Saling “Sikat” di Antara Obat

dakwatuna.com – Salah satu dampak dari kemajuan dalam bidang farmasi yaitu semakin terkuaknya berbagai macam bahan yang bisa “disulap” jadi obat. Saat ini, tidak kurang dari 8.000 zat kimia terdeteksi memiliki kemampuan sebagai obat.

Beragam obat dengan rupa-rupa merek yang diklaim mampu menyembuhkan aneka macam penyakit pun bermunculan, yang jika ditotal jenderal, di seluruh dunia jumlahnya mencapai ratusan ribu. Di Indonesia sendiri jumlah tersebut diperkirakan tidak kurang dari 9.122 buah (merek), sementara yang sudah terdaftar di Depkes RI lebih dari 15.000 merek – selisihnya adalah yang belum beredar atau sudah tidak diproduksi lagi.

Di satu sisi keadaan ini tentunya menguntungkan, sebab akan memberi keleluasaan pada dokter dalam memilihkan obat bagi pasiennya. Sialnya –mengingat jumlahnya yang “segunung” itu, hingga sangat kecil kemungkinannya andai ada dokter atau apoteker yang mampu menghafal beragam sifat yang dimiliki obat-obatan tersebut dengan detil– tidak mustahil, imbas berupa efek buruk, atau minimal perlambatan penyembuhan, bisa terjadi gara-gara ini.

Interaksi obat (drug interaction) adalah peristiwa di mana aksi suatu obat “disikat” atau dipengaruhi oleh obat lain. Situasi ini bisa terjadi manakala dua obat atau lebih (polifarmasi) dikonsumsi secara bersamaan atau hampir bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa ini semestinya sudah harus dipertimbangkan dalam praktek pengobatan sehari-hari, khususnya di tempat-tempat layanan umum semisal Puskesmas – melihat kebiasaan, umumnya setiap pasien yang datang ke Puskesmas rata-rata mendapat kurang lebih 4 jenis obat yang mesti diminum pada saat yang bersamaan.

Menurut laporan, sebagaimana dicatat Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, diperkirakan kurang lebih 7% dari kejadian efek samping obat disebabkan karena peristiwa interaksi obat, dan kurang lebih sepertiga dari pasien-pasien yang meninggal karena efek samping obat (kurang lebih 4% dari kematian di rumah sakit) dikarenakan interaksi obat.

“Beruntung”, karena kekurangtahuan atau sebab lainnya, baik dari pihak dokter, apoteker, apalagi pasien, perkara kecelakaan gara-gara interaksi obat ini jarang terungkap.

Dua Hal Penting

Proses “penyikatan” oleh presipitan (obat yang mempengaruhi) pada obyek (obat yang dipengaruhi) bisa terjadi di mana saja, di setiap episode perjalanan obat. Memang, beberapa reaksi dari interaksi tersebut ada yang diharapkan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid, yang merupakan derivat asam benzoat, dengan antibiotika penisilin, di mana probenesid bertindak sebagai presipitan dengan cara menghambat sekresi penisilin, membuatnya lebih lama bertahan dalam tubuh. Namun ada pula yang luput dari hitungan, menimbulkan situasi tidak dikehendaki, yang pada prinsipnya dapat digolongkan dalam dua hal penting:

Pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui penghambatan penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat tersebut di dalam tubuh.

Reaksi yang terjadi pada tahap absorpsi umpamanya, seperti yang dialami beberapa antibiotika semisal tetrasiklin dan turunan fluoroquinolon oleh obat-obatan yang mengandung mineral, misalnya kalsium, magnesium, aluminium dan zat besi, hingga terjadi peng-khelat-an, yaitu pengikatan molekul obat oleh senyawa logam, membentuk senyawa yang sukar diabsorpsi atau diserap tubuh – satu penelitian mengungkapkan bahwa penurunan absorpsi antibiotika karena drug interaction dengan mineral-mineral tersebut dapat mencapai 50 hingga 75 persen. Jika ini terjadi, maka tujuan pengobatan dengan antibiotika untuk membunuh kuman penyakit di dalam tubuh akan terganggu atau bisa jadi gagal.

Demikian halnya yang dilakukan oleh norit yang bersifat menyerap racun di lambung, sifat mana biasa dimanfaatkan untuk mengurangi kembung dan diare. Repotnya, norit menyerap zat-zat di lambung hampir tak pilih bulu, hingga obat-obat yang diminum bersamaan atau dalam rentang waktu 3 – 5 jam setelah menelannya, juga akan ikut diserap. Akibatnya, penyerapan obat oleh tubuh berkurang hingga efeknya pun berkurang, atau mungkin tidak tercapai.

Kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi model ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat, bisa pula fatal.

Contohnya aksi yang dilakukan antibiotika Rifampicin, yang biasa dikonsumsi penderita TBC, pada berbagai pil kontraseptif. Kaum ibu yang menggunakan pil KB sebaiknya berhati-hati, sebab kombinasi ini bukan hanya mampu bikin khasiat pil KB-nya “tumpul”, lebih parah lagi, bisa meningkatkan risiko terjadinya perdarahan.

Begitu pula yang dilakukan obat-obat antihistamin atau antialergi, yang kerap “diselipkan” dalam obat flu atau batuk, pada obat-obat penenang atau yang bekerja menekan sistem syaraf pusat seperti luminal dan diazepam. Interaksi yang terjadi bisa memicu efek penekanan pada sistem syaraf pusat secara berlebihan.

8 “Jurus” Selamat

Tidak bisa tidak, supaya selamat, terhindar dari kecelakaan akibat interaksi obat, baik dokter, apoteker, maupun pasien harus mau belajar “jurus” selamat.

Jika dirinci, “gerakan-gerakan” yang mesti dilakukan lebih kurang ada 8 “jurus”, yaitu:

  1. Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya, serta minim efek negatifnya.
  2. Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek pengobatan yang dilakukan.
  3. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan, untuk menilai ada tidaknya efek toksik dari salah satu atau kedua obat.
  4. Setiap pusat pengobatan, apakah itu rumah sakit, puskesmas atau praktek dokter pribadi, dan juga apotek, sebaiknya atau bahkan seharusnya memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat data interaksi obat. Agar berbagai macam obat yang diberikan kepada pasien dapat diperhitungkan terlebih dahulu dengan seksama kemungkinan interaksinya.
  5. Sebaiknya tetap menyimpan daftar terbaru semua obat yang kita pakai. Termasuk vitamin, obat jamu, makanan kesehatan, atau obat bebas lainnya, dan bawa daftar ini setiap kali kunjungan ke klinik untuk diperlihatkan pada dokter atau apoteker.
  6. Bila mendapat obat baru, selalu tanyakan kepada dokter atau apoteker kalau-kalau terjadi interaksi dengan obat lain, yang sedang dikonsumsi.
  7. Penting diperhatikan, agar setiap pasien hanya meminum obat yang diresepkan khusus untuk dirinya sendiri, tidak ditambah suplemen, jamu atau apalagi obat-obat lain, meski dari pengalaman orang lain hal itu menguntungkan.
  8. Pasien atau keluarganya juga sebaiknya tidak malas dan tidak bosan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang berbagai obat yang dikonsumsinya. Informasi tentang obat dan interaksi obat ini dapat ditanyakan pada dokter yang memberikan resep, pada apoteker di apotek, atau dapat mencari sendiri di buku-buku farmasi dan kesehatan, maupun di pusat-pusat data interaksi obat yang dapat dipercaya, yang beberapa di antaranya dapat diakses melalui internet.

Pustaka:

  • Harkness, Richard ; “Interaksi Obat” ; Penerbit ITB, Bandung, 1989.
  • Tjay, Tan Hoan, DRS & Kirana Rahardja, DRS ; “Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya” ; PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007.
  • Fieldhouse, Robert ; “ Peranan interaksi obat pada gagalnya terapi (Sumber: Aids Treatment Update Issue 88, April 2000)” ; http://www.aidsmap.com/files/file1000670.pdf akses tgl 13/7/2008.
  • Sinaga, Ernawati, DR., MS Apt ; “Interaksi antara beberapa obat (Drug Interaction)” ; http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=172&Itemid=3 akses tgl 13/7/2008
  • Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ; “Interaksi Obat Dalam Klinik” ; http://www.farklin.com/images/multirow3f27254ed94ab.pdf akses tgl 13/7/2008.
  • ……….; “Obat Sahabat atau Musuh” ; http://www.pfizerpeduli.com/article_detail.aspx?id=28 akses tgl 03/07/08.
  • ………..; “Interaksi Obat” ; http://www.stifar.ac.id/Interaksi-Obat.php akses tgl 03/07/2008

Penulis buku "Ayat-Ayat Sehat" dan "Diet Islami"
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...