Topic
Home / Berita / Profil / Mak Elung, Ajari Anak Cinta Alquran

Mak Elung, Ajari Anak Cinta Alquran

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Bu Zahra, namanya singkat dan sederhana, sesederhana hidupnya. Di daerah tempat tinggalnya anak-anak biasa menyapanya Mak Elung. Dalam kesehariannya, Mak Elung berpenampilan sederhana, bahkan terkesan a la kadarnya. Postur tubuhnya tinggi langsing, kepalanya sudah dipenuhi uban. Ibu dari Salbiyah dan Mukhlisin ini memang tak lagi muda, usianya sudah lewat dari kepala lima. Sepanjang perjalanan hidupnya, di tengah kesibukannya mengurus ladang, beliau sudah lebih dari lima belas tahun mengabdikan dirinya untuk mengajar mengaji anak-anak sekitar desa Tanjung Saleh, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Kisah Mak Elung ini terbilang unik karena sepanjang beliau mengajar anak-anak belajar mengaji, mulai dari pertama kali mengajar hingga tahun 2015 ini, kegiatan mengaji bersama anak-anak ini beliau lakukan secara rutin tujuh hari dalam seminggu, dari hari Senin hingga Minggu, terkecuali saat beliau terbaring sakit. Pengabdian Mak Elung mengajar mengaji anak-anak tetangga sekitar berawal dari Mak Elung yang mengajari anaknya mengaji di rumah selepas pulang sekolah. Ada satu dua tetangga yang melihat aktivitas Mak Elung. Lalu, tetangga tersebut bertanya sekaligus bermaksud menitipkan anaknya untuk mengaji di tempat Mak Elung. Mak Elung pun tak berpikir banyak, pasalnya tak ada yang salah untuk saling belajar dan berbagi ilmu. Begitulah keadaan desa Tanjung Saleh, biasanya anak-anak belajar mengaji bukan di surau atau di madrasah diniyah, melainkan mereka mengaji sendiri di rumah dengan dibimbing oleh orang tua masing-masing atau ikut ke orang lain jika orang tua merasa kurang cukup ilmu untuk mengajari sang anak.

Kegitan belajar mengaji sampai sekarang rutin dilakukan di kediaman Mak Elung, selepas pulang sekolah, sekitar pukul 11.00 hingga pukul 13.00, tanpa ada plang nama TPA, tak juga dipungut biaya. Ya, tidak ada tarif pasti yang ditetapkan oleh Mak Elung. Akan tetapi sebagai ungkapan rasa terima kasih dan pengertian kepada Mak Elung, biasanya orang tua menyisihkan sedikit rezekinya untuk beliau. “Berapa pun mereka kasih Mak terima” ujar Mak Elung. Anak-anak didiknya kini berjumlah empat belas orang, memang tak begitu banyak. Tapi, untuk belajar, jumlah memang tak jadi masalah bukan? Berapa pun orangnya, Mak Elung setia mendidik.

Wajah keriput, mata yang sudah berkurang penglihatannya, tak menyurutkan semangat Mak Elung untuk berbagi ilmu kepada sesama. Ada lagi ciri khas yang melekat erat di Mak Elung. Meskipun beliau mengajar mengaji, tak ada panggilan ustadzah baginya, kain jilbab pun tak dijulurkannya, ditambah lagi, ketika mengajar mengaji, selalu ada kayu tipis panjang di tangannya. Bukan sebagai alat pemukul atau untuk menakut-nakuti anak-anak, melainkan kayu tersebut Mak Elung gunakan untuk menunjuk tulisan huruf arab yang dibaca oleh anak-anak. Mak Elung sungguh penyayang dan penyabar. Selama kurun waktu beliau mengajar, sangat jarang Mak Elung marah. Hendra, bocah lelaki yang sudah ikut mengaji dua tahun bersama Mak Elung menceritakan “Iye, amek tak bosan ngaji disini, Mak Elung tak pernah marah, Mak Elung sering menasihati, kite tak boleh jadi anak nakal ”. Dalam kegiatan mengaji, Mak Elung tak lupa menyelipkan pesan moral kepada anak-anak, harapannya anak-anak tumbuh menjadi anak yang baik.

Sayang, saat ini Mak Elung sudah tak sesehat dan sekuat dulu kondisi tubuhnya. Mak Elung sudah sering sakit-sakitan. “Saye sudah tak kuase lagi duduk lama”, ungkapnya singkat. Menurut cerita Mak Elung, kalau duduk terlalu lama dan badan kelelahan, tubuhnya merasa melayang-layang dan tidak berpijak di tanah. Beberapa kali pula Mak Elung jatuh terkapar, badannya lemas bak tak bertenaga. Kondisi Mak Elung yang demikian menjadikan Salbiyah, si putri bungsu tak bisa jauh-jauh dari mamak. “Di rumah, di ladang, saya tak berani meninggalkan mamak sendirian, mamak harus ada teman”, ucap lirih Salbiyah.

Perihal kesehatannya ini Mak Elung bersama anaknya sudah mencoba berobat ke Puskesmas hingga ke rumah sakit. Namun tidak ada kejelasan dari dokter penyakit apakah yang diidap oleh mak Elung. Penyakit mak Elung datang tiba-tiba bisa menyerang kapan saja. Kalau sudah begini, kegiatan mengaji bersama anak-anak otomatis terhenti. Bukan untuk waktu satu atau dua hari, kalau sakit sudah datang di tubuh Mak Elung, bisa sampai seminggu baru sembuh. Ketika sakit Mak Elung sering merasa kesepian karena tak ada anak-anak mengaji dan meramaikan rumahnya dengan lantunan Alquran, paling hanya sebentar menengok. “Sepi rasanya tak ada anak-anak mengaji di rumah”. Selama ini Mak Elung mengajar mengaji supaya anak-anak itu tak lupa dan selalu dekat serta cinta dengan Alquran. Sebuah bentuk pengabdian yang konsisten, yang belum tentu orang lain mampu melakukannya. Ketika hanya ridha Allah yang diharapkan, sungguh perbuatan seberat apapun yang dilakukan akan menjadi ringan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alhamdulillah sempat bergabung dengan divisi pendidikan di Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (SGI-DD) sebagai relawan guru untuk wilayah penempatan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (2014-2016) Saat ini menjadi bagian di School of Life Rumah Cahaya (Alam-Montessori-Islami)

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization