Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Reposisi Gerakan

Reposisi Gerakan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Gerakan mahasiswa sebagai gerakan intelektual dan moral, bertanggungjawab penuh terhadap usaha perbaikan dan pembenahan masyarakat. Tugas semacam ini bukan tugas yang ringan dan bersifat spontanitas. Gerakan mahasiswa adalah pejalanan jiwa muda, sekaligus pertaruhan antara kompetensi intelektualitas dengan kemapanan moral. GM dalam hal ini, tidak bisa berhenti ketika hanya menjadi mahasiswa, ia harus berkesinambungan dan berjangka panjang. Hingga akhirnya mahasiswa tersebut menjadi masyarakat secara umum, masyarakat seutuhnya tanpa ada lagi titel “pemakluman” yang selama ini disebut Mahasiswa: menjadi pemuda yang terjun ke masyarakatnya.

Sebagai pelaku gerakan, mahasiswa dan pemuda mesti memahami bahwa gerakan tidak hanya dimonopoli oleh kelompok tertentu dan bekerja khusus untuk urusan politis. Perlu adanya reposisi gerakan. Sehingga gerakan mahasiswa dan pemuda mampu menyesuaikan diri dengan ruh zaman. Organisasi-organisasi semacam BEM atau lembaga politis di kampus misalnya – perlu mereorganisasi diri. Mengubah secara reformis arah gerakan sekaligus objek gerakan. Sehingga ia tidak lagi berkutat dan terjebak pada agenda-agenda protes yang membingungkan. Mengapa dikatakan membingungkan? Karena terkadang isu-isu yang kita angkat justru tidak sejalan dengan nalar dan hasrat masyarakat yang dibela. Agenda-agenda demonstrasi harus dibarengi dengan agenda-agenda sosial kemasyarakatan yang lebih bisa dirasakan secara utuh.

Terbukanya saluran aspirasi yang begitu luas saat ini, memungkinkan GM tidak lagi bergantung pada aksi-aksi protes. Meskipun agenda seperti ini adalah keniscayaan dan kewajiban dalam perjuangan. Namun perlu adanya “deking” gerakan untuk mengantisipasi penilaian publik terhadap gerakan mahasiswa yang saat ini sudah “tak enak dipandang” lagi. Di masyarakat ia dicibir, di dalam kampus ia di hirau.

Pergeseran zaman ini, perlu disikapi secara melek oleh mahasiswa dan pemuda. Gerakan mesti segera menambah ruang baru dalam agenda advokasinya, ia mesti merambah ranah kompetensi dan kelimuan sembari tetap menjalankan agenda-agenda ideologis-hagemonik sebagai penjaga tradisi gerakan.

Diaspora gerakan

Saat ini perubahan zaman dan ruh gerakan sangat bisa dirasakan, berkurangnya jiwa kritis dan kekentalan ideologis dalm berorganisasi menjadi indikasi penting bahwa gerakan mahasiswa sudah mulai bergeser bahkan ditinggalkan. Hal ini bukan berarti sinyal kematian bagi gerakan. Justru ini adalah zaman yang menuntut kehidupan baru bagi gerakan mahasiswa. Second Chance bagi kekuatan mahasiswa. Kesempatan kedua pasca dekonstruksi citra gerakan oleh rezim pasca reformasi.

Intinya adalah wajah baru, dan pola-pola yang terstruktur sistematis sebagai gerakan yang ilmiah dan komprehensif – sebagai gerakan yang yang teratur, penuh perhitungan, serta menyeluruh dalam menyentuh sendi-sendi sosial-politik.

Diaspora gerakan adalah wacana lama yang belum membumi. Berangkat dari prinsip gerakan yang ilmiah dan komprehensif. Gerakan mesti keluar dari tradisi-tradisi lama yang terkesan monopolistik dan spontan. Ia mesti menyebar dengan keteraturan. Gerakan mahasiswa mesti kembali ke ruang-ruang intelektual, wirausaha, sosial, keagamaan, seni, olahraga, laboratoritum, dan lainnya sesuai kompetensi kader organisasi yang telah dibentuk di bangku kuliah, dengan tak meninggalkan tradisi politis-kritis (berdiskusi, menulis dan turun ke jalan).

Saat ini gerakan mahasiswa masih dipandang sebagai kegiatan yang hanya diolah oleh organisasi politik kampus dan ekstra kampus – seperti BEM, KAMMI, HMI, PMII, dan sebagainya. Sehingga terkesan monopolistik dan eksklusif. Tak jarang juga anggota orpol kampus dan ekstra kampus menafikkan keberadaan kawan-kawannya di luar mereka. Memandang sinis mereka yang tidak aktif bersama mereka dan menilai mereka tidak sensitif dengan isu-isu/wacana yang berkembang di tanah air. Namun, di sisi lainnya, mereka tidak mengetahui gambaran utuh apa yang mereka lihat. Seperti menggunakan kacamata kuda, mereka hanya melihat lurus kedepan dan hirau terhadap kiri-kanannya. Ini adalah sinisme yang naif dan merusak.

Dengan mengubah paradigma lama dan pola inilah, kemudian GM mampu dengan leluasa membangun basis sosial kemasyarakat sekaligus basis gerakan perubahan, tentunya ini dilakukan secara bertahap.

Membangun keberpihakan rakyat

Perubahan sosial-politik yang terjadi ketika hijrah rasul abad 7 ke Yastrib. Menjadi salah satu contoh bagaimana keshalihan sosial mampu menggerakkan masyarakat untuk berubah ke tatanan yang lebih baik. Pada akhirnya masyarakat Yastrib dengan keteraturannya disebut sebagai masyarakat madani. Ini tidak terjadi secara instan, butuh waktu untuk menghidupkan masyarakat dengan nur islami. Keteladanan sosial dan kontribusi nyata yang dilakukan Rasul bersama para sahabat bagi masyarakat islam dan non-islam Yastrib membuat masyarakat percaya dan semakin yakin bahwa Islam benar-benar solusi. Di satu sisi, karena keyakinan mereka kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulullah, di sisi lainnya Rasul dan para sahabat membangun counsciusness bahwa kehadiran mereka (baca: Rasul dan kaum muhajirin) adalah solusi kemanusiaan. Sehingga keberpihakan mereka pada Rasul dan Islam bukan semata karena keseganan melainkan karena keterbutuhan utuh atas solusi yang ditawarkan Islam.

Lalu bagaimana dengan keberpihakan rakyat pada gerakan mahasiswa saat ini? Tentu kita mesti objektif menilai kondisi gerakan hari ini, penilaian subyektif yang manipulatif acap mematikan daya otokritik, memanjakan diri pada penilaian-penilaian internal tanpa melihat gambaran utuh. Sebagai contoh, ketika Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi memprotes kebijakan tertentu, sejauhmana dan seluas apa rakyat mendukung kita. Kasus lainnya misalnya, rendahnya keterlibatan partisipan rakyat kampus (mahasiswa) dalam mengawal suksesi kepemimpinan BEM, hal perlu mendapat perhatian serius bagi pemegang “kuasa”. Dengan melakukan koreksi secara objektif berkenaan dengan kebermanfaatan lembaga bagi masyarakat baik secara internal maupun eksternal kampus. Bukan malah menilai mereka yang tidak mau terlibat sebagai kelompok apatis, hedon, anak kantin, atau apalah.

Pergerakan harus secara sadar mengalami tranformasi ke arah perjuangan jangka panjang. Perlu adanya simpati dan dukungan mayoritas mayarakat. Bukan justru dipandang sebagai entitas yang aneh – lantaran dinilai sebagai kelompok minoritas. Transformasi yang bertujuan untuk memenangkan opini-opini dan narasi-narasi gerakan yang kompatibel dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian perlahan mayoritas publik akan mendukung kembali gerakan mahasiswa sebagai kesempatan keduanya, sekaligus memastikan bahwa tradisi gerakan tetap akan berlangsung selama-lamanya. []

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Gubernur Mahasiswa FKIP Unila 2013-2014, Kepala Kebijakan Publik PD KAMMI BandarLampung, tertarik dengan dunia gerakan, kepenulisan, dan pendidikan. Saat ini, selain aktif di organisasi, ia juga aktif sebagai staf pendidik di salah satu sekolah islam terpadu di Bandar Lampung.

Lihat Juga

Cegah Sekulerisme, KAMMI Pangkalan Bun Adakan Training Kepemimpinan

Figure
Organization