Topic
Home / Pemuda / Puisi dan Syair / Memperhatikan Kemunafikan Umat

Memperhatikan Kemunafikan Umat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com

Aku melihat banyak kekeliruan, dari mereka yang menamai jiwanya Islam.
Mereka yang berseragam tapi tidak berusaha menjadikan dirinya pantas dengan apa yang dipakainya.
Merasa bahwa manusia mutlak tempatnya salah & lupa, jadi wajar saja.
Tanpa ada pembenaran, tanpa ada perbaikan, atau sekadar niat menjadi makhluk yang lebih punya harga.
Memalukan.

Aku mendengar mereka berkoar tentang firman Tuhan.
Tentang apa yang dikata halal dan haram, tentang mana perkara yang benar atau salah yang tidak boleh dilakukan.
Setelahnya, mereka sendiri yang mempraktekkan.
Kacau.

Aku mencium aroma kebencian, dari banyak orang pada sebagian manusia lainnya.
Entah pria atau wanita, atau lebih pantas disebut jantan dan betina.
Yang katanya ukhuwah Islamiyah harus dijunjung tinggi.
Tapi fitnah dan rasa benci ditebar ke sana kemari, bahkan pada saudara sesama Islam.
Bangga dengan kesalahan yang orang lain buat.
Merasa benar dengan segala munafik yang disembunyikan.
Ironis.

Aku memperhatikan satu demi satu yang terlihat baik.
Merasa iri hingga berusaha menyamai.
Tapi lama-kelamaan, perhatianku dibuat kecewa dengan kebusukan yang perlahan terungkap.
Yang punya nama A, B atau C, sama saja bentuknya.
Menyedihkan.

Aku mendekat, pada mereka yang aku percaya.
Yang membawa nama Tuhan dalam sumpahnya, membuatku nyaman dalam keterbukaan.
Sedetik kemudian, fitnah merajalela.
Oh manusia, mulutmu harimaumu.
Munafik.

Aku hormat pada mereka yang berilmu seluas samudera di dunia,
Atau seluas angkasa raya.
Aku kagum, aku iri, merasa kerdil di hadapan mereka saat ilmuku diuji, tak sebanding.
Tapi dalam nyata, aku sadar, ilmu dalam otaknya hanya sekadar teori,
Full text tanpa realisasi.
Sekadar tahu tapi tidak mau memahami.
Ilmunya hanya mengendap dalam otak, biar lama-lama menjadi kerak.
Bangga berilmu katanya. Bukan bangga mengamalkan ilmu.
Kasihan.

Aku membuka mata, banyak yang salah jelas bertebaran di hadapan.
Saat nama Tuhan dipermainkan.
Saat ilmu Tuhan dijadikan ukuran kebanggaan.
Saat ayat Tuhan diartikan bermacam-macam.
Saat aturan Tuhan ditawar-tawar, dikurangi atau ditambahi.
Hebat benar.

Sepertinya kini manusia sudah terlalu cerdas.
Sudah terlalu adidaya hingga tanpa malu mengatur-ngatur Tuhan.
Berani berlaku ini dan itu.
Menyepelekan yang salah dan memberatkan yang benar.
Hingga bodohnya jelas terlihat tanpa adanya iman.

Yang benar itu tidak ada, yang benar itu nol besar.
Aku menengadah dalam tenang, menatap langit yang luas, kosong.
Dalam pejam di hadap langit tanpa warna, aku menyadari keberadaan Tuhan.
Allahu akbar, Mahasuci Engkau, Mahakuasa Engkau Ya Allah.
Maka ampunilah aku dengan segenap dosa & kehinaan ini.
Ampuni aku dengan segenap sombong & kebodohan ini.
Ampuni aku dalam susah payahku menuju pada-Mu.
Laa haula walaa quwwata Illaabillaahil ‘aliyyil ‘adziim.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pelajar Abadi yang sedang menjadi Mahasiswi di Fakultas Farmasi UMS. Mahasantri di Pesantren Mahasiswa KH.Mas Mansur. Senang Menulis, Senang Mengajar. Mencari dan Membagi Ilmu untuk Ummat. Cirebon-Solo.

Lihat Juga

Khutbah Idul Fitri 1438 H: Menjaga Spirit Ramadhan, Meraih Kemenangan Pribadi Menuju Kemenangan Umat

Figure
Organization