Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Siapakah yang Merugi Itu?

Siapakah yang Merugi Itu?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (poeticpoems.wordpress.com)
Ilustrasi. (poeticpoems.wordpress.com)

dakwatuna.com – Dalam Surat Al-Ashr, Allah SWT berfirman,

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran”

Surat ini mungkin surat favorit bagi kita, tak hanya selalu dikumandangkan ketika kita masih duduk di Sekolah Dasar, namun ketika kita melaksanakan shalat, inilah surat andalan kedua setelah surat al-ikhlas. Dalam ayat pertama dalam surat al-ashr ini Allah bersumpah demi waktu ashr atau demi masa. Di sini kita dapat simpulkan betapa pentingnya waktu bagi seluruh insan di bumi ini, namun banyak yang melewatkan waktu ini dengan sia-sia tanpa ilmu, tanpa manfaat. Sehingga Allah melanjutkan kembali seruannya “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian”.

Allah SWT memberi jatah waktu kepada semua makluk sama. Baik kepada pejabat, tukang parkir, presiden, pedagang, baik yang shalih ataupun yang tidak shalih, semuanya sama oleh Allah diberikan jatah waktu 24 jam. Namun yang berbeda adalah jatah waktu tersebut ada yang digunakan untuk beribadah kepada Allah dan ada yang dipakai untuk maksiat kepada Allah. Pernyataan yang terakhir inilah yang Allah katakan dengan manusia yang dalam kerugian. Maka dari itu, ketika manusia tidak ingin dikategorikan sebagai golongan yang merugi, Allah melanjutkan lagi seruannya “Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran”.

Keimanan adalah syarat diterimanya ibadah, walaupun ia orang baik dan selalu mengerjakan amalan shalih, namun ketika keimanan kepada Allah SWT ini tidak ada, maka nihil lah amalannya. Hal ini yang terjadi pada paman Rasulullah Muhammad SAW. yaitu Abu Thalib seorang pemuka besar kafir Quraisy yang sangat disegani dan ditakuti kaumnya. Ketika Rasulullah diintimidasi, dihina dan dianiaya karena seruan Rasulullah untuk menyembah Allah yang Esa, Abu Thalib adalah orang yang sangat menentang keras dan melindungi Sang Keponakannya itu dari gangguan kafir Quraisy. Namun perlindungannya terhadap keponakannya yaitu Rasulullah SAW bukan bentuk keimanan kepada Beliau sebagai utusan Allah. Namun perlindungannya itu sebagai bentuk kasih sayang dari seorang paman terhadap keponakannya, ada yang mengatakan pula atas dasar kecintaan atau fanatisme kesukuan. Hingga pada akhir hayatnya, Abu Thalib meninggal dalam keadaan kafir walaupun perjuangannya melindungi diri Rasulullah tidak diragukan lagi.

Selanjutnya amal shalih, dalam mengerjakan amal shalih ada dua syarat mutlak yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Ikhlas karena Allah
  2. I’tiba pada Rasul atau mengikuti sesuai dengan perintah Rasul

Atau menurut kata Aa Gym syarat amal shaleh itu rumusnya “3i”, “Ikhlas, I’tiba, Istiqamah”. Kata beliau, ikhlas dan i’tiba saja sudah sah tuh ibadahnya, apalagi ditambah dengan istiqamah kepada Allah, itu karamah. Entahlah berapa banyak amalan shalih kita yang kita lakukan hanya niat untuk Allah saja. Dan entah berapa banyak amalan shalih yang Allah tidak ridhai terhadap amalan-amalan kita. Karena perkara ikhlas, hanya diri kita dan Allah yang Maha Mengetahui.

Memang amalan ikhlas itu tidak selalu mudah, kadang ia mendatangkan riya, uzub, takabur yang ujung-ujungnya resah diri kita, karena hati kita tidak digantungkan pada Allah saja. Contoh, ketika kita naksir seseorang, harus siap dan ikhlas yang ditaksir itu bukan jodoh kita. “Tapi kan Allah yang menjatuhkan hati ini ke orang itu?”. Terus kalau bukan jodohnya bagaimana? Apakah harus tetap dikejar? Inilah akibat bila hati ini nyangkut di hati makhluk dan tidak dikembalikan lagi ke Allah, selalu resah, selalu ingin memiliki. Padahal menuru Aa Gym lagi, kita hanya bagian ingin, kita hanya suka dinafsu. Bila hati kita nyangkut di Allah, pasti ia tak khawatir terhadap yang ditaksirnya, dan bila memang belum berjodoh, ia ridhA dan mendoakan yang terbaik untuknya.

Yang terakhir saling menasehati, kita itu aslinya lalai, artinya dengan tabiat itu kita harus ada yang menasehati. Nasehat itu datang dari siapa saja, dan di mana saja, bahkan nasihat itu bisa datang dari hewan ataupun dari anak kecil. Ketika anak kecil belajar berjalan ia tidak lelah dan patah semangat, coba kalau anak kecil patah semangat dan ia menagatakan  “sigana urang mah teu bakat jalan, rek ngorondang we ah”. Tidak !! anak kecil tidak begitu, walaupun mereka selalu dinasehati bahkan dimarahi berkali-kali oleh ibunya, namun ia tetap dengan keluguan mereka, tidak ada rasa dendam dan terkadang malah tersenyum.

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tidak banyak bicara, suka membaca buku Islami dan politik, dari keluarga yang kurang mampu yang berkat ridho Allah Swt bisa menempuh pendidikan kuliah.

Lihat Juga

Keimanan Adalah Keberpihakan

Figure
Organization