Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Berpikir dan Berjiwa Besar

Berpikir dan Berjiwa Besar

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (wantyoucity.com)
Ilustrasi. (wantyoucity.com)

dakwatuna.com – Jika ada kata yang dapat mewakili fenomena kemajuan zaman, maka kita akan bertemu dengan kata “pikiran”. Jika ada kata yang dapat mewakili hakikat kedermawanan, maka kita akan bertemu dengan kata “jiwa”. Dua teritori yang melingkupi kehidupan manusia; sejak dari buaian, hingga menuju liang lahat.

Manusia mudah terpesona dengan kesuksesan seorang figur, tanpa melihat di mana sumber kesuksesan itu berasal. Ada seorang Buya Hamka, yang mewarisi tradisi keulamaan di bumi Indonesia. Bahkan karya tafsir Al-Azharnya sudah mendunia. Ada seorang Bill Clinton, yang memperbaiki rapor keuangan Amerika Serikat menjadi biru. Dahulu bercita-cita menjadi pemusik professional, tapi takdir “melemparnya” menjadi orang nomor 1 di negeri paman sam. Ada seorang Muhammad Al-Fatih, yang menakukkan Konstatinopel pada usia yang sangat muda. Bahkan fenomena penaklukkan tersebut sudah ditunggu selama 800 tahun oleh umat Islam. Hingga seorang Nelson Mandela yang menyuarakan anti-apartheid, sehingga sentimen rasial dibuat menjadi tidak relevan. Sehingga beliau dapat menjadi presiden kulit hitam Afrika Selatan yang pertama.

Mereka semua lahir dari pergulatan jiwa dan pikiran yang sangat kompleks. Keprihatinan mereka terhadap sebuah fenomena kehidupanlah, yang menggerakan mereka untuk memainkan sebuah peran kehidupan dengan totalitas. Dan semua pencapaian tersebut lahir dari sebuah proses yang panjang. Buya Hamka dan Nelson Mandela, merasakan betul kepahitan hidup didalam penjara. Seorang Bill Clinton, sudah terbiasa dengan manuver politik yang berusaha menjatuhkannya dari tahta kepresidenan. Muhammad Al-Fatih, sudah tidak asing dengan ‘suara sumbang’ senior kerajaan yang meremehkan kemampuannya.

Tapi proses tersebut tidak bisa dihindari. Semuanya dilalui secara natural. Semuanya dilalui dengan pemahaman kondisi yang utuh, dan kelapangan dada yang luas membentang. Ya, keduanya berakar dari alam pikiran dan jiwa. Tidak akan ada yang hanya mengandalkan salah satunya. Karakteristik Buya Hamka, Bill Clinton, Nelson Mandela, dan Muhammad Al-Fatih jauh berbeda. Zamannya berbeda, ide perjuangan berbeda, bahkan cara yang digunakan pun beragam. Tapi titik temunya ada pada 2 wilayah sentral kehidupan, yaitu alam pikiran dan alam jiwa.

Berpikir dan berjiwa besar, dari situlah keseimbangan hidup akan tercipta. Ketika ilmu pengetahuan terus mengalami peningkatan, dan kedewasaan dalam bersikap terus berproses, sehingga keduanya dapat saling mengimbangi. Maka manusia tidak perlu lagi meniru seorang figur idaman. Karena diri sendirinya pun sudah melahirkan figur istimewa pada diri sendiri.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

Belajar Membersihkan Hati

Figure
Organization