dakwatuna.com –ย Mengingat tokoh ini kita akan mengatakan inilah ulama Madinah yang kedatangannya seolah telah dijanjikan oleh Nabi Muhammad shallallahu โalaihi wa sallam dalam salah satu haditsnya! Dialah Imamnya negeri hijrah (Madinah), mutiaranya ahli fiqih, bintangnya ahli hadits, simbol kewibawaan ulama, mata airnya ilmu bagi manusia pada masanya, berparas tampan, shalat dan puasanya biasa saja tetapi akhlaknya luhur. Allah telah memberinya dunia dengan kekayaan dan kemegahan, banyak imam besar yang duduk bersimpuh di hadapannya; dialah Imam Malik bin Anas Radhiallahu โAnhu, pengarang kitab Al Muwaththaโ.
Di Madinah, pada masanya tidak ada yang berani berfatwa sebelum Imam Malik bicara. Bahkan, sebagian sejarawan begitu meninggikannya, sampai-sampai Imam Adz Dzahabi menyebutkan jika dijejerkan dengan nama-nama besar di Madinah pada masa tabiโin seperti Saโid bin Al Musayyib, tujuh ahli fiqih Madinah, Qasim, Salim, Ikrimah, Naafiโ, lalu Zaid bin Aslam, Az Zuhri, Abu Az Zinad, Yahya bin Saโid, Shafwan bin Sulaim, Rabiโah bin Abi Abdirrahman, lalu jika Imam Malik dipertemukan dengan mereka maka Imam Malik lebih unggul dibanding mereka, lalu di antara mereka juga ada Ibnu Abi Dziโb, Abdul Aziz bin Al Majisyun, Sulaiman bin Bilal, Fulaih bin Sulaiman, Ad Darawardi, dan yang sezaman dengan mereka, jika mereka semua dipertemukan maka secara mutlak Maliklah yang paling menonjol. (Lihat As Siyar, 7/156)
Padahal di antara nama-nama ini ada yang pernah menjadi gurunya. Bukan hal yang aib, jika ada murid yang di kemudian hari justru menjadi guru dari gurunya terdahulu. Bahkan Abdurrahman bin Al Mahdi mengatakan bahwa pada masa Imam Malik ulama Madinah ada empat orang yakni Sufyan Ats Tsauri, Al Auzaโi, Hammad bin Zaid, dan Malik, dan yang paling cerdas dari semuanya adalah Malik.
Tangannya pun begitu dingin, lahir melalui madrasahnya para murid yang kemudian menjadi imam besar dan bintangnya dunia seperti Imam Abdullah bin Al Mubarak, Imam Muhammad bin Al Hasan, Imam Yahya bin Saโid Al Qaththan, dan tentunya yang paling bersinar di antara mereka adalah Imam Asy Syafiโi, yang dikemudian hari nama dan pengaruhnya melambung melebihi Imam Malik sendiri. Semoga Allah Taโala meridhai dan merahmati mereka semua.
- Nama dan Nasab
Imam Adz Dzahabi berkata (As Siyar, 7/150): Dia adalah Syaikhul Islam, hujjahnya umat, Imam negeri hijrah (Madinah), Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi โAmir bin โAmr bin Al Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin โAmr bin Al Harits Dzu Ashbah bin Auf bin Malik bin Zaid bin Syadad bin Zurโah yang berasal dari Kabilah Himyar yang disebut dengan Himyarul Ashghar, kemudian Al Ashbahi, Al Madini, nenek moyangnya berasal dari Bani Tamim dari suku Quraisy, Beliau berkawan dengan Utsman bin โUbaidillah, saudara dari Thalhah bin โUbaidillah, salah satu dari sepuluh sahabat nabi yang dijamin masuk surga.
Ibunya adalah โAliyah binti Syarik Al Azdiyah. Paman-pamannya adalah Abu Suhail Nafiโ, Uwais, Ar Rabiโ, An Nadhr, anak-anaknya Abu โAmr.
Az Zuhri telah meriwayatkan hadits dari ayahnya; Anas, dan dari pamannya; Uwais dan Abu Suhail. Abu Uwais Abdullah meriwayatkan dari pamannya, Ar Rabiโ. Ayah mereka termasuk seniornya tabiโin. Mengambil hadits dari โUtsman dan segolongan sahabat.
Disebut Imam Darul Hijrah, karena dia Imamnya kota Madinah, bahkan sepanjang hayatnya tidak pernah keluar kota Madinah kecuali ketika haji.
- Kelahirannya
Menurut pendapat yang shahih, Beliau dilahirkan tahun 93 H ditahun wafatnya Anas, pelayan Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam. Beliau hidup dalam keadaan terawat, makmur, dan penuh keindahan. (Ibid)
Aslinya berasal dari Yaman, keluarganya berimigrasi ke Madinah Munawarah. Para sejarawan tidak berbeda pendapat tentang asalnya ini. Tetapi, mereka berselisih kakek yang mana yang berimigrasi ke Madinah? Al Qadhi Abu Bakar bin โAla Al Qusyairi menyebutkan: Abu Amir bin Amru, kakek dari Abu Malik, sahabat Nabi Shallallahu โAlaihi wa Sallam. Al Qadhi Abu Bakar mengatakan: Dia ikut seluruh peperangan bersama nabi kecuali Badar. Tetapi Imam Ibnu Abdil Bar tidak menyebutkannya, jika memang ini shahih pastilah dia kan menyebutnya dalam kitabnya. (Muqadimah Al Muwaththa, 1/17-18. Tahqiq: Syaikh Muhammad Mushthafa Al Aโzhami)
Diriwayatkan dari Maโan, Al Waqidi, dan Muhammad bin Adh Dhahak, bahwa ibunya mengandung Beliau selama tiga tahun! Al Waqidi mengatakan ibunya mengandungnya selama dua tahun. (As Siyar, 7/154)
Menurut para pengagumnya, kelahiran Beliau seolah sudah diprediksikan dalam hadits berikut:
ูููุดููู ุฃููู ููุถูุฑูุจู ุงููููุงุณู ุฃูููุจูุงุฏู ุงููุฅูุจููู ููุทูููุจูููู ุงููุนูููู ู ููููุง ููุฌูุฏูููู ุฃูุญูุฏูุง ุฃูุนูููู ู ู ููู ุนูุงููู ู ุงููู ูุฏููููุฉู
Hampir saja manusia memukul perut Unta demi mencari ilmu, dan mereka tidak mendapatkan seorang pun yang lebih berilmu dibanding โalim (orang berilmu)-nya Madinah. (HR. At Tirmidzi No. 2680, Ahmad dalam Musnadnya No. 7980, An Nasaโi dalam As Sunan Al Kubra No. 4291, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 8935, Al Baihaqi dalam Maโrifatus Sunan wal Aatsar No. 30, dll. Hadits ini dihasankan oleh Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya, juga dishahihkan oleh Imam Al Hakim, dan disepakati Imam Adz Dzahabi. (Al Mustadrak No. 307), Imam An Nawawi juga menshahihkannya. (Tahdzibul Asma wal Lughat, 2/90), namun para ulama lain mengoreksinya.)[1]
Para ulama salaf seperti Imam Abdurazzaq, Imam Sufyan bin โUyainah mengatakan maksud ulama Madinah dalam hadits ini adalah Imam Malik bin Anas. Imam Ibnu โUyainah juga mengatakan tentang ulama Madinah adalah Abdul Aziz bin Abdullah Al โUmari, keturunan Umar bin Al Khathab. Dia seorang zahid (zuhud), dan bukan ulama. (Lihat keterangan ini dalam Sunan At Tirmidzi No. 2680, juga Al Ahkam Asy Syarโiyah Al Kubra, 1/285, juga Musnad Ahmad No. 7980)
Adz Dzahabi bercerita: bahwa diriwayatkan dari Ibnu โUyainah, katanya: Aku (Sufyan bin โUyainah) berkata: (Ulama Madinah) yang dimaksud adalah Saโid bin Al Musayyib, sampai aku katakan bahwa saat itu ada Sulaiman bin Yasar dan Salim bin Abdillah, dan selain mereka. Lalu pada zamanku ini, ulama Madinah tersebut adalah Malik bin Anas, dan tidak ada lagi yang lainnya yang setara dengannya.
Al Qadhi โIyadh mengatakan: โPernyataan ini shahih (autentik) dari Sufyan bin โUyainah.โ
Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi, Ibnu Maโin, Dzuโaib bin โImamah, Ali bin Al Madini, Az Zubair bin Bakkar, Ishaq bin Abi Israil, bahwa mereka semua mendengar sendiri bahwa Sufyan bin โUyainah menafsirkan yang dimaksud ulama Madinah dalam hadits ini adalah Imam Malik, paling tidak Ibnu โUyainah mengatakan dengan kata: โAku kiraโ, โAku menyangkaโ, โyang dimaksudโ dan โdulu mereka menilainya.โ
Sedangkan Abul Mughirah Al Makhzumi mengatakan: bahwa maksud hadits itu adalah Saโid bin Al Musayyib, lalu guru-gurunya Malik, dan Imam Malik sendiri, lalu murid-muridnya Imam Malik.
Aku (Imam Azd Dzahabi) berkata: โUlama Madinah setelah masa Rasulullah Shallallahu โAlaihi wa Sallam dan para sahabatnya adalah Zaid bin Tsabit, โAisyah, Ibnu Umar, Saโid bin Al Musayyib, Az Zuhri, โUbaidillah bin Umar, lalu Malik bin Anas.โ (Selesai dari Imam Adz Dzahabi, lihat semua dalam Siyar Aโlamin Nubala, 7/155)
- Sifat-sifat dan Penampilannya
Beliau adalah ulama yang berparas menarik, kulitnya putih, wajahnya merona, tampan, gagah, senang berpakaian putih, dan berjenggot tebal.
Dari Adz Dzahabi, bahwa Isa bin Umar berkata:
ู ูุง ุฑูุฃูููุชู ููุทูู ุจูููุงุถุงูุ ูููุงู ุญูู ูุฑูุฉู ุฃูุญูุณููู ู ููู ููุฌููู ู ูุงููููุ ูููุงู ุฃูุดูุฏูู ุจูููุงุถู ุซูููุจู ู ููู ู ูุงูููู
โTidak pernah aku melihat orang yang berkulit putih dan berwajah kemerah-merahan sebagus Malik. Dan tidak pernah aku melihat pakaian yang lebih putih dibanding pakaian Malik.โ
Lalu, Adz Dzahabi bercerita lagi:
ูููููููู ุบูููุฑู ููุงุญูุฏู ุฃูููููู ููุงูู ุทูููุงูุงูุ ุฌูุณูููู ุงูุ ุนูุธูููู ู ุงูููุงู ูุฉูุ ุฃูุดููุฑูุ ุฃูุจูููุถู ุงูุฑููุฃุณู ููุงููููุญูููุฉูุ ุนูุธูููู ู ุงููููุญูููุฉูุ ุฃูุตููุนูุ ููููุงูู ูุงู ููุญูููู ุดูุงุฑูุจููุ ููููุฑูุงูู ู ูุซูููุฉู.
Lebih dari satu orang menukilkan, bahwa Beliau adalah seorang yang tinggi fisiknya, blonde, kepala dan jenggotnya putih, jenggotnya lebat, kepalanya botak, dia tidak memendekkan kumisnya, dan menurutnya memendekkan kumis mesti dihukum. (Siyar Aโlam An Nubala, 7/163)
Ya, Imam Malik berpendapat mencukur kumis sampai habis bagi laki-laki adalah bidโah, dan pelakunya harus dihukum. Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan:
ููููุงูู ุฃูุดูููุฏู ููู ุญููููู ุงูุดูุงุฑูุจู ุฃููููู ุจูุฏูุนูุฉู ููุฃูุฑูู ุฃููู ูููุฌูุนู ุถูุฑูุจูุง ู ููู ููุนููููู ููุงูู ู ูุงูููู ููููุงูู ุนูู ูุฑู ุจููู ุงููุฎูุทูุงุจู ุฅุฐูุง ููุฑูุจููู ุฃูู ูุฑู ููููุฎู ููุฌูุนููู ุฑูุฌููููู ุจูุฑูุฏูุงุฆููู ูููููู ููููุชููู ุดูุงุฑูุจููู
Berkata Malik: โAku bersaksi bahwa mencukur kumis (sampai habis) adalah bidโah dan aku berpendapat bahwa orang yang melakukanya mesti dipukul,โ Dia melanjutkan, โJika Umar bin al Khaththab sedang dilanda kesulitan suatu masalah, dia naik darah, mengikatkan selendangnya di kaki, dan melinting kumisnya.โ (Zaadul Maโad, 1/173)
Imam Ibnul Qayyim, menukil dari Ath Thahawi, Beliau berkata, โDalam hal ini (mencukur kumis) kami tidak dapat satu teks pun dari Imam Asy Syafiโi, sementara dari murid-muridnya seperti Al Muzani dan Ar Rabiโ, mereka memotong kumisnya, ini berarti mereka mengambil pelajaran dari Imam Asy Syafiโi.โ Ath Thahawi melanjutkan, โSementara untuk Imam Abu Hanifah, Zufar, Imam Abu Yusuf, dan Imam Muhammad bin Qasim, dalam madzhab mereka mencukur rambut dan kumis (sampai habis) lebih utama dibanding memendekkannya.โ Disebutkan oleh Ibnu Khuwaiz Mindad al Makki dari Imam Asy Syafiโi bahwa dalam hal mencukur kumis, madzhabnya (yakni syafiโi) sama dengan madzhab Imam Abu Hanifah. Itulah pandangan Imam Abu Umar. Sementara Madzhab Imam Ahmad, Utsman berkata, โAku melihat Imam Ahmad memotong kumisnya sangat pendek, dan aku mendengar beliau ditanya tentang memotong kumis, mbeliau menjawab, โDipotong, sebagaimana sabda Rasulullah, Ahfuu asy Syawaarib (potonglah kumis). Hanbal berkata, โDitanya kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad), anda berpendapat bahwa seorang laki-laki harus memotong kumisnya atau mencukurnya, atau bagaimana memotongnya?โ Dia menjawab, โJika dia memotongnya, tidak mengapa dan jika dia mengambil gunting untuk mencukurnya, juga tidak mengapa.โ Sementara, Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam Al Mughni berkata, โBebas saja, apakah ia mencukurnya atau sekedar memotongnya, tanpa mencukur.โ(Ibid)
[1] Di antaranya, Imam Abul Hasan Ali bin Al Qaththan Al Fasi, Beliau mengatakan, โIbnu โUyainah, Ibnu Juraij, dan Abu Az Zubeir, semuanya adalah mudallis (orang yang melakukan keterangan tidak jelas pada sanad dan/atau matan).โ (Bayanul Wahm wal Iham fi Kitabil Ahkam, No. 1865)
Hadits ini diriwayatkan secara โanโanah (yakni โan fulan โ dari fulan), menunjukkan keterputusan sanadnya. Hadits yang diriwayatkan secara โanโanah bisa saja shahih jika para perawinya bukan mudallis, tapi nyatanya hadits ini diriwayatkan tiga orang para mudallis (perbuatannya disebut tadlis).
Imam Ad Daruquthni menyebut Ibnu Juraij sebagai seburuk-buruknya pelaku tadlis. (Al Hafizh Ibnu Hajar, Thabaqat Al Mudallisin, No. 83)
Imam Ibnu Hajar menyebut bahwa Abu Az Zubeir terkenal sebagai pelaku tadlis, dan Imam An Nasai juga lainnya menyatakan demikian. (Ibid, No. 101)
Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini, dan dia mengomentari penshahihan Imam Al Hakim dan Imam Adz Dzahabi, katanya:
ููุช : ููู ูู ุง ูุงูุง ุ ูููุง ุนูุนูุฉ ุงุจู ุฌุฑูุฌ ูุฃุจู ุงูุฒุจูุฑ ุ ูุฅููู ุง ู ุฏูุณุงู ุ ูุง ุณูู ุง ุงูุฃูู ู ููู ุง ุ ูุฅูู ุณููุก ุงูุชุฏููุณ ูู ุง ูู ู ุดุฑูุญ ูู ุชุฑุฌู ุชู
Aku (Syaikh Al Albani) berkata: โHadits ini seperti yang dikatakan oleh mereka berdua (shahih) seandainya tidak dilakukan secara โanโanah oleh Ibnu Juraij dan Abu Az Zubeir, karena keduanya adalah mudallis, apalagi yang pertama (Ibnu Juraij), dia adalah orang yang buruk tadlisnya, sebagaimana dijelaskan dalam biografinya.โ (As Silsilah Adh Dhaifah No. 4833)
Syaikh Ali Hasyisy memberikan penjelasan yang cukup bagus, katanya:
ููุช: ูุฐุง ุงูุญุฏูุซ ุบุฑูุจ ุบุฑุงุจุฉ ู ุทููุฉุ ููู ูุฑู ูุฐุง ุงูุญุฏูุซ ุฅูุง ุฃุจู ูุฑูุฑุฉุ ููู ูุฑูู ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ ุฅูุง ุฃุจู ุตุงูุญุ ููู ูุฑูู ุนู ุฃุจู ุตุงูุญ ุฅูุง ุฃุจู ุงูุฒุจูุฑุ ููู ูุฑูู ุนู ุฃุจู ุงูุฒุจูุฑ ุฅูุง ุงุจู ุฌุฑูุฌ ุชูุฑุฏ ุจู ุงุจู ุนูููุฉ. ููู ูุฎุฑุฌ ุงูุจุฎุงุฑู ููุง ู ุณูู ู ู ูุฐุง ุงูุทุฑูู ุญุฏูุซุง ูุงุญุฏุงุ ุจู ูุฃุตุญุงุจ ุงูุณูู ูู ูุฎุฑุฌ ุฃุญุฏ ู ููู ู ู ูุฐุง ุงูุทุฑูู ุฅูุง ุงูุชุฑู ุฐู ูุงููุณุงุฆู ูุฐุง ุงูุญุฏูุซ ููุท
Aku berkata: Hadits ini gharib (menyendiri) dengan keghariban yang mutlak. Hadits ini tidak pernah diriwayatkan kecuali oleh Abu Hurairah saja, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah kecuali Abu Shalih saja, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Shalih kecuali Abu Az Zubeir saja, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Az Zubeir kecuali Ibnu Juraij saja, dan Ibnu โUyainah meriwayatkan secara menyendiri darinya.
Hadits ini tidak pernah diriwayatkan oleh Al Bukhari, tidak pula oleh Muslim, dari jalan hadits seperti ini walau pun satu saja, bahkan para penyusun kitab Sunan tidak ada yang meriwayatkan jalur seperti ini kecuali At Tirmidzi dan An Nasaโi pada hadits ini saja. (Silsilah Al Ahadits Al Wahiyah, Hal. 93)
Syaikh Ali Hasyisy menyebutkan dua โilat (cacat) pada hadits ini yakni Ibnu Juraij dan Abu Az Zubeir. Lalu Beliau menyimpulkan:
ูุจูุฐุง ูููู ุงูุญุฏูุซ ุบูุฑ ุตุญูุญุ ูุงูุณูุฏ ูุงู ูู ุง ููู ู ู ุชุฏููุณ ุดุฏูุฏ ูู ุฑูุจ
Dengan ini, hadits ini menjadi tidak shahih, dan sanadnya lemah, karena di dalamnya terdapat tadlis yang berat dan bertumpuk-tumpuk. (Ibid, Hal. 94). Dengan dua cacat ini pula yang membuat Syaikh Syuโaib Al Arnauth juga mendhaifkan hadits ini. (Taโliq Musnad Ahmad No. 13/358). Demikianlah status hadits ini menurut keterangan para ulama. Wallahu aโlam. (usb/dakwatuna)
Redaktur: Samin Barkah
Beri Nilai: