Pencekalan Nama “Muhammad & Ali” dan Booming-nya Isu ISIS di Indonesia Ditunggangi Oportunis?

Pasukan ISIS (Aljazeera)

dakwatuna.com – Jakarta. Perkembangan isu gerakan radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dilanjut dengan berita pencekalan nama Muhammad dan Ali dinilai sebagai bentuk dari pengkodisian opini demi tujuan tertentu. Hal ini disampaikan oleh Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya. Dia menyebut, salah satu tujuan booming-nya isu-isu seperti ini adalah untuk melahirkan undang-undang atau regulasi yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mengambil tindakan represif terhadap orang-orang yang diduga membawa paham radikal.

“Ada pengkondisian opini, diinginkan itu bisa menjadi stimulan atau dorongan untuk melahirkan undang-undang atau regulasi yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mengambil tindakan represif kepada orang-orang yang dianggap terkait dengan ISIS di Indonesia,” ujarnya seperti yang dilansir Okezone, di Jakarta, Sabtu (21/3).

Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT), menurut Harits, yang paling mendapat keuntungan atas kepentingannya seperti dalam berbagai proyek dan kenaikkan jabatan.

“Yang dapat keuntungan tentu yang punya kepentingan, orang oportunis, lembaga seperti BNPT banyak mengambil keuntungan dari isu yang berkembang ini,” simpulnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq sebelumnya menyatakan bahwa, ada alasan di balik isu terorisme yang terus booming di Indonesia. Ujung-ujungnya, isu itu dikembangkan demi mendapatkan anggaran.

“Ternyata banyak orang mulai curiga, jangan-jangan sebagian memang dilakukan penegakan hukum, sebagian memang dibiarkan agar tetap punya musuh dan tetap punya kerjaan,” kata Mahfudz saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Jumat (20/3).

Lebih lanjut Politisi PKS ini mengatakan, ketika sebuah isu meledak, masyarakat menganggap perlunya agenda dan kebijakan khusus.

“Akhirnya, hal itu berkaitan dengan anggaran negara,” ujarnya.

BNPT, masih kata Mahfudz, seharusnya punya frame yang jelas dan terukur dalam mengatasi terorisme. Jika tidak sesuai target, maka perlu adanya evaluasi yang signifikan.

“Misalnya Densus 88, sampai kiamat Densus tetap ada, begitu juga BNPT. Kan mestinya kita punya target. Kalau terorisme selesai 10 tahun, keberadaan Densus, BNPT ditargetkan 10 tahun. Kalau tidak, Anda gagal dan harus dibubarkan,” tegasnya. (okezone/abr/dakwatuna)

Konten ini telah dimodifikasi pada 22/03/15 | 22:24 22:24

Seorang suami dan ayah
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...