Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Fiqih Ahkam / Hukum Memakai Cincin Batu Akik

Hukum Memakai Cincin Batu Akik

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Cincin Batu Akik (wakik.com)
Cincin Batu Akik (wakik.com)

dakwatuna.com – Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

كَانَ خَاتَمُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وَرِقٍ، وَكَانَ فَصُّهُ حَبَشِيًّا

Dahulu, cincin Rasulullah ﷺ terbuat dari perak, dan mata cincinnya adalah batu dari Etiopia. (HR. Muslim No. 2094)

Inilah hadits paling shahih tentang “batu cincin”-nya nabi ﷺ, yaitu batu dari Etiopia. Tapi, apakah itu? Para ulama berbeda tentang itu.

Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قال العلماء يعني حجرا حبشيا أي فصا من جزع أو عقيق فإن معدنهما بالحبشة واليمن وقيل لونه حبشي أي أسود وجاء في صحيح البخاري من رواية حميد عن أنس أيضا فصه منه قال بن عبد البر هذا أصح وقال غيره كلاهما صحيح وكان لرسول الله صلى الله عليه وسلم في وقت خاتم فصه منه وفي وقت خاتم فصه حبشي وفي حديث آخر فصه من عقيق

Berkata para ulama: Yakni batu dari Etiopia, yaitu batu dari jaza’ atau ‘aqiq, yg keduanya menjadi barang berharga di Etiopia dan Yaman. Ada yang bilang warnanya khas Etiopia, yaitu hitam. Terdapat keterangan dalam Shahih Al Bukhari dari riwayat Humaid dari Anas juga bahwa mata cincinnya terbuat darinya (batu Etiopia) . Berkata Ibnu Abdil Bar: Inilah yang paling shahih. Yang lain mengatakan keduanya shahih. Dahulu Nabi ﷺ suatu waktu pakai cincin yang matanya darinya, pada waktu lain batu Etiopia, pada hadits lain mata cincinnya dari ‘aqiq. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/71. Cet. 2, 1392H. Dar Ihya At Turats, Beirut)

Sementara Al Kasymiri mengartikan mata cincin dari Etiopia ini adalah ‘aqiq. (Al ‘Urf Asy Syadzi, 3/255. Cet. 1, 1425H. Dar At Turats Al ‘Arabi, Beirut. Tashhih: Syaikh Mahmud Syakir)

Sedangkan Imam An Nawawi, dalam keterangannya itu, Beliau tidak menerangkan derajat hadits tentang Nabi ﷺ pernah memakai ‘aqiq dan seperti apa bunyi haditsnya, juga tidak disebutkan.

Imam Abu Abdillah Az Zarkasyi Rahimahullah mengatakan:

الحَدِيث التَّاسِع وَالثَّلَاثُونَ تختموا بالعقيق فَإِنَّهُ يَنْفِي الْفقر

رَوَاهُ صَاحب الفردوس من طَرِيق انس بن مَالك وَعمر بن الْخطاب وَعَائِشَة وَعلي وَغَيرهم بأسانيد مُتعَدِّدَة وَفِي كتاب اليواقيت للمطرزي اخبرني ابو الْقَاسِم الصايغ قَالَ سُئِلَ ابراهيم الْحَرْبِيّ عَن قَوْله تختموا بالعقيق فَقَالَ صَحِيح وَقَالَ يرْوى ايضا تختموا بالعقيق بِالْيَاءِ الْمُثَنَّاة من تَحت أَي اسكنوا العقيق واقيموا بِهِ

وروى عَن عبد خير عَن عَليّ قَالَ التَّخَتُّم بالعقيق بركَة

Hadits yang ke 39: “Bercincinlah kalian dengan ‘aqiq karena dia bisa meniadakan kefaqiran.” Hadits ini diriwayatkan oleh pengarang Al Firdaus (Imam Ad Dailami), dari jalan Anas bin Malik , Umar bin Al Khathab, ‘Aisyah, dan Ali, dan selain mereka dengan sanad yang banyak. Serta dalam kitab Al Yawaqiit karya Al Matrizi: “Mengabarkan kepadaku Abul Qasim Ash Shayigh, katanya: “Ibrahim Al Harbi ditanya tentang sabdanya: “bercincinlah dengan ‘aqiq” Beliau menjawab: “SHAHIH”. Beliau juga mengatakan: diriwayatkan juga “bercincinlah dengan ‘aqiq, yaitu tinggallah dengan ‘aqiq dan mukimlah dengannya.” Diriwayatkan dari Abdu Khair, dari Ali, katanya: bercincin dengan ‘aqiq adalah berkah.” (At Tadzkirah fil Ahadits, 1/105-106)

Imam Badrudin Al ‘Aini Rahimahullah mengatakan:

وَأما العقيق فَلَا بَأْس بالتختم بِهِ، وروى أَصْحَابنَا أثرا فِيهِ، وَهُوَ أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم كَانَ يتختم بالعقيق، وَقَالَ: تختموا بِهِ فَإِنَّهُ مبارك. قلت: فِيهِ نظر، وَلَكِن ابْن منجويه روى عَن إِبْرَاهِيم أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قَالَ: (من تختم بالياقوت الْأَصْفَر لن يفْتَقر، والزمرد يَنْفِي الْفقر) .

Ada pun ‘Aqiq, tidak apa-apa memakainya sebagai cincin. Para sahabat kami meriwayatkan atsar tentang masalah ini. Yaitu bahwa Nabi ﷺ pernah memakai cincin dengan ‘aqiq. Beliau bersabda: “Pakailah cincin dengannya, karena itu diberkahi.” Aku (Imam Al ‘Aini) berkata: “Riwayat ini mesti didiskusikan lagi statusnya.” Tetapi Ibnu Manjawaih meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa Nabi ﷺ bersabda: Barang siapa yang memakai cincin dari Yaqut Kuning dia tidak pernah faqir, dan batu Zamrud bisa menolak kefaqiran.” (‘Umdatul Qari, 22/37. Dar Ihya At Turats, Beirut)

Syaikh Syamsuddin As Safiiri Rahimahullah mengatakan:

وأما لبس خاتم العقيق فإنه جائز، وكذا الياقوت للرجال والنساء، بل قيل: إن العقيق يذهب الغم، والياقوت ينفي الفقر.

قال ابن العماد في شرح سيرته: وقد روي ابن غانم في كتابه الفائق في اللفظ الرائق: أنه – صلى الله عليه وسلم – قال: «تختموا بالعقيق فإنه مبارك، تختموا بخواتم العقيق فإنه لا يصيب أحدكم غم ما دام ذلك عليه، تختموا بالياقوت فإنه ينفي الفقر»

Ada pun memakai cincin ‘aqiq, itu boleh saja, begitu juga Yaqut baik bagi laki-laki dan wanita. Bahkan ada yang mengatakan sesungguhnya ‘aqiq bisa menghilangkan kesedihan dan Yaqut bisa meniadakan kefaqiran. Ibnul ‘Imad mengatakan dalam Syarh Sirah-nya, bahwa Ibnu Ghanim meriwayatkan dalam kitabnya Al Faaiq fil Lafzhi Ar Raaiq: Bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Pakailah cincin ‘aqiq karena hal itu diberkahi, pakailah cincin-cincin dari ‘aqiq sebab kalian tidak akan pernah sedih selama itu masih dipakai, pakailah cincin Yaqut karena itu meniadakan kefaqiran. (Al Majalis Al Wa’zhiyah, 2/112. Cet. 1, 1425H. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Bagaimanakah hadits yang menyebutkan bahwa ‘aqiq bisa menghilangkan kesedihan? Berkata Imam Al Munawi Rahimahullah: “Hadits ini batil.” (At Taisir bisyarh Al Jaami’ Ash Shaghiir, 1/445. Cet. 3, 1408H. Maktabah Al Imam Asy Syafi’i, Riyadh)

Bahkan para Imam Ahli Hadits menghukumi hadits-hadits tentang ‘aqiq semuanya adalah lemah bahkan palsu, termasuk hadits yang dinyatakan shahih oleh Ibrahim Al Harbi.

Imam As Sakhawi telah mengomentari hadits: “Pakailah oleh kalia cincin ‘aqiq, karena itu diberkahi.” Beliau mengatakan: hadits banyak jalan, dan semuanya dhaif. Dan, Beliau memaparkan hadits-hadits tentang perintah memakai batu ‘aqiq dan segala keutamaannya, menurut penelitiannya, semuanya dhaif bahkan ada yang palsu. (Lihat detilnya dalam Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 252-253)

Berkata Imam Al Munawi Rahimahullahi:

وقال ابن رجب رحمه الله: وكل أحاديث التختم بالعقيق لا يثبت منها شيء وقال العقيلي: لا يصح في التختم به شيء وجزم في الميزان بأنه موضوع وروى ابن زنجويه بسند ضعيف عن علي كرم الله وجهه مرفوعا من تختم بالياقوت الأصفر منع من الطاعون

Berkata Ibnu Rajab Rahimahullah: “Semua hadits tentang bercincin dengan ‘aqiq tidak satu pun yang kuat.” Al ‘Uqaili berkata: “Tidak ada sedikit pun yang shahih tentang bercincin dengannya.” Dan dalam kitab Al Mizan telah dipastikan bahwa itu adalah palsu. Ibnu Zanjawaih meriwayatkan dengan sanad yang dhaif dari Ali Karamallah Wajhah, secara marfu’, “Barang siapa yang memakai cincin Yaqut Kuning maka dia akan tercegah dari penyakit Tha’un.” (Faidhul Qadir, 3/235. Cet. 1, 1356H. Maktabah At Tijariyah Al Kubra, Mesir)

Imam Abu Ishaq Al Halabi Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan dalam kitab khusus tentang cincin ‘aqiq:

وقد ورد التختم بالعقيق ونحوه من الأحجار في عدة آثار أشار إلى كثير منها ابن الجوزي في كتابه ((الموضوعات)) وقال: إنها كلها ليست بصحيحة، وبين حال رواتها مبرهناً على ذلك. وذكر عن أبي جعفر العقيلي الحافظ أنه لا يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم في هذا شيءٌ.

Telah datang riwayat tentang bercincin dari ‘aqiq dan semisalnya, pada sejumlah atsar yang banyak, di antaranya yang dikatakan Ibnul Jauzi dalam kitabnya (Al-Maudhu’at), katanya: “Semuanya tidak ada yang shahih” dan dia menjelaskan keadaan pera perawinya dan beralasan dengan itu untuk menyatakan pendapat tersebut. Juga disebutkan dari Abu Ja’far Al ‘Uqaili bahwasanya tidak ada satu pun hadits yang valid dari Nabi ﷺ dalam pembahasan ‘aqiq ini. (At Ta’liq Ar Rasyiq fit Takhtimil ‘Aqiq, Hal. 10)

Kesimpulan:

  • Menurut para imam hadits, hadits-hadits tentang ‘aqiq semuanya dhaif, bahkan ada yang palsu.
  • Hadits yang paling shahih dalam “batu cincin” adalah batu cincin dari Etiopia (Habasyah) diriwayatkan Imam Muslim, At Tirmidzi, dan lainnya. Itu pun para ulama berbeda tafsir tentang batu Etiopia itu; ada yang mengatakan ‘aqiq, ada yang mengatakan jaza’.
  • Memakai batu ‘aqiq boleh, sebagaimana Nabi ﷺ memakai batu cincin dari Etiopia, dan ini pula yang difatwakan para ulama.
  • Hendaknya memakai cincin di jari yang disunahkan yaitu kelingking atau manis, bukan di jari yang dimakruhkan yaitu telunjuk, tengah, dan jempol.
  • Hendaknya para pemakai ‘aqiq tidak meyakini keistimewaan apa pun yang bisa mendatangkan manfaat dan mudharat bagi kehidupannya, sebab hal itu akan membawa pelakunya pada pintu kemusyrikan.
  • Jadikanlah perhiasan biasa saja, sebagaimana perhiasan halal lainnya. Wallahu a’lam (usb/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Jakarta, Juni 1978. Alumni S1 Sastra Arab UI Depok (1996 - 2000). Pengajar di Bimbingan Konsultasi Belajar Nurul Fikri sejak tahun 1999, dan seorang muballigh. Juga pengisi majelis ta'lim di beberapa masjid, dan perkantoran. Pernah juga tugas dakwah di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, selama dua tahun. Tinggal di Depok, Jawa Barat.

Lihat Juga

Etiopia: Cina Baru di Afrika?

Figure
Organization