Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Berhala Media Sosial

Berhala Media Sosial

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: unipd-centrodirittiumani.it)
Ilustrasi. (Foto: unipd-centrodirittiumani.it)

dakwatuna.com

“Perkenalkan, namaku media sosial..”

Aku dibuat dengan elegan oleh pengikutku yang paling setia.

Aku, diukir dengan indah dan diberi tambahan aksesori yang canggih dan mewah.

Kehadiranku lekat di hati para pecinta dunia.

Ibarat makanan, aku telah menjadi kebutuhannya yang paling mendasar.

Untuk berinteraksi dengan sesama, wadah komunikasi, dan menjalin relasi.

Aku juga dicipta sebagai tempat menempelkan harapan dan mimpi-mimpi.

Tempat gratis berkeluh kesah dan kebebasan berekspresi.

Aku dinding, tempat semua pernyataan penting dan tidak penting ditempelkan.

Tapi Aku, mengabulkan semua keinginan anak manusia untuk merasa diakui dan dikenali, diperhatikan dan dicintai. Aku mengabulkan semua hajat mereka dengan membagikan status kepada seluruh jaringan sosial manusia yang mereka inginkan. Aku membuat mereka merasa butuh terhadapku, bergantung pada kehadiranku. Maka mereka semua adalah hamba-hambaku. Sementara aku adalah tuhan yang merasa tak perlu pengakuan rububiyah. Cukup mereka beribadah kepadaku dalam status apapun yang mereka mau.

Aku dicipta sebagai tempat syahdu nan khusyu untuk menghabiskan waktu, padaku para penghasut-penghasutku yang paling shalih bertemu.

Sementara setan-setan mereka berteriak bahwa aku adalah alatul lahwi, alat yang melenakan dan membuat lupa dengan akhirat.

Tapi tak jadi soal, para pembesar-pembesarku akan melumat mereka dengan fitnah dan makar.

Aku, media sosial. Tuhan, pada hati pencinta dunia aku bertahta. 

Sialnya, meski aku adalah kenikmatan surga, tapi tak pernah tercipta sempurna. Banyak juga yang menggunakanku untuk kepentingan jahat, mengajak orang untuk berbuat baik. Baik ini ada dalam ukuran setan-setan pendakwah sana.

Ini pun aku tak perlu khawatir sebenarnya, aku punya tombol “like” yang bisa juga menjegal niat mereka. Aku mainkan aksesori dari relawan-relawan baik hati, “likers”. Jadilah mereka besar hati, tinggi rasa, dan sedikit-sedikit kemudian tunduk pada kekuasaanku. Maka bertambahlah pengikutku.

Senjataku banyak, sebanyak aksesori yang aku punya. Modelku banyak, juga sebanyak desain yang telah kubuat menjadi alat peraga. Baitullah-ku ada pada kemudahan akses, pada layar di hadapanku, pada gadget canggih, dan min itab yang dibawa ke mana-mana.

Kitabku tidak pernah dituliskan, ia justru lahir dari keinginan-keinginanmu sendiri. 

Kiblatku adalah nafsumu, sementara banyaknya waktu yang kau habiskan bersamaku adalah zakat, infak, dan sedekah bagiku.

Aku terus bertambah kuat, bertambah hebat, bertambah besar pengaruhnya terhadapmu manakala kau semakin mencintaiku.

Aku lah berhala itu,

Berhala yang tak mudah kau hancurkan seperti Ibrahim as menghancurkan moyangku dulu.

Virtual, tak mampu kau pegang, pun tak sanggup kau lawan hasutanku kecuali dengan iman.

Tulisan kali ini berangkat dari keresahan diri, yang tiap kali scroll media sosial hampir selalu mendapati keluhan dan harapan-harapan yang meski terbungkus dalam doa. Tapi mengapa di halaman media sosial?

Kecuali alasan yang bertujuan mengajak dan mencontohkan kebaikan.

Salam santun, dan keep istiqomah.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Qur’aners Biologist. Doyan sambel suka hiking. Bogor-Indonesia

Lihat Juga

Menjadi Calon Ibu Peradaban yang Bijak dalam Penggunaan Media Sosial

Figure
Organization