Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Sudah Nikah, kok Tetap Miskin?

Sudah Nikah, kok Tetap Miskin?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Cover buku "Sudah Nikah, kok Tetap Miskin?"
Cover buku “Sudah Nikah, kok Tetap Miskin?”

Judul Buku: Sudah Nikah, kok Tetap Miskin?
Penulis: Azizah Hefni
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I, Oktober 2014
Tebal: 223 Halaman
ISBN: 978-602-296-037-9

 

Penghalang Datangnya Rezeki Dalam Pernikahan

dakwatuna.com – Pernikahan adalah sebuah peristiwa sakral, bahkan Allah Swt telah menjanjikan pahala yang sangat besar dan menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan pelakunya. Menikah adalah satu peristiwa sakral yang memiliki nilai pahala dan penghargaan yang cukup tinggi di dalam agama Islam. Setiap orang yang memutuskan untuk melangsungkan pernikahan harus memahami benar apa saja syarat sah dan rukun dari sebuah pernikahan. Satu saja ketentuan itu terlewatkan, dengan alasan sengaja atau tidak, akan berdampak pada keabsahan pernikahan tersebut. Dan jika pernikahan tersebut dijalankan dengan cara yang tidak ma’ruf, maka keberkahan, kebahagiaan dan kenikmatan itu menjadi hilang. (Hal. 7)

Sebagai penyempurna agama, pernikahan memiliki jaminan kesejahteraan hidup bagi pelakunya. Allah Swt memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mampu untuk menikah tentu dengan satu jaminan, bahwa mereka akan mendapatkan kebahagiaan yang jauh lebih besar. Jelas sekali dalam firman Allah dalam surat an-Nuur ayat 32 yang berbunyi,” …jika mereka miskin, Allah Swt akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Swt Maha luas (pemberiaan-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Jadi sama sekali tidak mungkin Allah Swt ingkar pada janji-Nya. Apa yang diserukan ketika dijalankan dengan benar oleh hamba-hamba-Nya, maka Allah Swt akan melimpahkan kebaikan pada mereka. (Hal. 8)

Banyak sekali hikmah dari pernikahan, hikmah yang sangat erat dengan pernikahan tentu adalah rezeki. Di samping itu menikah juga memiliki tujuan diantaranya untuk melestarikan manusia/memperbanyak keturunan, untuk memelihara kemaluannya dengan melakukan hubungan seks yang fitriyah. Adanya kerja sama pasangan suami isteri di dalam mendidik anak dan menjaga kehidupan. Mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan prinsip pertukaran hak dan kewajiban. Untuk beribadah kepada Allah Swt, bekerja sama secara produktif dalam suasana penuh kasih sayang dan saling menghormati. (Hal. 26-27)

Ketika sudah melangkah dalam bahtera rumah tangga, namun masih ditemui kesusahan ekonomi, mungkin ada hal-hal yang salah atau memang sudah jalan takdirnya sedemikian rupa. Sedangkan hal-hal yang salah yang terjadi bisa saja ketika sebelum pernikahan itu terjadi ada kesalahan niat untuk menikah. Bisa saja karena niatnya bukan semata-mata mencari ridha Allah Swt, akan tetapi menikah karena harta, menikah karena kemapanan, karena kecantikan dan sebagainya. Menikah untuk merebut harta, menikah untuk mengangkat derajat dan seterusnya. Menata niat adalah langkah awal penentu kebahagiaan seseorang. Kalau niat kita sudah baik, murni karena Allah Swt maka kebaikan-kebaikan pun selanjutnya akan mengiringi dengan sendirinya. (Hal. 36)

Kesalahan yang kedua yang menjadikan penghalang datangnya rezeki adalah kesalahan memilih pasangan. Siapa pun pasti menginginkan dapat memiliki pasangan yang bisa membahagiakan kita secara lahir batin. Maka dari itu baiknya kita harus mengenali bakal pasangan kita nantinya, bagaimana akhlaknya itu yang terpenting. Kriteria mendasar paling penting adalah mengenai agamanya. Apabila agamanya baik, berarti dia adalah orang yang taat dan dekat dengan Allah Swt, orang yang taat beragama biasanya memiliki perangai yang baik. Sebab ia tahu mana yang baik dan buruk. Jika kriteria dasar sudah sesuai maka kriteria pendukung selanjutnya adalah yang penyayang, bisa memberikan keturunan, berilmu, bertanggung jawab, dan bernasab baik. (Hal. 55-58)

Kesalahan yang ketiga adalah kesalahan prosedur keabsahan menikah. Menikah jelas harus mengikuti prosedur, Islam sudah mengaturnya dengan rapi dan tertib. Harus ada mempelai pria, mempelai perempuan, wali nikah, dua orang saksi, shighat atau akad nikah, dan mahar atau mas kawin. Mahar adalah symbol kepemilikan suami atas isterinya, mahar juga berarti bentuk penghormatan suami kepada istrinya. Mahar tidak perlu mahal. Syarat dan rukun nikah harus ada lengkap tidak boleh kurang satu pun. Karena jika kurang berarti tidak sah nikahnya.

Kesalahan selanjutnya yaitu mengenai masalah restu, ridha dari orang tua itu sangatlah penting. Karena itu berhubungan dengan keberlangsungan hidup kita selanjutnya. Jika orang tua masih belum bisa menerima pilihan kita, itu artinya kita butuh waktu untuk meyakinkan mereka. Untuk meluluhkan mereka tentu saja tidak bisa instan. Butuh proses untuk melunakkan hati mereka. Mungkin orang tua memiliki pandangan lain. Jangan tolak mentah-mentah pendapat mereka. Kita pun perlu mempertimbangkan pendapat mereka. Dan jangan lupa terus berdoa kepada Allah Swt sebab, Allah-lah yang memberikan hidayah pada mereka, bukan kita. Maka pasrahkanlah semuanya kepada Allah. Jika memang niat baik, pertimbangan kita sudah matang, atau perencanaan kita sudah matang, Allah Swt pasti akan memudahkannya. Jangan sampai memutuskan untuk kawin lari, karena cara yang demikian bisa mengakibatkan orang tua tersakiti, marah dan kecewa. Apabila sudah demikian, maka jangan heran nanti jika pernikahan dan keluarga kita jauh dari rezeki.(Hal. 83-84)

Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk kemudharatan. Orang yang bergaul bebas, tanpa mengindahkan aturan yang mengikat pada dirinya, akan mengalami banyak persoalan. Orang-orang yang lebih memilih jalan nista, yakni berzina adalah orang-orang yang tidak sabar dan tidak punya tanggung jawab. Jika memang kita belum punya bekal lahir maupun batin yang cukup untuk menikah, Allah sudah memerintahkan kepada kita untuk menjaga pandangan dan berpuasa. Seseorang yang memulai pernikahannya dengan berzina bisa saja cukup secara ekonomi, namun ia pasti akan menemui masalah-maslah yang terus datang dan sulit dipecahkan. Setiap orang menanggung akibat dari perbuatannya sendiri. Jangan nodai pernikahan kita dengan perbuatan nista. Itu akan menjauhttps://www.dakwatuna.com/wp-admin/post-new.phphkan kita dari keberkahan. (Hal. 93-94)

Kalau ada hal-hal yang harus benar-benar kita perhatikan sebelum menikah, ada juga kesalahan-kesalahan setelah menikah yang dapat menyurutkan rezeki. Di antaranya, suami isteri lalai terhadap kewajiban dan abai pada haknya masing-masing, tidak tawakal, bersikap buruk pada orang tua atau mertua, mencari nafkah dengan cara yang haram, berbuat dzalim terhadap pasangan dan orang lain, kikir, kufur nikmat, tidak bersabar, malas beribadah, malas bekerja dan malas bercinta. Suami dan isteri adalah ladang pahala, keruklah ladang pahala itu dengan gegas dan tangkas, dan berlarilah bersama untuk menggapai rezeki yang berkah.

Pernikahan adalah penyempurna agama. Keberadaannya tidak hanya berfungsi sebagai fasilitas halalnya hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan. Pernikahan memiliki fungsi yang sangat banyak. Fungsi-fungsi mencakup fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta, kasih, perlindungan, fungsi reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan juga fungsi pembinaan lingkungan. Semua fungsi itu dalam Islam dikenal sebagai hikmah.

Pernikahan membutuhkan kedewasaan, ilmu, dan kesadaran spiritual. Sebab, untuk memahami nilai dan hikmah yang terkandung di dalamnya, kita membutuhkan modal tiga unsur tersebut. Tiga modal tersebut akan mengantarkan kita pada niat, cara, dan tujuan yang benar. Jika niat, cara, dan tujuan kita sudah tepat, tidak melanggar syariat Islam, niscaya kita akan mereguk nikmatnya pernikahan.

Jangan pernah ragu pada rezeki yang akan kita dapat saat menikah nanti. Kita tidak sedang berorientasi mencari rezeki berupa harta yang berlimpah saja. Orientasi itu terlalu sempit. Sebab, ada banyak rezeki yang nilainya jauh lebih besar dari sekadar materi, seperti kesehatan, kerukunan, keimanan, ketentraman hati, kemanfaatan, dan lainnya. Memang, kita tidak memungkiri bahwa materi juga sangat kita butuhkan, tetapi itu bukanlah satu-satunya kenikmatan. Asalkan kita mengindahkan syariat Islam, bekerja semampu kita, memberi kemanfaatan sebanyak-banyaknya, dan memasrahkan semua hasil dan keadaan kepada Allah Swt Sang penentu kehidupan, Insya Allah pernikahan kita akan senantiasa di bawah pengawasan, pertolongan, dan perlindungan-Nya.

Satu lagi hadir di antara kita buku yang berjudul “Sudah Nikah, Kok Tetap Miskin?” Buku yang bisa menjadi jawaban bagi orang-orang yang betah berlama-lama untuk membujang. Tidak ada keraguan akan rezeki dari Allah bagi yang menikah, bahkan Allah akan memberi kekayaan yang fantastis. Namun, jika masih seret rezeki dan jauh dari keberkahan hidup perlu kita kaji mulai dari niat awal nikah dan kehidupan pascamenikah. Apa yang masih salah harus diperbaiki, apa yang sebaiknya dilakukan suami isteri. Buku setebal 223 halaman ini memberi jawaban secara komprehensif atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Nikmat Allah sangat luas bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya.

Selamat membaca!

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.00 out of 5)
Loading...
Lahir di Rembang pada 11 Oktober 1988, pada saat Aliyah nyantri di Perguruan Islam Mathali'ul Falah Kajen Pati, dan meneruskan kuliah di IIQ Jakarta sambil menghafalkan Al-Qur'an dan kini istri dari H.MA.Ahmad Fathur Rahman SH. Ibu dari MA.Ashim Asyrafuddin. Sebagai ibu rumah tangga yang kadang-kadang menulis di media.

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization