Topic
Home / Narasi Islam / Politik / Politik di Dalam Islam

Politik di Dalam Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Politik Religius (inet) - gazeta-shiqip.com
Politik Religius (inet) – gazeta-shiqip.com

dakwatuna.com – Politik adalah adalah sebuah perilaku atau kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam tatanan Negara agar dapat merealisasikan cita-cita Negara sesungguhnya, sehingga mampu membangun dan membentuk Negara sesuai rules agar kebahagian bersama di dalam masyarakat di sebuah Negara tersebut lebih mudah tercapai. (Ikirenki).

Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsayasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara), (wikipedia).

Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan ummah kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari’at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan.

Dan Katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah Aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) Aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong” (QS Al Isra: 80).

Kehidupan Dalam Islam

Kehidupan yang pertama sekali kepada manusia itu saat berumur 120 hari di dalam kandungan, ketika itu Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepada segumpal daging dan menentukan rezeki dan arah kehidupan manusia itu.

“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud rodhiallahu ‘anhu berkata: Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam telah berbicara kepada kami -dia seorang yang benar dan dibenarkan-: “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata: Rezeki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. Maka demi Allah yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang di antara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada di antara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga” (Mutafaq ‘Alaih).

Hidup ini sebuah misteri dan penuh rahasia, manusia memiliki keterbatasan dalam memahami makna hidup. Pada umumnya, manusia tidak mengetahui banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui hanyalah realitas yang nampak saja.

“(sebagai) janji yang Sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui”. “Mereka Hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS Ar Ruum: 6-7).

Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati, dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati.

“Dia berkata: “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat” (QS An Naml: 34).

Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini. Namun dalam hal ini, Islam menegaskan tentang adanya kehidupan setelah mati, dan kita akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan apa yang pernah kita lakukan di dunia ini.

“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita; apakah Sesungguhnya kita akan dikeluarkan (dari kubur)?” (QS An Naml: 67).

Sistem Perpolitikan Islam

Dalam perpolitikan Islam, kita tidak akan pernah terlepas dari hukum-hukum syariat Islam, sehingga perpolitikan itu memiliki asas-asas. Asas-asas dalam perpolitikan Islam itu ada beberapa asas, yaitu:

Hakimiyah Ilahiyah (Hukum Tuhan), hukum kekuasaan itu berada pada Allah SWT bukan pada manusia, sehingga manusia itu akan berjalan sesuai aturan Ilahi.

Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan” (QS Al Qashash: 70).

Risalah, jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah yang menunjuki manusia.

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”, (QS Al Hasyr: 7).

Khalifah (perwakilan), pemimpin-pemimpin yang dipilih sesuai dengan ketentuan Islam untuk menjadikan seorang pemimpin.

“Kemudian kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat” (QS Yunus: 14).

Dalam perpolitikan Islam itu memiliki prinsip-prinsip, yaitu musyawarah, yaitu memecahkan masalah dengan cara bermusyawarah atau bersama-sama. Keadilan, yaitu berlaku adil kepada sesama dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kebebasan, yaitu bebas berpendapat dan bersikap sesuai dengan ketentuan syariat. Persamaan, yaitu memandang kepada sesama itu setingkat dan sederajat, dan yang dapat membedakannya adalah ketakwaan kepada Allah. Hak menghisab (rukyah).

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumnus STAIN Malikussaleh Lhokseumawe. Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization