Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Ini Mustahil.. Tapi Bukan Bagi-Nya

Ini Mustahil.. Tapi Bukan Bagi-Nya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (zukreenazulkeplee.blogspot.com)
Ilustrasi. (zukreenazulkeplee.blogspot.com)

dakwatuna.com – Siang itu hari begitu cerah. Angin berhembus menggoyangkan pohon-pohon di sekitar taman itu yang banyak dikunjungi orang-orang setiap harinya. Banyak anak-anak yang berkejar-kejaran di taman itu dengan raut wajah bahagia. Tidak sedikit pengunjung taman tersebut yang tersenyum melihat tingkah anak-anak tersebut. Hari itu sungguh hari yang begitu menentramkan hati orang-orang yang datang berkunjung. Terlihat dua anak laki-laki duduk di bawah pohon yang paling besar di taman tersebut.

“Hei zak! Aku baru ingat nih, ada foto yang mau aku tunjukan kepadamu. Udah lama mau aku nunjukin ke kamu tapi baru hari ini bisa bertemu. Aku ambil dulu ya” Harun berdiri dan mencari tasnya untuk mengambil foto tersebut.

“Eh bikin kaget aja kamu har, foto apa sih?” tanya Zakaria bingung.

“Nah ini dia, kamu harus lihat ini zak!” ucap Harun penuh semangat.

Pada foto tersebut ada Harun dan Hagia Sophia dibelakang. Foto ini diambil satu bulan yang lalu ketika Harun berkunjung ke Istanbul, Turki. Harun berhasil mendapatkan beasiswa s1 ke Turki dan melakukan registrasi ulang bulan lalu. Harun dan Zakaria adalah teman akrab sejak SD sampai SMA. Mereka sekarang sudah kelas XII dan telah menempuh UN. Mereka memiliki impian melanjutkan s1 ke Turki. Impian mereka sebenarnya telah tertanam ketika kelas III SD.

“What!? Itu kamu har di foto? Bukankah itu Hagia Sophia? Hei hei kapan kamu ke Turki? Kok gak bilang aku? Kamu lulus tes tulis University of Istanbul gelombang s1?” tanya Zakaria terkejut.

“Alhamdulillah, aku lulus tes tersebut. Aku sengaja gak kasih tau kalau aku ke Turki agar kamu terkejut hehe” jawab Harun tertawa.

“Aaaargh dasar, doakan ya besok” Zakaria tersenyum.

“Semoga pengumuman tes University of Istanbul gelombang kedua besok memberikan kabar gembira untukmu zak” Harun mengeluarkan pen dari dalam tas miliknya.”

“Aamiin, doakan aku lulus ya. Turki adalah impian kita dari SD. Bisa menginjakkan kaki di tempat penaklukan Muhammad Al-Fatih adalah sungguh luar biasa” Zakaria tersenyum sambil memandang langit.

“Iya, ini adalah impian kita sejak lama. Kita pasti akan mencapainya sebentar lagi zak, tentu dengan izin-Nya. Zak berikan tanda tanganmu di foto ini. Aku sudah tangan dan sekarang giliranmu” Harun memberikan pulpen.

***

Hari berlalu dan tiba saatnya pengumuman tes University of Istanbul gelombang dua. Zakaria ternyata lulus pada tes tersebut. Harun dan Zakaria sangat bahagia karena impian yang sudah dari kecil mereka cita-citakan akhirnya sebentar lagi akan tercapai. Malam hari keesokan harinya setelah pengumuman, mereka membeli banyak sekali nasi bungkus. Mereka memang sejak awal sudah berniat membagikan nasi bungkus kepada orang-orang miskin di jalanan. Ini sebagai rasa syukur kepada Allah atas kesuksesan mereka ke Turki. Malam itu gerimis tetapi mereka tetap membagikan nasi bungkus di tempat-tempat pembuangan sampah. Biasanya banyak orang miskin di tempat pembuangan sampah yang mencari barang bekas yang berguna untuk dijual. Mereka adalah orang yang miskin tapi tidak mengemis. Harun dan Zakaria pun selesai membagikan nasi bungkus tersebut. Hujan turun dengan lebat dan mereka berteduh di sebuah masjid. Harun mengeluarkan foto Turki yang sudah ada tanda tangan Zakaria dan Harun. Harun menuliskan 19;3-9 pada bagian kanan bawah foto tersebut.

“Zak kamu simpan ya foto ini” Harun tersenyum.

“Foto yang tadi ya, oke terima kasih har” Zakaria terlihat sangat bahagia.

Tiba saatnya keberangkatan mereka ke Turki. Mereka akhirnya sampai di Turki dengan selamat. Sudah tidak terbayangkan lagi bagaimana kebahagiaan mereka berdua. Mereka tersenyum sambil menangis ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah Turki.

“Har bukankah ini Turki?” wajah Harun penuh kesyukuran.

“Iya, kau benar sahabatku” Zakaria tersenyum.

Perkuliahan di University of Istanbul telah dimulai. Setelah 2 bulan perkuliahan berlangsung, Zakaria mulai bersikap aneh. Zakaria jarang membalas dan mengangkat telepon dari Harun. Setiap kali bertemu dengan Zakaria, harun langsung disambut dengan sikap cuek. Terlihat Zakaria sudah sibuk dengan teman-teman barunya. Zakaria sering mengatakan kepada Harun bahwa ia lebih senang dengan teman barunya yang sekarang. Tentunya hal ini membuat Harun kecewa dan malas ingin bertemu dengan Zakaria lagi. Tapi Harun tetap menganggap Zakaria sebagai teman baiknya.

“Zak, jika kamu bahagia dengan teman barumu yang sekarang maka akun pun turut bahagia” ucap Harun dalam hati. Ada sedikit tetesan air mata yang keluar.

Sudah 1 tahun Harun dan Zakaria tidak pernah bertemu. Pada suatu hari terlihat Zakaria mengunjungi sebuah rumah sakit. Terlihat senda gurauan antara Zakaria dengan seorang dokter. Sepertinya Zakaria telah lama akrab dengan dokter tersebut. Zakaria memang sudah lama dan sering ke rumah sakit ini untuk bertemu sang dokter. Ternyata sudah lama Zakaria mengidap kanker dan baru diketahuinya semenjak awal perkuliahan di Turki. Kini penyakit kanker itu sudah semakin parah.

“Dok, umur saya tinggal 3 minggu lagi ya?” tanya Zakaria tersenyum.

“Iya, kamu benar nak. Hanya tersisa sekitar 3 minggu lagi. Aneh, kenapa kamu tersenyum padahal umurmu sudah tidak lama lagi?” tanya beliau bingung.

“Saran dokter berhasil. Sepertinya sahabatku tidak akan tahu ketika aku meninggal nanti” Zakaria tersenyum menahan tangis.

“Berarti sekarang hubungan persahabatanmu dengan Harun sudah jauh. Semua rencana kita berjalan sukses dan tidak ada hal yang mencurigakan ya” ucap dokter dengan ekspresi penuh empati.

“Iya benar dok, dok apakah penyakit ini mustahil untuk disembuhkan?” tanya Zakaria.

“Kamu sudah menanyakan ini berulang kali. Tak ada satu orang pun yang selamat jika terkena penyakit ini. Setidaknya kamu sudah melakukan yang terbaik kepada orang-orang, bersabarlah nak” ucap dokter menghibur.

“Terima kasih dok” Zakaria tertunduk tak kuat lagi menahan tangisnya.

Zakaria mengunjungi rumah sakit tersebut 3 hari kemudian. Wajah sedih terlihat dari wajah Zakaria ketika keluar dari rumah sakit. Tidak disangka ternyata Harun melihat Zakaria. Harun secara diam-diam mencari tau apa yang dilakukan Harun di dalam rumah sakit. Akhirnya, Harun mengetahui bahwa Zakaria menderita kanker yang akan merenggut nyawanya tak lama lagi.

“Kamu teman yang luar biasa zak, ternyata kau menjauh karena ini” ucap Harun dalam hati. Harun menangis tersedu-sedu.

Keesokan harinya Harun pergi ke rumah sakit tersebut. Harun berhasil bertemu dengan dokter yang mengobati Zakaria. Harun saat itu membawa amplop yang akan diberikan kepada sang dokter. Harun masuk ke dalam ruangan sang dokter dan duduk di hadapan beliau.

“Dok, tolong berikan ini kepada Zakaria” ucap Harun.

“Kamu siapa dan apa ini?” jawab dokter heran.

“Ini adalah resep obat untuk kesembuhan Zakaria. Tolong sekali disampaikan ya dok kepada Zakaria. Saya minta tolong sekali dok” ucap Harun mendesak sang dokter.

“Iya iya saya akan sampaikan tapi siapa sebenarnya Anda?” tanya dokter.

“Terima kasih banyak ya dok” Harun langsung pergi tanpa mengenalkan dirinya.

Beberapa hari kemudian Zakaria mengunjungi rumah sakit lagi dan bertemu dengan sang dokter. Zakaria bercakap panjang lebar dengan sang dokter. Saat Zakaria ingin pulang, sang dokter menyuruhnya jangan pulang dulu.

“Nak tunggu sebentar ya” dokter mencari amplop dari Harun di dalam tas miliknya.

“Ada apa dok?” tanya zakaria.

“Nah ini dia, ini untukmu” ucap dokter.

“Apa ini dok?” tanya Zakaria heran.

“Ada seseorang yang menitipkan amplop itu tapi ia langsung pergi tanpa mengenalkan diri. Dia bilang itu adalah resep obat untuk kesembuhanmu. Yaa mungkin hanya orang iseng, penyakitmu ini mustahil disembuhkan, semangat melakukan yang terbaik nak!” ucap dokter menyemangati.

“Dokter benar, mungkin hanya orang iseng, terima banyak dok” ucap Zakaria.

Malam hari telah tiba. Zakaria bangun tengah malam dan melaksanakan tahajud. Setelah salat, hatinya tergerak untuk membuka amplop tersebut. Lalu dibukalah amplop tersebut dan Zakaria terkejut. Amplop itu bertuliskan “Perhatikan baik-baik foto Turki yang diberikan oleh sahabatmu”. Zakaria sadar bahwa Harun lah yang memberikan amplop tersebut. Zakaria mulai sedih karena akhirnya sahabatnya tahu akan penyakitnya. Zakaria merasa gagal dengan usahanya selama ini. Lalu Zakaria melihat kembali foto dari sahabatnya tersebut. Zakaria menangis karena mengingat masa lalu persahabatan mereka dulu. Tidak lama kemudian Zakaria melihat ada yang aneh di kanan bawah foto tersebut. Di sana ada tulisan 19;3-9. Zakaria mulai bertanya-tanya maksud dari tulisan ini. Tiba-tiba dia sadar bahwa itu adalah surah dalam Al-Qur’an, surah Maryam (19) ayat 3-9. Selanjutnya dia membaca terjemahan surah dan ayat tersebut. Setelah membacanya, seketika itu meledaklah tangis darinya. Malam tahajud yang begitu tentram tersebut diselingi tangis Zakaria kepada Sang Pencipta.

“Ya Allah apa Engkau benar-benar bisa melakukan ini . . . . Ya Allah apa Engkau benar-benar bisa melakukan ini . . . . Ya Allah apa Engkau benar-benar bisa melakukan ini . . . . Ya Allah apa Engkau benar-benar bisa melakukan ini . . . .” ucap Zakaria mengulang-ulang kata-katanya sambil menangis tersedu-sedu.

“Bukankah mustahil bagi Nabi Zakaria yang sudah sangat tua dan istrinya yang mandul untuk memiliki anak? Bukankah ini mustahil? Bukankah ini mustahil?”

“Ya, benar sekali. Ini mustahil. . . ini mustahil bagi manusia tapi bukan bagi-Mu”

“Ya Allah terima kasih telah mengirim Harun kepadaku, membuatku teringat kisah Nabi Harun yang dikirim untuk membantu dakwahnya Nabi Musa kepada Fir’aun, Nabi Musa saat itu membelah lautan, bukankah ini mustahil?”

Ini mustahil bagi manusia tapi bukan bagi-Mu” Zakaria mulai berhenti menangis.

Zakaria terdiam beberapa saat lamanya. Suasana malam yang begitu syahdu dan hening dirasakan Zakaria. Tiba-tiba Zakaria kembali menangis.

“Ya Allah penyakit hamba-Mu ini mustahil disembuhkan. Engkau bisa memberikan anak kepada Nabi Zakaria yang tua dan dapat membuat Nabi Musa membelah laut. Engkau bisa mengubah yang mustahil menjadi mungkin. Kalau begitu maka penyakit ini sembuh bukanlah hal yang mustahil bagi-Mu? Zakaria menangis terisak-isak

Sejak malam itu, beberapa hari telah berlalu. Hari itu penyakit Zakaria semakin parah dan kini dia hanya bisa terbaring di rumah sakit. Hanya sekitar tinggal 10 hari sebelum Zakaria meninggal menurut dokter ahli di rumah sakit tersebut. Tapi hal ini tidak membuat Zakaria putus asa. Zakaria selalu yakin bahwa yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi-Nya. Zakaria selalu yakin bahwa penyakitnya dapat sembuh dan dia tidak henti-hentinya berdoa. Di hari itu ternyata Harun memenangkan lomba karya ilmiahnya di bidang kedokteran saat lomba di Madinah. Ada seorang dokter madinah yang sangat tertarik dengan karya ilmiah Harun. Dokter tersebut pun menghubungi Harun secara langsung dan terjadi banyak percakapan. Harun sempat menceritakan kisah sahabatnya yang sakit kanker kepada dokter tersebut. Dokter tersebut mengatakan bahwa dia ada melakukan penelitian belasan tahun terhadap Al-Qur’an. Sampai suatu hari dia menemukan obat kanker yang sangat mujarab. Hal ini belum beliau sampaikan kepada dunia karena takut penemuannya dicuri oleh barat. Karena ketertarikan dengan karya ilmiah Harun maka dokter tersebut menawarkan akan mengobati sahabatnya Harun. Perasaan takjub muncul dari dalam diri Harun.

“Ya Allah Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada yang mustahil bagi-Mu. Peristiwa hari ini adalah keajaiban dari-Mu” ucap Harun terharu

Harun segera mengatakan hal ini kepada Zakaria. Cahaya harapan mulai menerangi wajah Zakaria saat itu. Zakaria semakin yakin bahwa dirinya dapat sembuh. Keesokan harinya mereka pergi menuju Madinah untuk menemui sang dokter. Sudah dua minggu setelah pengobatan.. Kondisinya pun semakin membaik. Saat kembali ke Turki dan menemui dokter yang biasa Zakaria temui maka sang dokter terkejut.

“Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kamu sudah sembuh nak” ucap sang dokter takjub

Ini mustahil bagi manusia tapi bukan bagi-Nya” ucap Zakaria tersenyum haru

Sudah satu bulan berlalu dan Zakaria divonis benar-benar telah sembuh. Zakaria dan Harun begitu senang akan hal ini. Akhirnya setelah lama berpisah, mereka sekarang kembali bersahabat seperti dahulu.

“Zak, yuk kita pergi” ucap Harun penuh semangat

“Mau pergi ke mana har?” tanya Zakaria

“Sudah ikut saja” jawab Harun

Mereka sampai di sebuah tempat yang sangat terkenal di Turki. Tempat yang awalnya gereja tapi diubah menjadi masjid oleh Sultan Muhammad Al-Fatih setelah penaklukan Konstantiopel. Tempat itu adalah Hagia Sophia.

“Har tahukah kamu banyak mengatakan “ini mustahil” ketika Muhammad Al-Fatih ingin menaklukkan Konstantinopel?” ucap Zakaria.

“Ya, sudah ratusan tahun usaha dilakukan untuk menaklukkan Konstantinopel tapi semua gagal” jawab Harun

“Ya, benar. Penaklukan ini mustahil tapi bukan bagi-Nya” ucap Zakaria tersenyum.

Suasana kebesaran Sang Pencipta dirasakan oleh Harun dan Zakaria. Harun lalu mengajak Zakaria berfoto di tempat ini.

“Bukankah dulu kamu menunjukkan foto di Hagia Sophia? Saat itu kamu sendirian tapi tahukah kamu sekarang tidak lagi” ucap Zakaria.

“Alhamdulillah” ucap mereka tersenyum sambil memandang ke arah Hagia Sophia yang begitu indah.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

-Biro Khusus Kaderisasi Jama'ah Shalahuddin UGM 1437 H -Manajer Hayaku Steamboat and Yakiniku Yogyakarta

Lihat Juga

Pantaskah untuk Menyakitinya?

Figure
Organization