Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Budayakan Sapa

Budayakan Sapa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: Achmad Firdaus)
Ilustrasi. (Foto: Achmad Firdaus)

dakwatuna.com – Di zaman sakarang, orang-orang semakin banyak yang bersikap egoistis. Mementingkan dirinya sendiri, tanpa memperdulikan orang lain. Akibatnya, semua hal ditanggung sendiri. Dan budaya tegur sapa pun semakin pudar. Ketika saling berjumpa, saling memperlihatkan ego masing-masing. Tidak menganggap kalau ada orang yang lewat. Bahkan, seorang murid pun jarang memberi sapa pada guru. Ditambah, guru sendiri tidak terlalu gubris murid yang menyapa. Malah semakin renggang hubungan antara guru dan murid.

Sama juga dengan kerabat. Mungkin karena memiliki harta yang berlimpah, jadi tidak tidak pernah menyapa. Merasa tidak butuh bantuan mereka. Merasa bisa menyelesaikan urusannya sendiri. Atau mungkin dengan alasan yang lain kenapa seseorang kepada kerabatnya kok tidak saling tegur sapa. Hal itu membuat kerenggangan dalam keluarga. Jadinya, tidak mengenal sanak satu dengan sanak yang lain. Lama-lama hubungan kekeluargaannya pun akan terputus.

Sebagai seorang muslim, tegur sapa dilakukan dengan mengucapkan salam. Ketika bertemu langsung mengucapkan salam. Tentang mengucapkan salam, Nabi Muhammad pernah bersabda: “Hai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makanan, eratkanlah tali kekeluargaan, shalatlah ketika manusia sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamata.” (HR. At-Tirmdzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits shahih).

Nah, jadi mengucapkan salam itu wajib. Bahkan, jika tidak terdengar atau tidak jelas harus mengulangi lagi. Sebagaimana sabdanya yang lain “Apabila seseorang dari kalian bertemu saudaranya (yakni sesama muslim), hendaklah mengucapkan salam kepadanya. Jika antara keduanya terhalang sebuah pohon, dinding, atau batu kemudian bertemu lagi dengan saudaranya itu, hendaklah bersalam lagi.” (HR. Abu Dawud). Salam yang tidak terdengar oleh orang yang kita salami, perlu diulangi lagi. Agar tidak dianggap langguk atau cuek. Dan tali hubungan tidak terputus.

Mengucapkan salam itu penting. Dan ditujukan kepada siapapun, selama dia beragama Islam. Tidak memilih-milih. Karena kita orang besar, tidak mau memberi salam kepada yang kecil. Karena kita pintar, tidak mau memberi salam kepada yang belum pintar. Karena kaya, kita tidak mau memberi salam kepada yang miskin. Karena menjadi bos, kita tidak mau memberi salam kepada karyawan. Karena kita pejabat, kita tidak mau memberi salam dan cuek kepada rakyat. Salah. Seharusnya stratifikasi sosial tidak mempengaruhi jiwa sosial. Kebersamaan harus dilestarikan. Agar tercipta masyarakat yang besatu teguh.

Memang, ada kita dilarang mengucapkan salam kepada orang yang berbeda keyakinan dengan kita, “Janganlah memulai ucapan salam kepada orang yahudi dan jangan pula Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka (yakni orang yahudi atau nasrani) pada suatu jalanan, paksalah (pepetlah) mereka untuk melalui jalan yang tersempit.” (HR. Muslim). Meskipun demikian, bukan berarti kita tidak boleh menyapa meraka. Hanya saja, tidak boleh menggunakan fasilitas syariat Islam. Untuk menyapa mereka tidak perlu mengucapkan salam. Cukup dengan senyum saja. Pasti mereka tahu kalau kita itu menyapa.

Menyapa memang terasa berat sekali. Buktinya, masih banyak orang-orang di sekeliling kita yang masih cuek satu sama lain. Tapi yah perlu kita coba. Sebenarnya kita tahu tatkala bertemu dengan orang lain itu harus menyapa. Tapi ada rasa wegah atau malau untuk menyapa “jangan-jangan, tidak digubris” “jangan-jangan, tidak digugu” dan lain sebagainya. Itu sudah biasa. Yang perlu kita lakukan adalah mencoba. Apapun yang terjadi, itu urusan “bagaimana nanti”.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Turki: Barat Mulai Kehilangan Toleransi

Figure
Organization