Topic
Home / Berita / Opini / Mewaspadai Upaya Menjebak Saudi di Antara Benturan Sunni-Syiah

Mewaspadai Upaya Menjebak Saudi di Antara Benturan Sunni-Syiah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

bendera arab saudidakwatuna.com – Perubahan arah kebijakan Arab Saudi di bawah kendali Raja Salman tentunya dirasa membawa angin segar bagi kalangan Islamis dan terutama bagi Ikhwan. Akan tetapi, belajar dari pergolakan-pergolakan yang terjadi di berbagai belahan dunia, sejak dari Perang Teluk, Reformasi Indonesia, perang melawan terorisme, hingga Arab Spring, perlu sebuah kewaspadaan ekstra bahwasanya kemesraan antara Saudi dan Islamis bisa jadi justru merupakan jebakan yang berujung pada target penghancuran keduanya.

Baik Reformasi di Indonesia maupun Arab Spring, seringkali Islamis berada di garda terdepan. Namun kita jangan menyederhanakan permasalahan, bahwa pergolakan-pergolakan tersebut adalah proses demokratisasi yang akan menjadikan Islamis tampil sebagai leading. Kita sedang berada di pusaran fitnah akhir zaman yang dahsyat, ada tangan-tangan tak tampak yang bermain di belakang peristiwa-peristiwa besar, mendesain, merencanakan secara sistematis dan terstruktur, dengan agenda-agenda yang berkebalikan dengan yang diperkirakan kalangan Islamis.

Hasil dari pergolakan-pergolakan yang terjadi, bukanlah runtuhnya diktator menuju terwujudnya pemerintahan yang demokratis atau islami, tetapi justru makin termarjinalisasinya kalangan Islamis itu sendiri. Membenturkan antara kekuatan reformis dan status quo, antara kalangan sekuler dan Islamis, serta antara kalangan tradisionalis dan kontemporer, berakibat memperlemah kekuatan Sunni secara signifikan, terjebak pada berbagai kepentingan yang saling berbenturan. Akhirnya berujung jatuhnya satu per satu negara-negara Muslim Sunni ke dalam pengaruh Syiah, dimulai dari Iran, Suriah, Libanon, Irak, Afghanistan dan Yaman. Juga menguatnya peran politik Syiah secara global, termasuk di Indonesia.

Terkait dengan benturan antara Sunni dengan Syiah, tidak sesederhana menumpas pemberontakan Syiah Hutsi di Yaman atau berhadapan dengan Iran. Di balik menguatnya pengaruh Syiah, ada kolaborasi yang pelik di antara kekuatan-kekuatan super power dunia, benturan antara Barat dan Timur, dan tentru saja akar permasalahan dunia itu sendiri, Zionisme, serta pertarungan antara al haq dengan al bathil. Apa yang dicapai Syiah saat ini, tidak didapat dengan tiba-tiba, tetapi telah melalui upaya yang sistematis dalam berbagai bidang, tahapan demi tahapan yang sangat terukur, telah dilaksanakan selama beberapa dekade bahkan sejak beberapa abad yang lalu (Baca: Di Ambang Syiah).

Dalam perspektif era Kolonialisme Barat beberapa abad lampau, upaya penaklukkan dunia Islam tentunya amat memperhitungkan kondisi dunia Islam waktu itu, potensi friksi terbesar dan paling signifikan adalah antara Sunni dan Syiah. Rivalitas keduanya silih berganti mendominasi sejarah dunia Islam. Inilah yang melatarbelakangi kolaborasi manis antara Syiah dan berbagai kekuatan luar dalam berhadapan dengan Sunni. Dalam perspektif ini, kondisi umat Islam pada saat ini khususnya kalangan Sunni, bisa dikatakan berada di ujung tanduk, terkepung berbagai kepentingan yang bertarung memperebutkan supremasi dunia.

Ketika benturan antara Sunni dan Syiah terjadi secara terbuka, diperlukan sikap yang hati-hati dan kewaspadaan yang ekstra, terutama bagi kalangan Islamis dan Jihadis. Kita tidak hanya berada pada era kecanggihan teknologi yang kasat mata, tetapi juga era kecanggihan strategi dan tipu daya. Belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, memperhatikan kompleknya permasalahan yang dihadapi, jangan sampai keteguhan mereka justru menjadi blunder, terjebak dan menjadi bulan-bulanan, kontraproduktif dengan tujuan yang ingin dicapai, melengkapi kelemahan komitmen kalangan sekuler dalam tubuh Sunni itu sendiri untuk menjaga eksistensi Sunni.

Bisa jadi, kondisi dunia saat ini belum kondusif untuk tujuan akhir yang ingin dicapai, artinya masih membutuhkan kerja keras dan banyak pengorbanan. Terutama juga penting dicermati bagi Ikhwan, diperlukan kebesaran hati untuk tidak tersandera pada kezhaliman yang menimpa mereka selama ini, termasuk kepedihan yang menimpa mereka pasca Kudeta Mesir, demi kepentingan yang lebih besar, ketika umat ini berada di ujung tanduk. Bukan untuk meraih kekuasaan jangka pendek, dan memang tak mungkin akan dicapai di tengah cengkeraman tiran dunia, tetapi ustaziyatul alam yang universal, yang membutuhkan jalan yang lebih panjang.

Ketika umat Islam berada pada kondisi yang sangat lemah, tidak memiliki kemandirian secara teknologi, termasuk sebatas menjadi pemakai dalam bidang persenjataan militer, sekaligus berhadapan dengan pertarungan strategi yang sengit, diperlukan kemampuan yang baik untuk menempatkan diri di antara benturan berbagai peradaban dunia, bukan sebaliknya.

Seolah jalan terbentang, padahal tak ubahnya hanya sebuah jebakan, begitulah dahsyatnya fitnah akhir zaman. Kita perlu mewaspadai jika di balik pergolakan ini ada upaya ‘memursikan’ Saudi sekaligus juga penghancuran bagi Ikhwan. Sulit dibayangkan jika bagunan-bangunan megah yang baru saja dibangun di dua kota suci, hancur lebur menjadi abu.

Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nashir.

Wallahu a’lam bishawwab.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.

Lihat Juga

Laporan PBB: Putra Mahkota Saudi Bertanggung Jawab Atas Kematian Jurnalis Jamal Khashoggi

Figure
Organization