Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Jilbab Independen

Jilbab Independen

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Perempuan berkerudung. (flickr.com / Zarfique Blindgraphique)
Ilustrasi – Perempuan berkerudung. (flickr.com / Zarfique Blindgraphique)

dakwatuna.com – Suatu hari pernah ada kejadian. Seorang perempuan memakai rok mini membeli bakso. Lalu entah bagaimana, saat pramusaji menghadirkan bakso pesanannya malah tumpah menumpahi paha si perempuan ber-rok mini. Kepanasan dan sakit kan?

Ketika saya ditanya kenapa saya berjilbab, sejujurnya saya bingung menjawab pertanyaan itu. Karena  jawabannya adalah sama apabila ada yang bertanya kenapa saya shalat.

Berjilbab bentuk pelaksanaan perintah Tuhan kepada hamba-Nya. Jadi saya tidak punya jawaban kenapa saya berjilbab. Melainkan itu memang perintah Tuhan yang saya laksanakan. Itu aja sih.

Tapi saya memang sering mendengar orang-orang pada protes kalau disuruh berjilbab, “Buat apa berjilbab kalau masih suka menyakiti orang? Buat apa berjilbab kalau suka membicarakan orang? Buat pakai jilbab kalau masih suka mentang-mentang? Mending ‘dijilbabin’ hatinya dulu baru pakai jilbab sungguhan. Emang bisa ya hati dijilbabin? Jadi bingung kan?

Lha memang wanita yang tidak berjilbab semuanya bersih dari sifat menyakiti orang? Apakah mulut wanita yang tidak berjilbab tidak suka membicarakan orang? Apakah semua mulut wanita yang tidak berjilbab santun? Terus, apa mereka wanita yang tidak berjilbab sudah pasti tidak suka menghina dan rendah hati?

Sebenarnya ya, itu urusan lain. Jilbab merupakan ibadah independen. Artinya perintah jilbab tidak ada korelasi dengan perintah lain. Berjilbab menjadi kewajiban yang jatuh pada tiap-tiap wanita muslim. Sama halnya dengan kewajiban lain yang jatuh pada muslim lain. Saat muslimah berjilbab, dia akan mendapat balasan atas amalan berjilbabnya. Sedang saat tidak berjilbab, ya dia akan pertanggungjawabkan perbuatannya itu.

Saat muslimah berjilbab namun dia masih kasar dan menyakiti orang (atau melakukan perbuatan tercela lainnya), ya dia akan tetap bertanggung jawab atas perbuatan kasar dan zalimnya. Tapi dia selamat dalam hal berjilbab. Sebaliknya, jika muslimah itu baik hati dan lembut namun tidak berjilbab, otomatis dia akan mendapat pahala dari perbuatan baiknya itu namun dia tetap harus bertanggung jawab atas perintah berjilbab yang ia langgar.

Jadi, bukan berarti yang belum berjilbab lantas dia bukan orang baik karena jilbab bukan jaminannya. Tapi jangan dipelintir lho, tidak pakai jilbab tidak apa-apa yang penting berbuat baik. Bukan begitu ya. Sekali lagi, jilbab itu independen. Berjilbab adalah salah satu kewajiban muslimah di antara kewajiban-kewajiban lainnya.

Terkadang orang-orang itu lucu. Menuntut perempuan berjilbab itu menjadi manusia yang sempurna dan baik segala-galanya. Tapi bahkan dia sendiri lupa berjilbab. Dan juga lupa sudah seberapa baik dirinya. Jangan-jangan, sudah tidak pakai jilbab, dzalim pula. Hehe.

Contoh lagi seperti ini. Si A sudah berjilbab tapi sombong dan kata-katanya suka menyakitkan. Berarti dia perlu memperbaiki diri dari sikap sombong dan kata-katanya yang jelek. Bukan lantas tiada guna dia berjilbab.

Yang pasti sih, tidak ada manusia yang sempurna. Manusia itu benarnya terus belajar dan memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Ketika dia berjilbab, dia satu langkah dalam ketaatan. Dia sudah menjalankan salah satu kewajibannya sebagai seorang hamba. Dan jilbab juga tidak bisa dijadikan ukuran dan jaminan keshalihan seseorang.

Maksud saya begini. Jilbab bukan satu-satunya perintah untuk muslimah. Jilbab subset dari akhlak. Karena agama Islam agama yang lengkap, maka soal akhlak ini lengkap diajarkan, bukan hanya soal jilbab. Hanya saja, yang terlanjur menjadi paradigma di masyarakat, seolah-olah jilbab adalah segalanya. Lantas kalau ada perempuan berjilbab yang masih kasar misalkan, mereka sporadis menyalahkan jilbab seperti tadi. Padahal jilbab ‘hanya’ salah satu perintah bagi muslimah. Get my point?

Jilbab merupakan bentuk ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagai bukti iman kepada Tuhan dan kitab-Nya. Kalau mengaku beriman kepada Tuhan dan kitab-Nya, berarti percaya donk kalau Tuhan perintahkan hamba-Nya (perempuan) untuk berjilbab? Simpel. Tuhan sudah memberi manusia kehidupan dengan segala kenikmatan yang tak kan mampu dihitung. Lha disuruh berjilbab saja kok bawel macam-macam? Padahal, tanpa dipungkiri, di balik perintah berjilbab jelas banyak hikmahnya. Contohnya ya perempuan yang tadi kesiram kuah bakso panas. Eh?

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Author of book 'Dalam Benciku Masih Ada Cinta Untukmu' https://dyahsujiati.wordpress.com/2015/03/11/dalam-benciku-masih-ada-cinta-untukmu-2/

Lihat Juga

FSLDK Jadebek Kembali Gelar Aksi Gerakan Menutup Aurat

Figure
Organization