Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kamis Kelabu yang Mengubah Hariku

Kamis Kelabu yang Mengubah Hariku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Kulangkahkan kaki ini sambil mendorong stroller ke luar rumah dengan niat memesan makanan bayi di toko langganan, lalu ke kantor pos untuk membeli postal order, tempat cetak foto dan cari sepatu bayi buat anakku.

Makanan bayi – checked

Postal order – checked

Cetak foto – unsuccessfully checked (mas-masnya gak ngerti yang dimaksud ukuran passport standard Indonesia itu seperti apa. Ia katakan standar setiap negara itu berbeda, jadi mending dipastikan dulu)

Ya sudahlah, cari tahu dulu info yang pasti.

Tujuanku tinggal satu. Membeli sepatu untuk anakku. Sepatu yang biasa ia pakai hilang sebelah kemarin ketika kami pergi ke International Family Lunch yang diadakan oleh kampus setiap minggu. Charity shop yang kutuju bukan toko yang menjual barang baru. Kenapa? Bukan karena aku tak mampu, tapi karena merasa tak perlu. Mengapa harus mengeluarkan uang belasan sampai puluhan pound hanya untuk membeli sesuatu yang tak lama dipakai. “Sayang, daripada uangnya habis terbuang, mending untuk simpanan.” Itu prinsipku dengan suami. Makanya kami hampir tidak pernah membelikan pakaian atau sepatu baru selama tujuh bulan berada di kota ini. Hampir semuanya bekas tapi masih layak pakai.

Niat untuk mencari sepatu pun langsung dijalankan. Kususuri sepanjang jalan Byres Road yang kala itu kelabu. Ada sekitar sepuluh charity shop yang ada di Byres Road ini. Satu dua Charity shops ku masuki, tapi tak ada sepatu bayi yang kutemui. Ketika melanjutkan perjalanan, aku disuguhkan oleh pemandangan yang agak memilukan. Ada seorang perempuan kulit putih separuh baya yang tengah terduduk lesu di trotoar sambil memegang cup minuman. Satu tangannya memegang rambutnya seolah ia tengah gundah. Kuberanikan diri mendekat dan perlahan bertanya, “Are you alright?”

Tak dinyana, ia langsung mengangkat satu tangannya seraya berkata, “Assalamu’alaykum”. Sontak aku kaget hingga kujawab salamnya. Lalu kutawarkan, “Do you want a banana?”. Ku keluarkan satu-satunya pisang yang kubawa. Tak enak rasanya memberikannya. Bukan apa-apa. Pisang itu sudah terlalu matang. Kulitnya pun sudah ada bintik-bintik coklat pertanda buah akan mulai membusuk. Aku bawa dari rumah dengan niat nanti aku makan jika aku atau anakku lapar daripada nanti dibuang percuma. Kuberikan padanya. Ia lalu menggenggam tanganku dan mengeluarkan kata-kata yang aku sendiri tak paham. “Okay, bye”. Segera kutinggalkan dan tak mau aku menoleh ke belakang. “Ah mungkin dia tengah mabuk” dalam hati kuberkata.

Tapi momen itu mengubah hariku. Setelah mampir di mini market terdekat untuk membeli sesuatu, aku pergi ke tempat Charity Shop langgananku. Langganan ke sana karena barangnya murah-murah. Hampir semuanya berharga 99 pence saja. Mulai dari baju bayi hingga pakaian orang dewasa. Tentu saja, pandanganku langsung tertuju ke sudut anak-anak. Di sana ada baju, mainan hingga sepatu. Huft… Ku helakan nafas. Sepatunya tak ada yang pas buat anakku. Semuanya kebesaran. Kalaupun ada yang kecil, ukurannya buat bayi baru lahir. Ya sudahlah, mungkin belum rezeki. Lalu ke beranjak ke rak pakaian perempuan. Satu persatu ku pilih. Eh, apa ini? Masya Allah. Ini kan footmuff yang kemarin aku inginkan. Kasian anakku selama ini kedinginan jika naik stroller. Dan harganya membuat aku terpana. Hanya 99 pence saja. Tanpa ragu aku ambil, karena memang barang ini yang kucari selain sepatu bayi. Padahal terakhir aku lihat di website, harga bekasnya saja ditambah ongkos kirim paling murah £5. Alhamdulillah, akhirnya aku dapat dengan harga yang sangat murah.

Ah, gerimis mulai turun. Kututupi anakku dengan plastik stroller yang selalu kubawa. Seperti ibunya, anakku sepertinya suka hujan. Ia malah mengoceh kegirangan. Padahal udara saat itu cukup dingin. Tapi tak apa, ku teruskan perjalanan menuju arah pulang. Tak lupa kembali ku masuki Charity Shops yang tadi kulewati. Hampir menuju ujung Byres Road, masih ada dua Charity Shops tersisa. Tentu aku masuki keduanya. Dan alhamdulillah. Di sana aku temukan jua, sepatu yang selama ini kucari; sepatu bayi, ukuran pas dengan harga yang pantas. Padahal masih ada tag yang menempel pertanda ia masih baru, namun harga yang dipasang hanya £1 saja. Masya Allah. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kan kau dustakan? Aku pun pulang dengan hati riang. Alhamdulillah. Anakku punya sepatu baru.

Sesampainya di rumah, aku mulai menelusuri apa yang kualami siang ini. Aku mulai menarik sebuah benang. Apakah kegembiraanku ini ada hubungannya dengan pisang yang kuberi pada perempuan itu? Subhanallah. Jika memang benar, aku harus malu. Dengan memberi sebuah pisang hampir membusuk, Allah memberi banyak keberkahan. Allahu Akbar.

“Katakanlah, “Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya, dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Saba’ [34]: 39)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi yang tengah menempuh pendidikan S3 bidang pendidikan di University of Glasgow, United Kingdom. Ia pula seorang dosen pendidikan bahasa Inggris di Universitas Bale Bandung, Kabupaten Bandung. Ia kini menetap di Glasgow bersama suami; Muhammad Arifin Pelawi dan seorang anak; Marcella Ariadne Pelawi. Pendidikan dan assessment merupakan bidang yang tengah ia geluti.

Lihat Juga

Hijrah, Dari Gelap Menuju Cahaya

Figure
Organization