Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Rezeki Berkah, Cukup, Bahkan Bertambah

Rezeki Berkah, Cukup, Bahkan Bertambah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi, ujian dan fitnah (inet)
ilustrasi, ujian dan fitnah (inet)

dakwatuna.com – “Jikalah sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa (kepada Allah) pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi…” (Al-A’raf :96)

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka” (At-Tholaq: 2-3)

Seuntai kata yang tertera bersama jutaan pengharapan insan yang berujung pada jalan kemuliaan. Sebuah ikhtiar demi terasakanya kehidupan yang lebih baik. Mapan dalam papan, tentram bersama harta dalam genggam dan tercukupi diri terhadap segala hal yang diingini. Harapan akan kenyamanan hidup yang beriringan dengan senyuman, kehangatan dan kebersamaan. Buah dari keindahan yang bermakna kebahagiaan. Sebuah sensasi yang umumnya kita biasa menyebut dengan rezeki, yang nilai kausalitas penyetaraanya umumnya berbanding lurus dengan kemapanan. Meskipun hal tersebut tidak selamanya benar, namun, seiya sekata kompak umumnya hasrat hati akan bertuju dan bererat pada nilai-nilai yang bersifat materi. Salah satu sifat dasar manusiawi yang cinta pada kehidupan duniawi.

Gaji tinggi, pangkat kedudukan tinggi, rumah mewah serta terlihat elok dengan harta melimpah. Sanjunganpun akan mengalir padanya dengan titel sebutan banyak rezeki. Kendaraan terbaik, peralatan elektronik ter-update, pakaian terbaik, emas, perak, permata dan keindahan lain yang padanya melekat, menjadikan empunya bertitel banyak rezeki sebagai predikat. Apapun itu, selama keindahan duniawi bersanding dengan seseorang, fatamorgana kebahagiaan dari lapis nilai dengan diksi banyak rezeki umumnya akan sejajar serata beriringan penuh pencitraan. Meski terkadang dalam kenyataan, ada kerat hitam melekat yang tak nampak oleh fatamogana tersebut. Karena tak selamanya melimpahnya harta, justru berbanding lurus dengan melimpahnya kebahagiaan.

Dalam bahagianya hasil harta, ada syarat mengikat yang tak boleh lepas dari padanya. Ia yang akan menjadi penyangga, ia yang akan menggenggam lagi diutamakan dan ia yang mestinya menjadi pengiring kala titel kemuliaan berpadu bersamanya. Ia adalah barokah. Nilai erat penuh sanjung dari yang Dzat Maha Memberi, yang bisa turun dengan amat deras dari langit ataupun muncul dengan sangat banyak dari bumi. Ziyadatulkhair, bertambahnya kebaikan meski kadang hal tersebut berasal dari sesuatu hal yang sifatnya amat sederhana.

Sungguh kebaikan harta tidak selamanya berasal dari ukuran materi semata. Indikasi umum nilai pasti dari sebuah rezeki. Rupiah, dolar, banyaknya mobil yang dimiliki, rumah yang ditempati atau bahkan pesawat pribadi yang ditumpaki. Hakikat sebuah rezeki, tidak bisa diukur sekadar melalui tataran duniawi yang kasat mata saja. Ia jauh lebih besar daripada itu.

Apapun macamnya, manakala berkah menghampiri harta maka nilai kebaikanlah yang akan nampak dari padanya. Boleh jadi sedikit, namun jika ia membuat Robb-nya Ridha, membuat keluarga yang dinafkahi melaluinya bahagia dan membuat sekitarnyapun merasakan kebahagiaan yang sama, maka predikat rezeki berkah seperti itulah yang akan disandangkan pada harta yang demikian. Tapi sebaliknya, jika harta banyak, namun membuat Rabb-nya murka, diri semakin congkak, keluarga jauh dari kesan sakinah, masyarakatpun merasa terancam dengan kehadirannya, boleh jadi pertanda banyak harta menyanding namun tidak banyak berkah yang berpadu padanya. Alangkah menderitanya hidup seseorang dengan harta yang banyak tersebut. Melimpah ruahnya harta tak membuatnya semakin tunduk pada Dzat yang Maha Memiliki Segala, namun kepemilikannya justru semakin menjauhkan dia dari jalan Allah ‘Azza wa Jalla.

Karena seluas dan sebesar apapun istana yang ditempati, hanya ada ukuran 2X1 meter saja ruang hampa yang tersisa bagi pemiliknya sebagai tempat penantianya menuju alam mahsyar. Dari sekian banyak pakaian indah yang menggantung di lemari, hanya selembar kain putih nan polos yang kan menempel bersama tubuh yang kan segera hancur tak bersisa dalam tanah. Dari sekian banyak kendaraan mewah yang biasa ditumpangi, tak satupun darinya yang kan mengikut masuk dalam liang lahat memenuhi ruang sempit seukuran mayat. Tak banyak yang bisa dibawa ke dalam kubur. Hanya sedikit aksesories yang menandakan bahwa kita berpulang pada-Nya, seharusnya hanya membawa kesucian jiwa saja.

Sedikitnya harta bukanlah indikator mutlak yang menjelaskan tentang takaran rezeki. Ia hanya titel sementara yang menjelaskan bahwa aksesoris dunia yang dimiliki sederhana. Namun jikalah nilai kebarokahan menghampiri, justru hanya kebaikanlah yang akan terus mengiringi setiap ikatan yang bereratan denganya.

Karena tidak semua manusia akan memiliki dan merasakan harta yang berkah. Hanya orang-orang terpilih sajalah yang mampu merasakan hadirnya aktivitas keberkahan pada harta-harta yang mereka punya. Merekalah yang senantiasa membasahi bibir-bibir dengan taubat dan dzikir, yang terus bertawakal kepada Allah SWT dengan sebenar-benar tawakal, yang menyambung silaturahmi pada sesama, yang senantiasa bersedekah baik dalam keadaan lapang maupun sempit, yang mencintai orang-orang lemah dan berusaha untuk terus menerus mengoptimalkan diri dalam beribadah. Landasan iman dan taqwa menjadi corong utama mereka dalam meraih keridhloan Allah SWT.

Rezeki yang diraihpun niscaya bertambah, seiring dengan kenaikan berkah. Nilai materinya boleh jadi sama dari waktu ke waktu, namun kadar keberkahanlah yang membuatnya berbeda. Keberkahan pada rezeki, mencukupkan seorang hamba dari segalanya, bahkan kebaikan-kebaikan yang dimiliki akan terus bertambah. Kesehatan, cinta, kasih sayang, penghormatan, kekuatan lebih untuk terus beribadah pada Allah SWT, adalah serangkaian kebarokahan yang kan menambah kebaikan-kebaikan seseorang melalui rezekinya.

“Dan jikalah sekiranya mereka bersyukur, maka akan kami tambah lagi dengan nikmat yang lebih banyak…”(Ibrohim:7)

Rezeki dari sebuah hasil ikhtiar halal dan thoyyib, yang takaran besar kecilnya tidak lagi ditentukan oleh serangkaian ukuran kuantitas semata. Tingkat keimanan yang disandarkan pada ‘iffah diri untuk bisa mandiri yang disertai dengan kesyukuran terhadap limpahan-Nya dan tak hendak bergantung kecuali pada Allah SWT semata. Insyaa Allah rezeki berkah, jalanpun mudah. Segalanya tercukupi bahkan kebaikan yang ada akan terus bertambah. Kemudahan jalan yang diberikan pada hamba-hamba-Nya yang totalitas beriman dan bertaqwa, demi tercapainya akhir yang mulia yang berujung pada keridhlaan Allah ‘Azza wa Jalla.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang hamba Allah yang sangat ingin menginjakan kaki di syurga tertinggi. S2 Magister Ekonomi Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Program Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) DDII-BAZNAS. Sharia Financial Planner.

Lihat Juga

Launcing Rumah Quran Nusantara di Kotawaringin Barat

Figure
Organization