Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Aku Salah, Aku Menyalahkan

Aku Salah, Aku Menyalahkan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Catatan Untuk Lelaki dan Wanita

Ilustrasi (kawanimut)
Ilustrasi (kawanimut)

dakwatuna.com – “Yaaa ini kan salah dia, siapa suruh mau aja diPHPin” disudut percakapan lelaki itu berkata dengan pasti.

“Kenapa sih, dia PHP banget, ya kalo emang menutup hati kenapa gak menutup diri dari awal!!” sedang di sudut lain, wanita ini meratapi.

Dan di antara orang-orang yang menyalahkan, selalu ada orang yang kebingungan berada dalam posisi tengah, tak berpihak, tak berat sebelah.

Pernah nonton film i’m not stupid too 2? Pada bagian ibu dan ayah yang saling menyalahkan, siapa yang paling disulitkan? Jelas, anak-anaklah, atau mereka-mereka yang tak ada kaitan. Begitulah, saya sering berada dalam posisi ini, posisi jadi orang tengah meski bukan penengah. Bukan posisi si wanita itu loh, bukan banget. Karena berharap pada ia yang bukan mahram bagi saya adalah bunuh diri, maka sebisa mungkin tak berharap atau menyandarkan harapan.

Lelaki menyalahkan wanita, sedang wanita menyalahkan lelaki? Eh hei, kenapa masing-masing tak evaluasi saja? Mencoba sadar (meski sulit) bahwa ini memang salah diri kita sendiri. Jika tahu bahwa berharap pada manusia akan berujung sakit, mengapa masih menyandarkan harapan? Ah tanya yang tak pernah ada jawab.

Sadarkah bahwa, antara lelaki dan wanita, mereka sama-sama membuka celah itu, celah untuk saling merasakan kecewa satu sama lain. Allah sudah menjadikan rasa itu sebagai fitrah, fitrah yang bukan dibiarkan begitu saja, lepas tanpa arah, tapi semestinya fitrah yang sesuai perintah dan menuai berkah. Bisa jadi apa yang dikatakan oleh lelaki benar, bahwa wanita lah yang terlalu banyak berharap. Ya kemungkinan ini boleh saja kita evaluasi. Mengevaluasi jejak-jejak perjalanan sebelum harap tercipta dalam tiap perjumpaan. Bahkan bisa saja, mengevaluasi diri sendiri mengapa ada seseorang yang begitu memikat harapan kita? Mungkinkah selama ini, kita kurang dekat pada Allah, yang semestinya segala harap tersandarkan? Mungkinkah ketika dari awal kita tak bersikap tegas untuk nyatakan bahwa hati kita bukan tanah lapang tempat lelaki bermain dan menitipkan rasa? Mungkinkah karena kita tak bersikap untuk menyudahi segala gelisah ketika belum meluas?

Bukan, ini bukan berarti saya mengisyaratkan bahwa segala salah tertumpah pada wanita, tidak. Saya wanita, tegakah saya menyandarkan salah pada sesama wanita. Anggap saja ini sebagai sebuah ajakan, ajakan dalam mengevaluasi dan mencari sebab masalah tanpa harus menyalahkan.

Kini, mari kita mengevaluasi dengan arah sebaliknya. Bisa jadi yang dikatakan wanita benar, mengapa tak bisa bersikap sewajarnya, wajar yang tidak menspesialkan semua wanita, dan tidak menganggap rendah tiap wanita. Terhijabi dan menjaga. Menutup hati dengan segala pertanda yang jelas. Bukankah kita sama-sama tahu bahwa lelaki pemberani adalah ia yang berani mengatakan “saya terima nikahnya” maka ketika belum ada keberanian, jangan biarkan hati terbuka, terlebih jangan biarkan seorang wanita merasa kau adalah miliknya. Hentikan sudah sandi-sandi rayuan, senyum-senyum (sok) rupawan, dan kata-kata penuh pengharapan.

Mari kita mengingat sejenak tentang dua sisi makhluk ini dengan hati yang lapang. Teruntuk wanita, terlupakah bahwa wanita merupakan salah satu godaan terberat bagi lelaki? Maka ketika Allah sudah mengisyaratkannya, jangan lagi derai manja, tatap rayu, dan perhatian-perhatian yang membuat lelaki tergoda. Bukankah itu awal dari timbulnya pengharapan pada ia? Jika nyatanya hal itu tidak pernah wanita lakukan namun nyatanya tetap ada lelaki yang terlihat memberi harap, milikilah keberanian untuk berkata “jangan bermain dengan hati” kemudian beranilah untuk meninggalkan. Dan untuk lelaki, terlupakah bahwa Allah memerintahkan untuk menjaga pandang? Ya meski perintah ini juga tertuju untuk wanita. Namun sebab perintah-Nya, lelaki dan wanita sama-sama terselamatkan jika kau melaksanakan. Menyelamatkan kau sebagai lelaki dari wanita yang mungkin akan membuatmu jatuh hati, dan menyelamatkan ia sebagai wanita agar tak melulu berharap pada sosokmu yang tak mampu mengabulkan harapan. Benarkan? Jika sulit menjalankan perintah ini, maka milikilah keluasan ilmu dan keberanian untuk mengambil alih penjagaan yang dilakukan oleh ayah dari wanita dengan akad menjadi langkah awal. Hanya hal ini yang mampu menjaga antara laki-laki dan wanita. Kau percaya kan?

Maka kini, kita sudahi saja cara lama kita yang selalu menyalahkan, beranilah masing-masing berkata “baik, saya yang salah” dan tentukan sikap. Menyudahi atau bahkan melupakan jika peluang untuk menjadi halal tak kalian temukan. Jika sulit kau lakukan, cukup tempatkan dirimu menjadi dia, agar kau tahu bahwa rasa ini sama tidak enaknya, bagimu, atau bagi ia. Maka katakan saja “saya salah, maafkan…”

Teruntuk wanita, percayalah, lelaki yang baik adalah ia yang menjaga hatimu agar tak terkotori dengan namanya.

Teruntuk lelaki, percayalah, wanita yang baik adalah ia yang tak perkenankan dirimu dengan mudahnya masuk ke dalam hatinya.

Mari saling menjaga dalam keterjagaan diri kita. Untuk ia, terlebih untuk kita.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Muslimah lulusan BK UNJ yang kini sedang mengisi hari untuk dunia pendidikan. Mengajar adalah kehidupan. Hidup adalah untuk menyampaikan kebenaran, yaitu dengan mengajar

Lihat Juga

Salah Paham Dalam Memaknai Toleransi

Figure
Organization