dakwatuna.com – Jakarta. Politikus Inggris Lord Hodgson, anggota Majelis Tinggi Parlemen menilai ada kaitan antara semakin sepinya tempat minum (pub) dengan perkembangan populasi muslim di negaranya. Ajaran Islam melarang konsumsi alkohol, sehingga bir jadi kurang laku.
Tudingan itu disampaikan dalam debat di Majelis Tinggi akhir pekan lalu, seperti dilansir The Independent. Hodgson mencontohkan tutupnya belasan pub di Kota Nottingham, Leicester, Manchester, dan Leeds setahun terakhir. Kota-kota pelabuhan dan basis kelas pekerja tersebut didiami banyak warga muslim.
“Jelas ada hubungan antara pertumbuhan populasi muslim yang tidak minum miras dengan tutupnya pub,” kata Hodgson.
Untuk diketahui, sang politikus adalah pelobi industri miras di Negeri Ratu Elizabeth itu. Sebelum berkarir di parlemen, Hodgson punya perusahaan bir.
Pernyataan menyudutkan muslim itu mengundang kecaman dari pegiat toleransi beragama di Inggris. Juru bicara Interfaith Fiyaz Mughal menilai Hodgson sangat banal dan malah mempermalukan dirinya sendiri.
“Pemasaran produk alkohol tidak pernah berhubungan dengan populasi muslim, jadi tentu perlu ditanya pada industri kenapa ada perubahan konsumsi,” kata Mughal.
Juru bicara Dewan Muslim Inggris Nasima Begun juga mengkritik kata-kata sang politikus. Dia merasa Hodgson hanya mencari kambing hitam gara-gara bisnisnya kini sedang seret.
“Kalau logika seperti ini dipakai, berikutnya muslim Inggris akan disalahkan ketika konsumsi daging babi turun.” (merdeka/sbb/dakwatuna)
Redaktur: Saiful Bahri
Beri Nilai: