Anak-anak Aceh mulai bercerita
Dengan sinar pada kedua bola mata
Dengan pandangan penuh harapan
10 Tahun yang Lalu di Yogyakarta
dakwatuna.com – 26 Desember 2004. Tepatnya pukul 07.58 WIB. Pagi itu suasana Jogja tak seperti biasa. Hiruk pikuk sekumpulan manusia yang biasanya tengah menyiapkan aktivitas harian berubah menjadi aktivitas mendadak tak lain adalah mendengarkan radio, menonton televisi, dan mendiskusikan tentang apa yang telah terjadi. Ya. Gempa bumi dahsyat telah melanda Aceh, dini hari itu. Banyak anak kecil yang kemudian mengerti istilah-istilah asing yang belum pernah mereka pelajari dalam pelajaran IPS yaitu seismograf, seismografi, dan tsunami.
Ya. Gempa bumi dengan kekuatan 9.1 SR itu telah menyusun serentetan film dokumenter dadakan yang menyedihkan. Barisan angka bergeser ke kiri pada layar bagian bawah televisi. Barisan angka itu adalah nomor rekening orang-orang yang memberi bantuan untuk Aceh. Salah satu video yang menarik adalah video yang berhasil direkam oleh seorang turis saat berada di Aceh. Bagaimana ketika gempa bumi tiba-tiba membuat ribuan orang Aceh keluar dari rumah dalam keadaan panik. Dan tak lama kemudian suasana pantai yang lengang terhantam oleh gelombang air laut yang mencapai tinggi 30 meter menghantam Aceh dan beberapa Negara tetangga seperti Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, dan Peisisir Timur Afrika. Bencana ini telah menelan lebih dari 230 ribu korban.
Ya. Ini adalah tsunami. Air itu terus naik ke permukaan tanpa mengucap permisi kepada para korban gempa bumi yang masih tertimbun bangunan. Ribuan orang berlarian menuju tempat yang lebih tinggi. Suara klakson mewarnai kota selepas isak tangis gempa bumi. Beribu kendaraan berebut tempat yang terdepan. Akan tetapi luapan air laut itu tak mampu bertoleransi. Kekuatannya menyebabkan rumah, pohon, dan tiang-tiang bambu roboh. Serentetan kendaraan terseret kejamnya ombak dan saling bertabrakan.
Anak-anak Aceh terdiam dalam senja
Menangis dan terisak di antara ribuan jiwa
Ribuan jiwa yang mati
Ayah dan ibu mereka
Yogyakarta, 27 Mei 2006
Kali ini berbeda. Gempa bumi melanda tanah Jawa. Gempa berkekuatan 5.9 SR ini meluluhlantakkan provinsi Istimewa di Indonesia. Untuk pertama kalinya beberapa anak merasakan sendiri apa yang dirasakan ribuan anak Aceh Desember satu tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya anak-anak Jogja takut memasuki rumah sendiri yang memang telah retak dan berdebu. Apa kabar Aceh?
Anak-anak Aceh melihat datangnya berita dari Jogja
Kami di sini merasakan hal yang sama
Ebiet G.A.D – Berita Kepada Kawan
Barang kali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Tetapi semua diam
Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri
Terpaku menatap langit
Bencana di Aceh dan Jogja memang tidak bisa kita tebak dan kita hindari. Manusia bisa berencana, tetapi ketika Allah telah berkehendak, maka segalanya akan terjadi sesuai dengan kehendakNya. Meskipun bencana Aceh dan Jogja merupakan sebuah peristiwa yang menyisakan kepedihan atas hilangnya keluarga, rumah, dan kasih sayang, tetapi tekad untuk bangkit mengalahkan semua itu. Segala hal yang semula menjadi penyebab kesedihan kini telah berubah menjadi sekumpulan hikmah.
Terdiam menatap sendu
Suasana kala itu
Langit yang sejatinya biru
Berubah menjadi kelu
Anak-anak Aceh mentitikkan air mata
Memang. Kehidupan dapat kita rencanakan. Tetapi skenario Allah sesungguhnya jauh lebih indah ketika kita mampu meresapi dan memetik hikmah setiap peristiwa, setiap kesedihan, bencana, dan cobaan, yang datang dari-Nya. Bukan hanya Aceh dan Jogja, gempa dan tsunami juga pernah melanda kota lain di negeri ini. Bencana yang lain seperti tanah longsor, kebakaran, dan angin ribut juga merupakan ironi lain di negeri ini. Allah mendatangkan hal ini bukan untuk menyengsarakan kita. Akan tetapi sesungguhnya ini adalah salah satu cara untuk menyadarkan kita betapa dunia ini fana. Kita tak boleh terlena dengan kehidupan yang indah karena suatu saat akan dipertanyakan tentang apa yang telah kita lakukan dalam kehidupan yang indah itu.
Kali ini Indonesia hadir dengan wajah baru. Wajah baru seorang pemimpin yang mendapat warisan untuk menjadi tangan dalam menyelesaikan permasalahan di negeri ini. Pemimpin yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pembangunan di Indonesia terus direncanakan. Tetapi satu yang harus kita ingat, kuasa Allah adalah segalanya. Untaian doa merupakan hal penting yang tak boleh ditinggalkan. Berkontribusi untuk bangsa ini dengan hal-hal kecil seperti aktif di organisasi yang positif adalah salah satu cara yang bisa kita lakukan.
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al Israa ayat 16).
Bangkit
Anak-anak Aceh terus berkarya
Dengan alat yang seadanya
Dengan trauma yang membara
Dengan rindu pada orang tua
Ebiet G.A.D – Masih Ada Waktu
Sampai kapan kah gerangan
Waktu yang masih tersisa
Semuanya menggeleng, semuanya terdiam
Semuanya menjawab tak mengerti
Yang terbaik hanyalah
Segaralah bersujud
Mumpung kita masih diberi waktu
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya
Beri Nilai: