Topic
Home / Narasi Islam / Wanita / Sebuah Refleksi: Hijab

Sebuah Refleksi: Hijab

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Perempuan berkerudung. (flickr.com / Zarfique Blindgraphique)
Ilustrasi – Perempuan berkerudung. (flickr.com / Zarfique Blindgraphique)

dakwatuna.com – Jika diperhatikan belakangan ini semakin banyak muslimah yang memutuskan untuk berhijab, Alhamdulillah. Entah karena alasan fashion atau panggilan iman untuk menyempurnakan aqidah keislaman. Setidaknya dalam perspektif yang positif, fenomena berbondong-bondongnya para muslimah dalam berhijab ini perlu disyukuri. Mengapa ? Karena secara kuantitatif hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tercerahkan dengan cahaya Islam. Bagaimana tidak, dalam proses pemantapan hati dalam mengenakan hijab tentu para Muslimah menghadapi banyak hal yang tentunya tidak pernah lekang dari peran serta Allah di sana. Dengan kata lain, kita harus mengimani bahwa Allah-lah yang menurunkan hidayah kepada mereka dengan berbagai alasan yang muncul. Baik karena memang ingin menjalankan syariah Islam dengan sempurna, karena pergaulan, fashion, diminta oleh orangtua/suami, peraturan institusi pendidikan dan yang lainnya; imanilah bahwa Allah yang telah menggerakkan hati mereka dan kemudian diikuti dengan usaha untuk mendekat kepada-Nya. Seperti yang telah Allah firmankan dalam Alquran (QS. Al-Kahfi: 17) “…..Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.”

Jadi dari sini jelas bahwa apapun alasan seseorang berhijab, satu hal yang harus disyukuri adalah bahwa secara fitrah kita telah diberikan hidayah oleh Allah sebagai bentuk kasih sayang kepada hamba-Nya. Selanjutnya tinggal bagaimana kita menyikapi perubahan tersebut dengan ihsan.

Kedua, dengan adanya fenomena di atas sebenarnya menjadikan hijab sebagai pendorong kreativitas dan produktivitas masyarakat terutama Muslimah dalam banyak aspek. Misalnya, mulai tumbuh suburnya usaha-usaha dalam bidang busana Muslimah, munculnya komunitas-komunitas hijabers, bahkan hingga kekreatifan para aktivis lembaga Islam di kampus atau masyarakat yang juga mulai fokus pada hal ini seperti mengadakan acara hijab class dan tutorial hijab yang cukup banyak menyedot perhatian. Pada dasarnya kondisi ini menjadi suatu hal yang wajar dan berdampak positif jika tetap pada batasan-batasan yang ada. Sebagaimana definisi hijab yang diungkapkan oleh Al-Zabidy dalam kitabnya Taj al-‘Urus bahwa al-Hijab adalah segala sesuatu yang menghalangi antara dua belah pihak. Artinya ada sebuah benda yang menghalangi penglihatan kita terhadap orang lain. Dalam hal ini hijab diartikan sebagai sebuah benda yang menghalangi terlihatnya tubuh seseorang dari orang lain.

Sebuah nasehat bijak telah Allah sampaikan, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS.Al-A’raf: 31). Begitulah Allah yang maha berkuasa atas segala sesuatu, membahasakan dengan halus apa yang Dia sukai dan tidak sukai sebagai cara-Nya mendidik umat manusia ke jalan yang diridhai-Nya. Sifat Alquran yang universal serta berlaku sepanjang zaman tentu berlaku pula pada fenomena hijab di Indonesia, ia menjadi tuntunan bagi kita untuk senantiasa berperilaku sesuai aturan yang sempurna. Salah satunya dengan tidak berlebih-lebihan.

Berbicara tentang trend berhijab pada muslimah, terdapat satu hal yang perlu diberikan catatan khusus yaitu tentang sikap terhadap mode. Dewasa ini di satu sisi banyak orang yang terstimulasi kreativitas serta produktivitasnya, dengan demikian konsekuensi logisnya adalah menimbulkan sikap konsumerisme yang cukup meningkat tajam pula. Akhirnya, para muslimah tidak jarang yang ramai dan sibuk dengan koleksi-koleksi warna dan mode hijab terbaru demi “mengkampanyekan” yang namanya keindahan dan keselarasan di mana tergambar dari balutan kain yang dikenakan daripada usaha perbaikan diri pasca mengenakan hijab. Beberapa ada yang ingin selalu tampil dengan balutan kain yang elegan, warna baju dan kerudung yang berpadu dengan indah; serasi dengan tas dan sepatu, serta lengkap dengan aksesoris yang menyatu. Mengejar yang namanya mode yang terus berkembang, menyelesaikan koleksi seluruh warna dan corak kembang, kemudian mengikuti trend mulai gamis hingga kerudung turban. Sehingga sikap berlebih-lebihan atau tabarruj menjadi suatu hal yang perlu dikontrol. Alhamdulillah fenomena maraknya muslimah yang berhijab diikuti pula dengan munculnya banyak komunitas hijabers. Harapannya komunitas ini dapat menjadi wadah yang tepat untuk muslimah berhijab dalam rangka saling menguatkan dan memberikan dukungan agar tetap istiqamah berhijab. Begitu pula dengan lembaga keislaman di kampus misalkan, dapat memanfaatkan momen ini menjadi sarana syiar sebaik-sebaiknya. Mengajak, menyebarkan cahaya Islam dan meluruskan niat, serta menggiring opini semangat dalam melakukan perbaikan diri sebagai bentuk kesyukuran atas hidayah yang sudah Allah sematkan dalam jiwa-jiwa kita. Karena sungguh wahai muslimah, memiliki posisi yang istimewa di hadapan Allah tanpa perlu ber-repot-repot memoles diri untuk memuaskan mata manusia saja. Karenanya “Dunia adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang shalihah”. (HR. An Nasa’i dan Ahmad).

Dan kemudian “Ketika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dari beberapa pintu yang diinginkan.” (HR. Al – Bukhari, Al- Muwaththa’, dan Musnad Imam Ahmad). Masya Allah, luar biasa bukan Muslimah? Bahkan Allah tidak meminta banyak dan menjanjikan surga bagi kita asalkan memang kita tidak mengesampingkan hak-hak Allah. Lagi-lagi berbicara tentang hijab, jika kita maknai dengan mendalam tentu banyak sekali hal yang bisa kita gali dan lakukan untuk menjaga kehormatan dalam rangka beribadah kepada Allah.

Hijab dalam artian penghalang atau batas, menjadikannya penghalang antara fitrah manusia dengan kemaksiatan dan hawa nafsu yang berasal dari syetan, menjadikannya penghalang dari godaan orang-orang iseng, menjadikannya penghalang dari rasa malas untuk mengaktualisasikan diri, menjadikannya batas dalam menjaga mata; hati; dan pikiran serta tentu menjadi batas segala hal yang berlebihan untuk kembali pada aturan Allah yang maha sempurna.

Selain itu, di balik fenomena tentang hijab di lingkungan kita sebenarnya banyak hal yang berkaitan dengannya. Terutama berhubungan langsung dengan manusia yang notabene adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan masyarakat luas. Beberapa kejadian juga mungkin kita temukan bahwa tidak semua muslimah melalui jalan yang mudah dalam usahanya untuk berhijab. Ada yang justru tidak mendapatkan izin dari orangtua, pelarangan pemakaian hijab/jilbab di tempat kerja dan sekolah, diskriminasi di wilayah yang minoritas muslim, sulit diterima dalam pergaulan, perjuangan mempertahankan hijab hingga merelakan nyawa yang dengannya tidak jarang dapat melawan rasa enggan untuk terus memberikan inspirasi kebaikan serta kemanfaatan untuk banyak orang. Sehingga kita banyak belajar untuk senantiasa istiqamah mempertahankan hijab serta bersyukur dengan kemudahan yang kita rasakan. Atau bahkan secara ekstrem pada kehidupan nyata ada pula muslimah yang mulanya berhijab namun akhirnya menanggalkan hijabnya dengan alasan-alasan tertentu. Beberapa hal di atas bukanlah berdasarkan data yang ilmiah, namun berdasarkan observasi di lingkungan sekitar yang dirasa cukup representatif menggambarkan fenomena hijab di kalangan masyarakat. Bahwa meskipun ada beberapa hal yang kurang ideal, namun banyak sekali sebenarnya kiprah luar biasa para muslimah yang patut kita contoh dengan keistiqamahannya dalam menjaga diri seperti Alm Usth Yoyoh Yusroh yang dapat mendidik ke-13 putra-putrinya menjadi hafidz/ah serta aktif dalam kegiatan sosial politik, dalam bidang seni budaya kita juga bisa melihat Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, dan Dian Pelangi yang banyak menginspirasi melalui karya buku, film dan mode pakaian, serta banyak yang lainnya.

Sehingga, fenomena ini menjadi sebuah bahan refleksi bagi kita untuk senantiasa menjaga hidayah Allah yang sudah terpatri dalam jiwa kita. Sungguh tak dapat dibayangkan jika Dia mencabut hidayah dari diri kita. Karena seorang wanita shalihah, ia yang mampu menjaga kehormatan dirinya dan akan menjadi ibu peradaban bagi suatu generasi maka membicarakan dan merefleksikannya sama saja dengan membicarakan satu fase kehidupan.

“Wanita adalah setengah dari masyarakat yang melahirkan setengah lainnya sehingga seolah-olah mereka adalah seluruh masyarakat.” (Ibn Qayyim Al Jauziyah)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, sedang aktif di organisasi Forum Ukhuwah dan Studi Islam Psikologi UI. Mencintai Psikologi, Pendidikan dan Pembinaan.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization