspacpalestine.com)
Ilustrasi. (aspacpalestine.com)

Bulan Rajab dikenal sebagian besar kaum muslimin di dunia sebagai bulan terjadinya isra’ dan mi’raj Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah perjalanan hamba Allah di malam hari, sebagai pelipur lara ditinggalnya oleh sang kekasih, Khadijah dan sang pelindung, Abu Thalib. Perjalanan yang mempunyai misi penyerahan tongkat estafeta dakwah, dari para rasul sebelumnya kepada Muhammad, rasul terakhir. Perjalanan yang menghasilkan tugas melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam. Perjalanan yang dinilai sebagai simbol kemenangan pertama umat Islam, sebagai pewaris Masjid Al-Aqsha.

Kemenangan pertama umat Islam dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha dilalui tanpa pertumpahan darah, yaitu masuknya Muhammad seorang diri ke dalam masjid. Enam belas tahun  kemudian (636 M.), Umar bin Khattab mengikuti jejak pendahulunya pun tanpa pertumpahan darah. Umar memberikan janji kepada penduduk Elia (Al-Quds), yang ketika itu dikuasai Romawi. Perjanjian ini dikenal dengan sebutan “Al-‘Uhdah Al-‘Umariyah”. Setelah itu, masjid Al-Aqsha bernaung di bawah panji umat Islam hingga kaum salibis merebutnya di tahun 1099 M.

Di hari-hari ini, kita sedang memperingati sebuah pertempuran dalam penaklukan besar Islam dari kiblat yang pertama. Kita juga meneladani seorang model pahlawan penakluk, yang bekerja mengeluarkan sebuah bangsa dari krisis. Ia adalah Yusuf bin Ayyub, yang dikenal dengan sebutan An-Nashir Shalahuddin Al-Ayyubi dalam pertempuran Hittin.

Umat Islam sebelum masa pemerintahannya mengeluhkanketidakadilan, korupsi ada di mana-mana. Ketika ia mengambil alih kementerian di Mesir, dengan berkat karunia Allah, ia mengambil langkah positif yang signifikan dalam menyatukan umat Islam. Ia meneriakkan syiar “Perbaikan Akidah”. Karena keimanan sebagian besar umat Islam pada masa itu sudah rusak. Shalahuddin melihat akan bahaya kerusakan akidah dan moralitas tersebut serta perpecahan sesama umat Islam.

Sebagai langkah pertama dalam memperbaiki aqidah, beliau mendirikan sekolah-sekolah yang bermazhab ahlus sunnah wal jama’ah. Sebelum Shalahuddin memimpin, Mesir dikuasai Daulah Fathimiyah yang berhaluan syi’ah. Fathimiyah diperangi Shalahuddin hingga ke akar-akarnya karena jangan sampai ketika ia menyerang pasukan salibis di Palestina, Fathimiyah menyerang dari arah belakang. Selain menghancurkan dinasti ini dari sisi militer, Shalahuddin juga merubah keyakinan masyarakat Mesir ketika itu. Tidak mudah merubah mazhab dari syi’ah ke ahlus sunnah karena paham Fathimiyah telah mengakar selama lebih dari dua ratus tahun. Sampai saat ini pun di Mesir masih banyak orang yang berpemahaman syi’ah.

Setelah Salahuddin berhasil dengan langkah pertama, ia bergerak menuju langkah kedua, yaitu “Menyatukan Wilayah Muslim”, yang dengannya ia dapat menghadapi musuh-musuh Islam dalam satu barisan, tidak ada pertikaian dalam barisan tersebut.

Langkah ini bukannya tidak ada masalah, ia berhadapan dengan Gubernur Aleppo (Halb) yang tidak mau membukakan pintu wilayahnya. Ia juga menemukan banyak sekali halang rintang hingga ia mendapat ujian percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Tapi Allah menyelamatkannya dari ujian tersebut.

Begitulah Shalahuddin mengerahkan upaya besar untuk menyatukan Umat Islam. Setelah umat Islam bersatu, kemudian ia mulai untuk menghadapi musuh Tentara Salib yang terdiri dari seluruh negara Eropa. Mereka berkumpul dengan tentara yang banyak untuk melawan pejuang Muslim. Antara pasukan salib dan pasukan Shalahuddin terjadi banyak sekali pertempuran, dimana pasukan Shalahuddin lebih banyak memenangkan pertempuran tersebut. Diantaranya adalah pertempuran di Hittin kemudian diikuti dengan penaklukan al-Quds (Yerusalem).

Diantara kejadian masyhur dalam pembebasan Al-Quds adalah peristiwa gencatan senjata antara Shalahuddin dan Arnat, seorang pemimpin salib wilayah Karak. Salah satu poin dalam gencatan senjata tersebut adalah diperbolehkannya kafilah Islam dalam bergerak, berpindah antara negeri Mesir dan Syam tanpa ada hambatan. Tapi poin ini dikhianati oleh Arnat. Mereka menghadang kafilah kaum muslimin dan menyita semua barang-barang serta menangkap para pemudanya. Lebih dari itu, mereka menghina kaum muslimin dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Arnat berkata: Jika kalian percaya kepada Muhammad maka panggillah ia sekarang untuk membebaskan kalian. Kejadian itu terjadi pada tahun 572 H.

Ketika Salahuddin mengetahui pengkhianatan tersebut dan pelecehan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memuncaklah kemarahannya karena Allah dan Rasul-Nya. Ia bersumpah, apabila Allah memenangkan pertempuran ini, ia sendiri yang akan membunuh Arnat dengan tangannya.

Shalahuddin menyiapkan pasukannya dan membakar jiwa-jiwa mereka. Setelah musyawarah dilakukan sesuai perintah Allah dalam firman-Nya: “Dan bermusyawarahlah kalian dalam berbagai urusan…” (QS. Ali Imran: 159), mereka sepakat untuk keluar berperang menghadapi musuh setelah shalat Jum’at. Saat keluar, mereka meneriakkan takbir, bersimpuh di hadapan Allah seraya memohon kemenangan.

Bertemulah dua pasukan dan terjadi pertempuran yang sangat dahsyat. Allah Ta’ala memenuhi janjinya sebagaimana firman Allah: “Jika kalian menolong agama Allah niscaya Allah akan memenangkan kalian” (QS. Muhammad: 7). Dan firman Allah:“dan telah dibenarkan janji Kami memenangkan orang-orang mukmin” (QS. Ar-Ruum: 47). Allah menuliskankemenangan bagi umat Islam dan ini merupakan kemenangan besar.Setelah pertempuran selesai, Shalahuddin pun sujud syukur atas kemenangan yang telah Allah berikan. Beliau mencari Arnat yang telah menghina Rasulullah. Setelah bertemu, Shalahuddin menawarinya untuk masuk Islam tapi Arnat menolak. Maka Shalahuddin memenuhi sumpahnya.

Kemenangan besar dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha itu terjadi pada tanggal 27 Rajab 583 H./ 2 Oktober 1187 M. yaitu setelah 88 tahun di bawah kuasa salibis. Bulan Rajab adalah bulan kemenangan dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha. Kemenangan pertama pada peristiwa isra’, kemudian Umar menaklukkannya setelah enam belas tahun dan Shalahuddin membebaskannya dari tentara salib pada bulan yang sama.

Sesungguhnya jalan kemenangan itu terbentuk dari keimanan, sikap jujur kepada Allah, dan sikap menghadapi musuh Allah. Momentum bulan Rajab adalah momentum kemenangan. Kemenangan itu dimulai dengan keimanan yang kuat kepada Allah, lalu persatuan antara umat Islam yang tidak dapat dipecah dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab. Setelah keimanan dan persatuan dapat berpadu, maka tidak ada satupun kekuatan yang dapat mengalahkannya.

Kini, kawasan masjid al-Aqsha masih terjajah oleh zionis. Mesir dikendalikan oleh boneka zionis. Syria masih dicekam perang saudara beda akidah yang dibantu zionis. Dan umat Islam sedang mencari sosok Umar bin Khattab dan Shalahuddin yang akan membebaskan masjid al-Aqsha di masa mendatang. Apakah dari jazirah Arab sebagaimana Umar? Atau dari negeri Kurdi sebagaimana Shalahuddin? Atau selain dari keduanya? Hanya Allah yang tahu…

Semoga Allah senantiasa memberikan kita kemenangan dan dapat melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsha dalam kondisi sudah merdeka.

Redaktur: Muh. Syarief

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir pada bulan Mei 1982 di Jakarta. Alumni Al-Azhar Mesir pada tahun 2003. Pernah mengikuti pelatihan fatwa intensif selama tiga tahun di Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta� al-Mishriyyah) hingga tahun 2010. Sekarang diamanahkan sebagai Sekretaris Umum Asia Pacific Community for Palestine (ASPAC For PALESTINE).

Lihat Juga

Opick: Jangan Berhenti Bantu Rakyat Palestina!

Figure
Organization