Topic
Home / Berita / Nasional / Mantan Ketua MK Sarankan SBY Tidak Ikuti Jejak Keliru Megawati

Mantan Ketua MK Sarankan SBY Tidak Ikuti Jejak Keliru Megawati

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie.

dakwatuna.com – Jakarta. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disarankan untuk tetap menandatangani Undang-Undang (UU) Pilkada yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR, Jumat (26/9) dini hari lalu. SBY diminta untuk tidak mengikuti jejak Megawati yang pernah tidak menandatangani lima UU dimasa pemerintahannya.

“Presiden SBY jangan ikuti kebiasaan keliru pada pemerintahan Megawati, dalam masa pemerintahan Megawati, ada lima Undang-Undang yang tidak ditandatangani. Salah satunya yakni UU Penyiaran. Meski begitu, kelima UU tersebut tetap diberlakukan,” kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, Senin (29/9).

Jimly menilai, jika SBY ingin membangun tradisi baru, dia harus tanda tangan UU Pilkada. “Tapi disertai signing statement atau pernyataan pengesahan,” tambahnya.

Pernyataan pengesahan tersebut, kata Jimly, isinya adalah catatan yang berkembang setelah pengesahan UU Pilkada. Misalnya keluhan Presiden SBY dan masyarakat mengenai perubahan sistem Pilkada menjadi tidak langsung. Selain itu juga memuat catatan agar undang-undang diperbaiki untuk kepentingan rakyat.

“Semua yang ketidaksetujuan yang berkembang setelah pengesahan di DPR bisa diungkapkan tanpa menggangu proses pengesahan UU yang disetujui bersama,” jelas Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut.

Menurut Jimly, alasan mengapa SBY harus tetap tandatangan karena kop surat yang dipakai kop presiden. Kop surat tersebut diatur dalam peraturan pembentukan peraturan perundangan Nomor 12 Tahun 2011 sebagai perubahan UU Nomor 10 tahun 2004. Untuk mengubah kop surat DPR harus membuat revisi undang-undang tersebut.

“Aneh kalau Presiden tidak tanda tangan, kecuali jika ada perubahan format menjadi kop DPR. Jika demikian, Presiden bisa saja tidak tanda tangan,” ujarnya.

Karena itu, tambah Jimly, selama format undang-undang masih kop Presiden, Presiden harus tanda tangan karena sudah menyatakan setujudengan disahkannya di rapat paripurna DPR. “Sehingga tidak ada alasan Presiden untuk tidak teken,” pungkasnya. (esm/rol/abr/dakwatuna)

Redaktur: Abdul Rohim

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang suami dan ayah

Lihat Juga

MK, Sosial Media dan Etalase Demokrasi

Figure
Organization