Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Badmood (dalam) Berjamaah?

Badmood (dalam) Berjamaah?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (multnomahathleticfoundation.com)
Ilustrasi. (multnomahathleticfoundation.com)

dakwatuna.com – Lazimnya dalam sebuah perkumpulan, hidup berada dalam satu atap organisasi atau jamaah, tak akan ada yang 100 % mulus tanpa hambatan. Terlebih kita adalah manusia, dengan segala keunikan karakter, latar belakang, dan tentunya style masing-masing orang berbeda.

Wajar bila dalam perjalanan hidup berjamaah, sesekali seorang anggota-kader-simpatisan, merasakan badmood (al-majaz as-salbi). Efeknya bisa beragam: 1. Pasif, tetap bergabung tapi minim kontribusi; 2. Berhenti sejenak, untuk menetralisir suasana; 3. Kritis, dengan tetap mengedepankan etika dan adab berjamaah; 4. Merusak, menebar aib lalu menyerang.

Uniknya, penyikapan terhadap suasana badmood selalu reaktif dan bukan persuasif antisipatif. Katakanlah seorang qiyadah atau pimpinan bukan muhasabah (melihat ke dalam) namu acap menunjuk hidung, mencari kambing hitam, tanpa pernah menyentuh substansi permasalahan. Akhirnya borok kecil yang terus dirojok pun menganga, mengakibatkan infeksi, pendarahan, dan ujung-ujungnya amputasi.

Ada baiknya sebagai kader-kader dakwah, yang tiada lain harapan Indonesia masa depan. Ada baiknya kita menerapkan tarbiyyah dzatiyah untuk diri kita di semua level dan tingkatan pembinaan. Tarbiyah dzatiyah tersebut adalah:

  1. Tidak memelihara negative thingking.

Istilah kata, mengedepankan salamatush shadr (kelapangan dada). Sebab memelihara pemikiran negatif, sama saja dengan merawat penyakit. Ini rahasianya, mengapa larangan al-ghill dan zhann itu justru bagi orang-orang beriman kepada sesama orang beriman.

  1. Tentukan pilihan: Bahagia berjamaah dan Bahagiakan jamaah!

Tak ada kebahagiaan saat hidup menyendiri. Namun bila berjamaah malah menambah resah, maka ada dipastikan ada yang salah! Karena pada dasarnya, berjamaah itu mendatangkan bahagia. Maka tugas kita pun membahagiakan jamaah. Abu Dzar Al-Ghiffari pernah menasihati dalam konteks seni berhubungan antar manusia, “Tipe manusia itu jika dikritik, pasti akan mengkritik balik. Jika kau tinggalkan (tak perhatikan), maka ia pun akan meninggalkan (tak perhatikan) kamu. Manusia itu tawanan kebaikan.”

Prinsip berjamah adalah merangkai amal-amal kebaikan. Tidak fokus pada kritik, pun tidak antikritik. Menawan sebanyak mungkin orang dengan kebaikan-kebaikan. Itulah kebahagiaan!

  1. Fokus pada hal positif, apapun itu!

Tak ada yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanya milik Allah. Ketika kita cenderung mencari kesempurnaan dari jamaah, siap-siaplah kecewa. Saat kita mencari pribadi sempurna, siap-siap terhina! Berjamaah itu batu-bata menuju keridhaan Allah, bukan menuju kesempurnaan. Maka tarbiyah mengajarkan, kita semua adalah juru-juru kebaikan bukan juru-juru penghakiman.

  1. Menutup celah pada waswasil khannas minal jinnati wannaas.

Bisikkan, provokasi, bahkan iming-iming adalah bagian dari upaya melanggengkan penyakit hati. Jangan salah mencari teman curhat/curcol. Bisikan jin dan manusia itu tak kenal marhalah/level/jenjang tarbiyah seseorang. Siapapun bisa dihinggapi, tanpa sadar. Cemburu. Iri dengki. Tidak puas. Malah perasaan senioritas, justru menjadi penyakit akut yang belum tuntas hingga detik ini.

  1. Istafti qalbaka, dengarkan suara hati.

Bila badmood hinggap, segera tanyakan pada hati: untuk apa sebenarnya kita hidup berjamaah? Menjadi anggota dewan? Menjadi pejabat? Mendapat proyek Gubernur/bupati/walikota? Atau meraih ridha Allah Ta’ala? Tentu hati nan selalu basah dengan dzikrullah, ma’tsurat, dan dzikir Qurani. Adapun hati yang sudah bersemayam ghill, suu zhann, tak patut diminta pendapat.

  1. Tulis besar-besar 3 hal positif yang kita rasakan saat berjamaah!

Jangan buang-buang waktu. Usia kita makin tua. Jalan juang masih terlalu panjang. Jika kita hanya mengurusi sakit hati, tersinggung, atau perasaan terpinggirkan, itu sama halnya kita menyerahkan masa depan umat ini kepada srigala-srigala Yahudi-Salibis-Syiah.

Ada baiknya kita tulis, 3 hal positif! Lakukan dengan benar! Tulis dengan stabilo tebal! Hujamkan dalam hati, bahwa badmood itu hanyalah wabah!

Inilah pola tarbiyah dzatiyah yang dilakukan baginda Nabi saw., pola tarbiyah dzatiyah  berkesinambungan. Mulai dari Al-Arqam bin Abil Arqam, hingga tarbiyah maidaniyah di medan perjuangan. Tarbiyah yang beliau lakukan, memunculkan mutiara terpendam dari potensi kader-kader dakwah Islam. Tarbiyah itulah yang memoles style dan memperhalus karakter. Semoga!

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir.

Lihat Juga

Bentuk-Bentuk Penyimpangan di Jalan Dakwah (Bagian ke-3: Persoalan Jamaah dan Komitmen (Iltizam))

Figure
Organization