Topic
Home / Berita / Opini / Super Humas

Super Humas

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Wasekjen PKS Fahri Hamzah, Ketua DPW PKS Lampung Gufron Azis Fuadi, Kabid Humas PKS Mardani Ali Sera dan Staff Ahli Bid. Pemerintahan Prov. Lampung Syarif Anwar dalam pembukaan acara PR Summit PKS 2014. (pks.or.id)
Wasekjen PKS Fahri Hamzah, Ketua DPW PKS Lampung Gufron Azis Fuadi, Kabid Humas PKS Mardani Ali Sera dan Staff Ahli Bid. Pemerintahan Prov. Lampung Syarif Anwar dalam pembukaan acara PR Summit PKS 2014. (pks.or.id)

dakwatuna.com – Pasca diadakannya PR Summit PKS beberapa waktu lalu, tugas kehumasan memiliki posisi sekaligus tanggung jawab yang lebih urgen.

Kita berada pada era teknologi informasi, di mana perang pemikiran (ghazwul fikri) sebagai sarana untuk mewujudkan gagasan dan kepentingan kian dominan, menggeser peran perang secara fisik. Problematika kehidupan tidak melulu diselesaikan dengan cara-cara fisik yang kasat mata, tetapi lebih banyak diselesaikan secara soft. Perang informasi tak kalah dahsyat dengan benturan secara fisik, menimbulkan efek yang dampaknya bisa memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan, meski dalam bentuk lain.

Pada tataran ini, peran humas tak ubahnya adalah prajurit yang menempati garda terdepan medan pertempuran. Humas menjadi ujung tombak dalam pertempuran memperebutkan opini publik, membangun citra dan pengaruh. Memainkan media, menjadi sebuah peran signifikan yang berlangsung hampir tak kenal henti.

Tetapi yang harus diperhatikan, saat ini kita bukan hanya berada pada era kecanggihan teknologi nyata yang menakjubkan, tetapi kita juga berhadapan dengan kecanggihan teknologi pemikiran, baik metode maupun sarana-sarananya. Kecanggihan teknik dalam merumuskan strategi dan memainkan isu untuk memenangkan perang opini, berada pada level yang lebih rumit dari masa-masa sebelumnya.

Pada pergulatan model ini, kita berhadapan dengan intrik dan permainan, penuh dengan tipu daya dan jebakan. Seringkali arah para pembuat kebijakan tak bisa lagi dimengerti oleh mayoritas publik, termasuk hal-hal menyangkut kepentingan publik itu sendiri, bahkan lebih banyak berlangsung tanpa disadari oleh mereka. Demikian pula ketika harus berhadapan dengan upaya memanipulasi opini publik untuk agenda dan tujuan tertentu. Di antara pergulatan tersebut, banyak kepentingan besar dipertaruhkan.

Sebanding dengan besarnya tantangan, upaya yang dipersiapkan tidak bisa asal-asalan. Bukan sembarang humas, tetapi memiliki daya upaya yang lebih, kemampuan untuk melampaui tantangannya. Memiliki kemampuan memahami situasi, mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan solusinya dengan tepat, untuk memenangkan sebuah perang informasi.

Bukan hanya menyampaikan, tetapi bisa mengukur sejauh mana efektifitasnya, agar bisa dicerna oleh publik. Merubah mindset orang lain, mengambil hati manusia, apalagi membentuk opini publik, bukan merupakan persoalan yang sederhana. Perlu untuk memahami tabiat manusia secara utuh. Sekaligus berhadapan dengan realitas situasi, bahwa mayoritas publik berada dalam kondisi mis-informasi.

Bukan dalam perspektif penyampai informasi, tetapi sejauh mana penerima informasi bisa menerimanya. Tidak bisa seseorang mengasumsikan orang lain adalah dirinya, pemahaman penerima informasi tak bisa seutuh pelaku informasi.

Bukan sekadar membawakan suatu kebaikan, tetapi mengemasnya dengan baik, agar tidak menghasilkan citra yang justru berkebalikan. Di antara pertarungan hitam putihnya dunia, sesuatu yang buruk sekalipun, memungkinkan meraih simpati publik ketika dikemas secara elegan.

Bukan soal kerasnya suara, tetapi sejauh mana bisa didengar. Bukan hanya menjadi angin lalu, tetapi sejauh mana bisa membekas. Ketika hal-hal kecil bisa diblow-up, ketika perhatian publik bisa dialihkan oleh hal-hal yang tidak urgen, tersesat pada upaya memanipulasi opini, dan ketika ketimpangan informasi membelit penguasaan opini publik.

Adakalanya harus bergerak dalam senyap, mengecoh lawan. Adakalanya harus melawan arus dan menyiasati keterbatasan. Ketika sasaran tak mungkin diambil, ia harus dicuri. Biarpun enggan untuk menempuh cara-cara licik, mestinya mampu untuk bersikap cerdik.

Di balik gerak-gerak yang tampak, lebih banyak dibutuhkan dan ditentukan gerak-gerak dalam senyap. Karena bukan hanya persoalan bergerak, tetapi persoalan menggerakkan orang lain.

Berada dalam kondisi melawan arus, di antara permainan, drama dan sandiwara kehidupan. Tidak mudah untuk memahami situasi yang telah berlangsung dan membaca langkah kompetitor, apalagi memprediksi langkah ke depan yang tengah dirumuskan. Jika tidak, akan dengan mudah terseret arus, terbawa pada langkah yang reaktif, bukan mendesain alur permainan.

Urgensi humas, tujuan dan tantangannya, tentunya juga harus sinergis dengan bidang-bidang yang lain, beserta upaya menyiapkan sarana-sarana penunjangnya. Perlu policy yang mengorganisir dengan baik. Sebesar apapun aset dan potensi yang tidak terarah secara efektif, bisa tersesat pada jebakan-jebakan suatu permainan, dan justru akan menjadi blunder yang menguntungkan lawan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.

Lihat Juga

PKS Gencar Bantu Korban Gempa dan Tsunami Sulteng

Figure
Organization