Update Status Ibadah di Media Sosial, Riyakah?

Ilustrasi. (Foto: unipd-centrodirittiumani.it)

dakwatuna.com – “Alhamdulillah, waktunya berbuka shaum sunnah!”

“Akhirnya selesai juga tarawihnya.”

“Juma’tan dulu!”

“Senangnya berbagi dengan anak yatim!”

“Waktunya melempar Jumrah!”

“Alhamdulillahh, bisa shalat di Masjid Nabawi!”

Pernahkah Anda membaca status yang mirip bunyinya seperti di atas? Entah di Facebook, Twitter dan banyak sosial media lainnya.

Sekilas memang tak ada yang salah dengan status tersebut. Tapi jika kita mau merenungkan lebih dalam, sebaiknya berhati-hati jika suatu saat Anda ingin membuat status sejenis. Anda bisa terkena dosa riya. Tak percaya?

Sudah bukan perkara baru lagi, bahwa sosial media digunakan oleh penggunanya untuk menunjukkan eksistensi diri baik dari status yang dibagi mengenai kehidupan sehari-hari, ataupun lewat foto yang diunggah untuk menunjukkan aktivitas terakhir dari pemilik akun yang bersangkutan.

Status yang dibagi ini kadang tak kenal tempat dan waktu. Tak memisahkan mana yang penting atau tidak untuk di-share. Celakanya, hampir semua orang pengguna sosial media melakukan hal yang sama. Karena memang itulah gunanya sosial media diciptakan, yaitu untuk mem-posting apapun yang ingin mereka bagi.

Nah, untuk status atau foto yang memiliki unsur ibadah sebaiknya kita wajib waspada. Apa pasal? Bisa jadi status atau foto yang kita bagi, merupakan tipu daya dan bujukan setan yang hendak menjerumuskan kita pada dosa yang tersembunyi atau tersamarkan yaitu penyakit hati yang lazim disebut riya.

Mungkin kita memandang baik suatu perbuatan tanpa menyadari ada unsur-unsur dosa yang menyertainya. Khusus mengenai status atau foto bermuatan nilai ibadah ini dosa penyerta itu adalah termasuk syirik kecil yaitu sum’ah atau riya yang menghanguskan pahala dan amal pelakunya karena beramal shalih bukan karena Allah, semata-mata ingin mendapat pujian di mata manusia, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al Baqarah ayat 264 yang berbunyi;

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”

Betapa ruginya kita saat pahala ibadah itu harus musnah hanya gara-gara status atau foto yang di-share itu mengandung unsur riya di dalamnya.

Dan ingat, tak semua manusia memandang positif apa yang kita lakukan. Bagi sebagian orang status ibadah seperti itu mungkin saja bisa jadi pengingat atau penyemangat untuk lebih giat beribadah dan dipandang sebagai seruan dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar. Tapi bagi mereka yang berpenyakit hati, bisa saja akan menimbulkan iri, dengki, kecemburuan dan kesenjangan sosial.

Jadi, agar tak menimbulkan kemudharatan baik bagi diri kita maupun orang lain, alangkah baiknya jika status dan foto bernilai ibadah tak perlu dibagi atau diunggah. Ibadah kita yang tahu cukup Allah. Insya Allah kita terhindar dari penyakit riya atau sum’ah.

Wallahu ‘alam Bishawwab

Penulis tinggal di Cikarang, Bekasi. Aktif menimba ilmu kepenulisan di Komunitas Bisa Menulis, grup menulis FB bentukan Isa Alamsyah dan Asma Nadia. Juga aktif mengikuti kelas menulis di bawah naungan Forum Lingkar Pena (FLP) Bekasi. Sekarang menjadi penggiat dan penikmat literasi.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...