Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kado Istimewa

Kado Istimewa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

dakwatuna.com – Hari ini aku berulang tahun. Tak seperti kebanyakan anak-anak lainnya, aku tidak ingin mengadakan pesta. Ayah dan Ibu sudah menawari kemarin, tapi aku lebih tertarik menghabiskan waktu di kamar seharian. Aku tidak suka keramaian, terlebih melihat teman-temanku berlarian di rumah sempit ini.

Kami bertiga merayakan hari bahagia ini dengan sepotong kue tart yang sama sekali tak menarik seleraku. Kucicipi sedikit untuk sekadar menghargai mereka yang sudah menggenapkan lilin angka dua belas di atasnya, sisanya kubiarkan membeku di kulkas.

Belakangan ini banyak orang yang menaruh perhatian padaku. Tapi ketahuilah aku tidak perlu dikasihani. Aku tahu bahwa aku memang berbeda dari kebanyakan orang, tapi bukan berarti mereka harus memperlakukanku secara berbeda.

“Aku senang, kok. Terima kasih banyak. Kalian semestinya tidak perlu repot begini” Jawabku atas keheranan mereka. Aku memang tak pandai berekspresi. Aku bocah ingusan yang masih belum memahami tradisi pergantian tahun lahir seperti ini. Kenapa aku harus bersuka ria saat jatah umurku berkurang?

Sebelumnya, aku juga hanya berpura-pura berdoa sebelum meniup lilin. Kupikir ada waktu dan tempat yang lebih pas untuk merapalkan harapan. Lagipula cahaya api tak punya kuasa untuk mengabulkan asa.

Sebenarnya, tak banyak yang kupinta dalam doa. Tak Sulit. Aku hanya ingin berlari, meloncat, atau sekadar menjinjitkan kaki untuk menggapai buah seri di depan rumah. Tapi jangankan melakukan semua itu, untuk berdiri di atas kaki sendiri pun aku tak mampu. Segalanya kusandarkan pada sepasang tongkat, simbol ketidakberdayaan kaum papa.

Andai aku benar-benar bisa menuntut jawaban dari Tuhan, ingin kutanyakan, “Kenapa Kau ciptakan aku seperti ini?” Orang bilang setiap menusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Apakah keganjilan-ku itu bisa dikatakan sempurna? Aku juga tidak mengerti bagaimana keadilan-Nya bekerja, sebab aku sama sekali tidak merasa seimbang.

Ahh… sudahlah, lupakan semua ketidaknyamanan ini. Aku tidak mau terlalu larut. Lagipula ini kan masih hari ulang tahunku.

Ada cukup banyak kado yang kuterima. Beberapa kotak kecil dari teman-teman sekelasku, mereka memang selalu baik hati. Satu dari Andi, tetangga seberang yang sepertinya tak bisa mengelak paksaan ibunya. Satu dari kakekku, ia tak pernah lupa walau sudah cukup tua. Ayah dan Ibu jangan ditanya, bahkan aku bisa mendapatkan apapun yang kumau.

Semuanya tertumpuk di dekat di atas meja belajar. Namun hanya satu kado yang kubuka, sebuah kotak putih berpita rapi. Aku tak berminat membuka yang lain setelah melihat kado istimewa dari orang yang spesial, sahabat penaku.

Sebenarnya kami tidak pernah bertemu. Kami berkenalan di sebuah permainan online dan memutuskan untuk saling menyapa lewat surat. Kami ingin mencoba sesuatu yang sedikit klasik di zaman yang serba digital ini. Terkadang melipat kepraktisan membuat ikatan seseorang semakin erat.

Sudah hampir setahun ini kami rajin berkirim surat. Aku sering bercerita tentang teman-temanku di sekolah, keluargaku di rumah, atau aktivitas membosankan yang kulakukan di kamar. Aku juga ceritakan soal impianku menjadi seorang penari. Sesekali kukirimkan coretan gambar tokoh komik kesukaanku.

Kami saling bertukar cerita, tapi sebenarnya tidak benar-benar mengetahui satu sama lain. Dan itu terbukti saat kubuka kado ulang tahunnya; Ia memberiku sepasang sepatu balet.

Lantas harus kuminta ke siapa sebelah kaki yang tak kupunya?

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Kepala Departemen Keilmuan BEM FEUI, santri di asrama YKM FEUI.

Lihat Juga

Apakah Palestina Istimewa?

Figure
Organization