Fiqih Toleransi

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Perbedaan pada hakikatnya adalah suatu keniscayaan dan sudah ada sejak awal perjalanan manusia. Manusia diciptakan dengan perbedaan, baik dari sisi suku, budaya, bahasa, lingkungan maupun kebiasaannya. Secara eksplisit Allah menjelaskan dalam dalam surat Al-Hujurat ayat 13. Di samping asal muasalnya yang berbeda, manusia juga memiliki kebebasan untuk memilih apa yang menjadi keinginan dan tujuannya. Maka perbedaan adalah sebuah keniscayaan sebagai hasil dari prinsip kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Manusia terlahir dalam keadaan bebas dalam menenetukan pilihan jalannya dalam kehidupan. Dalam Asy-Syams ayat 7-10, Allah menjelaskan potensi positif dan negatif yang secara bersamaan ada pada diri manusia. Dengan demikian perbedaan merupakan sunnatullah (Yunus: 99)

Jika sudah sedemikian gamblangnya Alquran menggambarkan adanya perbedaan, maka tidak mungkin umat Islam diperintahkan untuk menghilangkan perbedaan itu, mengingat perbedaan adalah kehendak Allah. Tugas seorang Muslim kemudian adalah bagaimana menyikapi perbedaan tersebut dengan benar.

Perbedaan dalam Islam memiliki dua kategori; perbedaan pada masalah furu‘iyah dan usuliyah. Perbedaan dalam masalah furu‘iyah adalah perbedaan yang tidak mendasar dalam Islam. Masing-masing pendapat yang berbeda memiliki argumentasi (dalil) yang menjadi rujukan. Perbedaan antara satu pendapat dengan yang lain, bukan perbedaan antara benar dan salah, akan tetapi perbedaan antara benar dan lebih benar. Sikap terhadap perbedaan furu‘iyah adalah dengan menerima perbedaan sebagai bagian dari keragaman yang pada hakikatnya adalah sama. Hal yang harus dihindari adalah jangan sampai perbedaan furu‘iyah membawa pengaruh pada perpecahan agama.

Perbedaan jenis pertama ini sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para Sahabat. Di antara contohnya adalah: Perbedaan antara Abu Bakar dan Umar dalam menyikapi tawanan perang Badar. Abu Bakar membolehkan tebusan atas tawanan, semantara Umar meminta untuk membunuh tawanan tersebut. Rasulullah memilih pendapat Abu Bakar yang membolehkan tawanan untuk dibebaskan dengan uang tebusan. Kemudian Allah menurunkan ayat yang membenarkan pendapat Umar. Hal ini diabadikan dalam surat al-Anfal ayat 67-69

Perbedaan lain yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah adalah; perbedaan memahami perintah Nabi pada saat menuju Bani Quraizah: “Jangan kalian shalat Ashar kecuali di kampung Bani Quraizah”! Sebagian sahabat masih dalam perjalanan ketika waktu Ashar tiba. Mereka berbeda pendapat; sebagian ingin shalat Ashar di perjalanan karena sudah datang waktunya, sebagian lain ingin tetap shalat Ashar di Bani Quraizah. Kemudian Rasulullah tidak menyalahkan salah satunya.

Jenis perbedaan yang kedua adalah perbedaan dalam masalah usuliyah (prinsip). Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan aqidah, atau perbedaan dalam masalah-masalah yang sudah secara jelas dan rinci dijelaskan dalam Alquran dan Hadits. Dalam menyikapi perbedaan usuliyah adalah dengan toleransi yang bentuknya “membiarkan”.

Contoh perbedaan usuliyah adalah dalam masalah ibadah shalat, di mana setiap Muslim diperintahkan untuk mengikuti cara Nabi melaksanakan shalat. Kemudian muncul pendapat baru yang menyatakan bahwa pada saat shalat seseorang boleh membaca surat Al-Fatihah dan artinya demi meningkatkan kekhusyu’an dalam shalat. Dalam menyikapi ini toleransinya adalah dengan membiarkan dan tidak membenarkan perbedaan tersebut.

Satu hal yang menjadi catatan adalah, agar setiap Muslim memiliki sikap yang tepat dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan yang bersifat furu‘iyah disikapi dengan membenarkan semua yang berbeda, sementara perbedaan usuliyah perlu ada sikap toleransi yang membiarkan tanpa membenarkan. Bukan sebaliknya, menyikapi perbedaan jenis pertama dengan penuh kebencian dan pertentangan, sebaliknya pada perbedaan jenis kedua seseorang begitu ramah, toleran, dan akomodatif, bahkan kadangkala menyebut semua perbedaan itu adalah sama dan benar. Semoga Allah menuntun sikap dan bentuk toleransi yang benar kepada seluruh umat Islam di dunia.

Dosen STIU Al-Hikmah
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...