Topic
Home / Narasi Islam / Politik / Tiga Modal Membangun Peradaban

Tiga Modal Membangun Peradaban

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: safruddin.wordpress.com)
Ilustrasi. (Foto: safruddin.wordpress.com)

dakwatuna.com – Alangkah bijaknya jika setiap kita memepelajari konsepsi peradaban. Dengan mempelajarinya setidaknya pandangan hidup kita tidak sempit, cita-cita kita tidak kerdil dan kerja kita tak terputus. Peradaban dalam definisi filsuf Yunani adalah kehidupan kota yang maju hampir selaras dengan definisi dari para ulama bahwa peradaban adalah Madinah (kehidupan madani). Kata Madinah sendiri adalah berarti kota. Masyarakat kota yang masyarakatnya telah tercerahkan dengan tingginya spirit keimanan dan tergandrungi dengan ilmu dan teknologi. Jika ada yang mencita-citakan peradaban maka selayaknya ia belajar tentang modal dalam membangun peradaban. Setelah tahu, maka terarahlah kerja-kerja visionernya.

Modal pertama adalah tanah. Maksudnya adalah sumber daya alam. Apa pun kondisi alamnya ketika ia punya tanah maka ia mempunyai tempat berpijak. Tak hanya tempat berpijak dari tanah ia bisa menanam sesuatu yang bisa tumbuh. Entah menanam sumber makanan atau mendirikan bangunan tempat hidup. Sejarah mencatat bagaimana antar kelompok manusia, antar bangsa, suku, mencetuskan peperangan untuk merebut tanah. Bahkan di abad ke-19 terjadi perang dunia yang salah satu penyebabnya adalah perebutan tanah. Hari ini masih ada penjajahan umat Islam di Palestina oleh Zionis Israel. Di Palestina masih berlangsung perebutan tanah yang sudah tak terhitung nyawa dan darah yang dikorbankan.

Jelaslah bahwa tanah menjadi salah satu modal untuk membangun peradaban. Manusia telah mengemban amanah dari Allah SWT untuk mengelola bumi sebagai khalifah fil ardhi. Sepanjang sejarah manusia dari satu generasi ke generasi lain silih berganti membangun peradaban di atas tanah. Manusia diberi kemampuan untuk mengelola sumber daya alam dengan baik sekaligus manusia juga sering melakukan kerusakan di muka bumi. Adam AS diberikan kelebihan dari malaikat yaitu manusia mampu menghafal dan mengenali nama-nama mahluk Allah SWT yang ada di bawah sekaligus dipermukaan bumi. Modal tanah (sumber daya alam) bukanlah modal satu-satunya, fakta membuktikan beberapa kelompok manusia yang bertempat tinggal di suatu tempat yang mempunyai sumber daya melimpah namun belum mampu menghadirkan kehidupan kota (peradaban). Termasuk tidak bisa dipungkiri hal ini yang terjadi untuk Indonesia saat ini.

Modal kedua untuk membangun peradaban adalah manusia. Manusia adalah operator teknisi sekaligus desainer sebuah peradaban. Semakin berkualitas manusia maka semakin tinggi peluang untuk mendirikan peradaban. Di Madinah di kala Rasulullah SAW bekerja keras membangun kualitas manusia dapat disaksikan bahwa manusia-manusia terbaik terlahir di sana. Kerja membangun kualitas pribadi-pribadi manusia senantiasa menjadi prioritas sebelum membangun yang lain. Islam membingkainya dalam konsepsi ahlak. Tugas Rasulullah adalah menyempurnakan akhlak dan dengan inilah Rasulullah SAW meniti kerja-kerja peradaban.

Modal manusia ini bisa d bilang lebih penting daripada dengan modal yang pertama yaitu tanah. Jika dianalogikan semisal ada dua masyarakat di tempat yang berbeda kemudian ke dua masyarakat ini di minta untuk bertukar tanah atau bertukar tempat. Masyarakat yang tinggal di pedalaman dengan berbagai ketertinggalannya kemudian bertukar tempat dengan masyarakat kota Tokyo. Maka yang terjadi adalah Tokyo akan lumpuh jika ditinggali oleh masyarakat yang buta dan jauh dari nilai peradaban. Sebalikanya masyarakat Tokyo akan merubah daerah pedalaman dalam waktu beberapa tahun menjadi kota yang canggih. Oleh karena itu fokus kerja memabangun kualitas manusia ini sangat penting. Jika kita mendambakan Indonesia menjadi peradaban yang gemilang maka langkah konkret yang semestinya dilakukan adalah membangun kualitas manusia Indonesia itu sendiri.

Sekarang sering dilakukan survey kemajuan suatu kota di Indonesia dibandingkan dengan kota lain, ada tolak ukur yang sering di istilahkan indeks pembangunan manusia. IPM ini senantiasa menjadi bagian yang dihitung dalam proses penilaian kemajuan suatu daerah. Membangun kapasitas manusia baik secara jasmani, pemikiran dan spiritual harus dilakukan seimbang. Agar peradaban yang di bentuk dari bahan manusia dapat berlangsung lama dan pengaruhnya kuat. Jepang bahkan sengaja membuat program perbaikan gizi agar anak-anak Jepang secara fisik, kebugaran, bahkan tinggi badan tidak kalah dengan orang-orang Eropa. Juga aspek spiritual sangat penting karena masyarakat kota akan mudah dijangkiti dengan berbagai penyakit jiwa. Ketika telah terjangkiti berbagai gangguan penyakit jiwa dan lemahnya spirit maka tinggal menunggu waktu saja peradaban itu akan segera hancur dan kembali kepada zaman kegelapan.

Modal yang ketiga dalam membangun peradaban adalah waktu. Ada kata bijak yang cukup terkenal di Eropa sana. Istilah itu berbunyi “Roma tidak dibangun dalam semalam”. Maksudnya saya kaitkan bahwa untuk membentuk peradaban ini perlu proses menghabiskan waktu yang bisa jadi cukup lama. Maka perlu kesabaran dalam meniti kerja-kerja peradaban. Bisa jadi kita yang jerih payah membangun peradaban namun kita tak sampai untuk menikmati kegemilangannya karena mungkin kita sudah lama mati dan anak cucu kita yang menikmati kegemilangan itu. Jauh sebelum lahir generasi hebat Shalahuddin Al Ayyubi. Seorang yang bernama Syaikh Abdul Qadir Jailani meniti kepayahan untuk membuat formula kurikulum pendidikan, mendirikan madrasah-madrasah yang akhirnya tiba saatnya terlahirlah generasi hebat itu.

Inilah modal dalam membangun peradaban. Semoga kita senantiasa tak kenal lelah untuk mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki untuk menjadi bagian dalam proses membangun peradaban yang gemilang. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton dalam lahirnya kegemilangan. Kita selayaknya menjadi bagian yang senantiasa memberikan apa yang kita miliki untuk membangun peradaban. Mungkin kita tak sempat menyaksikan kemegahan dan kegemilangan peradaban yang kelak akan berdiri kokoh di negeri ini. Namun cukuplah kita menjadi leluhur yang kelak akan dikenang sebagai pejuang dan sebagai leluhur yang di banggakan oleh anak cucu kita Insya Allah.

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Ketua Yayasan Profetik Muda Indonesia.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization