
dakwatuna.com – Jakarta. Dorongan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar adnya perombakan kabinet atau reshuffle merupakan bukti kekecawaan publik terhadap masa pemerintahan Jokowi selama enam bulan pertama. Hal ini dikatakan oleh Ketua Setara Institute Hendardi. Menurutnya, aspirasi adanya perombakan kabinet juga muncul karena adanya fakta sejumlah menteri yang tidak menunjukan prestasi memuaskan.
“Meskipun reshuffle juga bisa saja menjadi penanda kulminasi kontestasi politik partai-partai, khususnya partai pendukung pemerintahan, untuk berebut jabatan,” kata Hendardi, seperti yang dilansir ROL, Jumat (8/5).
Karena itu, lanjut Hendardi, perombakan kabinet merupakan salah satu alternatif untuk mengonsolidasikan kekuatan politik dan meningkatkan kinerja pemerintah.
Sementara itu, Pengamat Politik Sinergi Masyarakat Indonesia untuk Demokrasi (Sigma) M Imam Nasef mengatakan, meski kebijakan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden, namun tidak boleh dilakukan Jokowi atas dasar pertimbangan subjektif semata.
“Bisa saja pertemuan itu memang membicarakan soal rencana reshuffle Kabinet Kerja. Akan tetapi perlu diingat khususnya bagi Pak Presiden Jokowi, reshuffle itu tidak boleh dilakukan atas dasar alasan subyektif,” ujar Nasef seperti dilansir Sindonews, Kamis (7/5).
Terlebih, masih kata Nasef, jika reshuffle kabinet didasarkan pada desakan sejumlah elite partai pendukung yang tidak suka dengan kinerja menteri-menteri pada Kabinet Kerja Jokowi-JK. (abr/dakwatuna)
Redaktur: Abdul Rohim
Beri Nilai: