Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Asmara Tetra Diez

Asmara Tetra Diez

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (kawanimut)
Ilustrasi (kawanimut)

dakwatuna.com

“Kriiingggg……., kriiingggg……, kriiingg…., kringgg…….”

“Astaghfirullah, jam berapa ini?”

Gadis itu melihat jam weker yang baru saja berteriak kencang. Jarum jam menunjukkan angka 06.13 pagi.

“Ya ampun, telat banget nih. Belum subuh….”

Wajahnya panik. Sibuk membangunkan tiga orang temannya yang masih terlelap tidur layaknya susunan sarden. Ia grasak grusuk dan segera meluncur ke kamar mandi.

Malam itu heboh. Di sebuah kamar tiga kali empat meter beberapa gadis berkumpul hingga larut malam. Empat orang gadis dua puluh lima tahunan yang kian nelangsa ingin menikah. Tetra diez itu nama gaul mereka. Ngalor ngidul sampai mereka lupa jalan pulang ke kamar masing-masing.

“Woooooi…., Ratri, Rina, Lusiiiii……., bangooooon…., kerja, kerja,kerja…..”

“Apaa???? Kerja????” ketiganya setengah berteriak dan langsung duduk, kompak sekali.

Tetra Diez 1

Nama lengkapnya Lusi Banowati. Umur 25 tahun 3 bulan. Status perantau single. Anak kedua dari tujuh bersaudara. Merupakan anak perempuan pertama di keluarga. Perempuan satunya lagi adalah adiknya paling bungsu yang masih berusia 3 tahun. Adik kecil yang selalu dicemburuinya.

Lusi ini ketua tetra diez yang tidak ditunjuk secara langsung. Dia menjadi ketua begitu saja karena setiap bulan uang kontrakan rumah disetor kepadanya, Lusilah yang membayarkan ke Ibu empunya rumah. Lusi juga yang handle uang keamanan dan uang iuran sampah. Segala sesuatu yang berurusan dengan kontrakan, Lusi adalah penanggung jawabnya. Bukan apa-apa, yang lain tidak mau repot. Hanya dia yang bersedia.

Lusi terkenal paling rajin dan paling sering memasak tetapi sembrono. Friendly, mudah bergaul dan suka membantu. Selalu bergerak cepat alias cekatan. Sejak empat tahun terakhir ingin sekali menikah. Tidak pernah pacaran tetapi sudah berkali kali berkenalan atau yang biasa disebut ta’aruf, entah kenapa selalu gagal. Hampir putus asa. Namun hebatnya Lusi berhasil move on lagi, berkat penyakit “pelupa”. Lupa tentang rasa kecewa dan patah hati. Dan sekarang sedang ada lagi yang mendekat. Ssttt……

Tetra Diez 2

Yang kedua dipanggil Ratri. Ratri Hayoman. Usianya lebih kecil dari Lusi hampir satu tahun. Anak ke empat dari enam bersaudara. Kalau kita melihat foto mereka berempat maka Ratri terlihat paling bersinar. Wajah tirus dan bibir tipis. Alis mata rapat bak semut beriringan. Hitam manis. Karakter hampir sama dengan Lusi tetapi lebih ceriwis. Paling pemalas, bangun selalu paling akhir dan suka terlambat ke kantor.

“Ratri, coba deh sesekali jangan bergadang pasti kamu nggak bakalan telat ke kantor….” Suatu ketika salah satu di antara mereka mencoba menasehati.

“Iya juga ya…..” jawaban ala kadarnya yang tidak akan pernah dicoba Ratri. Setiap malam terlalu sayang untuk dilewatkan tanpa sinema korea.

“sarangheooooo…….” Kalimat korea yang paling sering diucapkannya.

Tentang menikah sebenarnya Ratri masih belum memikirkannya. Katanya ia masih ingin menikmati masa lajang. Di saat yang lain sibuk membahas jodoh dan pernikahan Ratri malah bengong sambil berkata dalam hati “Kasihan teman-temanku ini………”.

Namun anehnya setiap pulang bekerja ada saja cerita tentang teman satu kantor yang mencoba menarik perhatiannya. Ya, memang banyak yang menaruh hati pada Ratri. Gadis hitam manis nan ceria. Bahkan salah satu karyawan kantornya tidak sungkan menyampaikan niatnya untuk melamar Ratri sebagai istri kedua. Ampun.

“Pengen rasanya nonjok Bapak itu….” Jelas Ratri sangat geram.

Tetra Diez 3    

Yang ketiga ini biasa saja. Seperti gadis kebanyakan. Namun ada sesuatu yang unik darinya. Apabila dia tidak mood untuk berangkat kerja maka tidak sungkan untuk bolos. Tanpa rasa bersalah. Namanya Rina Tsurayya alias Rina. Seumuran dengan Ratri.

Diantara tetra diez, Rina paling stylist. Sifat feminimnya sangat menonjol. Pakaian dan segala macam perhiasan menjadi pusat perhatiannya. Baju-bajunya bermerek. Begitu juga dengan sepatu dan tasnya. Yang lain menyebutnya sang collector tas. Bahkan tak jarang tas-tas koleksinya berjamur dan hancur begitu saja tanpa pernah dipakai. Padahal dibeli dengan harga yang cukup mahal. Ya, itulah Rina.

Status sama dengan yang lain. Perantau single. Anak bungsu dari dua bersaudara. Sebenarnya Rina anak manja. Entah apa musabab sehingga beliau memutuskan untuk merantau. Kata Lusi hanya Tuhan yang tahu.

Seperti Lusi, Rina juga sudah ingin sekali menikah.

“Kak Lusi, Rina boleh nanya nggak?” Suatu ketika di siang bolong tiba-tiba Rina bertanya.

“Rina nggak cantik ya Kak? Apa Rina tidak menarik? Kenapa tidak ada yang tertarik sama Rina ya……” begitulah pertanyaannya waktu itu.

Lusi melongo, berhenti bernafas sejenak. Yang dia tau Rina itu cantik dan menarik.

“Loh, Rina nggak nyadar ya kalau Rina cantik dan menarik? Kalaupun belum ada yang tertarik berarti Allah menjagamu dek Rina. Andai tukang ojek di depan sana tertarik sama Rina, emang Rina mau?”

Lusi dengan susah payah menahan nada suaranya supaya tidak terkesan terkejut. Lusi sendiri bukankah pernah menanyakan hal yang sama kepada dirinya sendiri? Mengingat kegagalan demi kegagalan yang menghiasi proses ta’arufnya.

“Huffhhh….pertanyaan-pertanyaan setan” Lusi menggerutu.

Tetra Diez 4

Nah yang satu ini paling berwibawa di antara yang lainnya. Layaknya seorang penasehat. Sifatnya yang tenang, kalem dan tidak banyak bicara. Tidak suka vulgar mengumbar kisah-kisah hidupnya. Lebih tertutup dibanding yang lain. Di balik diamnya, gadis satu ini suka memberikan surprise. Jangan heran bila tiba-tiba di balik bantal ada wafer chocholates, atau chiki-chiki. Pasti dia pelakunya.

Diamnya menyimpan ide-ide perekat persaudaraan. Pernah suatu ketika jam 00.00 ia tiba-tiba memberikan surprise kepada Lusi yang ternyata berulang tahun. Sebuah kue ulang tahun berukuran sedang lengkap dengan lilinnya. Sontak Lusi merasa terharu dan seketika malam itu menjadi malam yang menggemparkan kontrakan mereka. Bahkan salah seorang tetangga menggedor pintu mereka dan bertanya apakah mereka sedang berkelahi sehingga terdengar sangat bising.

Dengan malu Lusi menjelaskan bahwa dia sedang ulang tahun, mereka agak sedikit bising karna saling lempar dan saling kejar. Kuenya bukan dimakan malah ditimpuk ke wajah dan rambut. Alhasil tubuhnya pun bergelimang mentega.

Banyak aktivitas yang membuat mereka menjadi semakin dekat. Hampir semua adalah ide gadis pendiam ini. Dialah Risma. Yang paling elegan dalam berpenampilan dan paling dewasa di antara mereka. Memang beliau paling tua di antara semuanya, usianya satu tahun di atas Lusi. Dan Risma paling sulit diketahui kisah kasihnya.

Mereka berempat perantau single dari satu kampus dan satu kampung yang sama. Mereka saling mencintai, saling membantu dan saling mengingatkan layaknya adik kakak.

***

Beberapa waktu terakhir keempat gadis ini sedang mengalami gangguan perasaan. Hati mereka sedang tidak normal. Perasaan sejenis yang sama-sama mereka rasakan tetapi dengan cerita yang berbeda. Agenda curhat yang biasanya cuma sekali seminggu kini menjadi setiap malam. Masing-masing menceritakan kemajuan kisahnya. Cerita tumpang tinding silih berganti. Bercerita dengan seru, tak jarang mereka tertawa dengan keras karena kegembiraan memenuhi ruang hati mereka.

Tak ayal lagi mereka berempat sama-sama sedang didekati pria yang identitasnya mereka sembunyikan. Jodoh kian medekat. Dugaan sementara begitu. Ratri paling bersemangat dalam bercerita. Bagaimana salah seorang seniornya dulu di kampus mengajaknya berkenalan. Diawali dengan chat di facebook. Dan komunikasipun terus berlanjut. Sang senior memberikan harapan menuju pelaminan. Ah apa bener Ratri siap ke pelaminan?

Lusi tak mau kalah, salah seorang pria yang sudah dikenal sejak lama tiba-tiba mengajaknya berkenalan lebih dalam. Si Pria mengaku siap menikah dan sedang mencari calon istri dan memang menginginkan Lusi menjadi ibu dari anak-anaknya. Gayung bersambut, komunikasipun berlanjut. On process begitu katanya.

Sementara Rina dan Risma diam-diam juga semaput. Tapi mereka mencoba menahan diri, cenderung menjadi pendengar saja atas curhat yang ada.

***

“Hiks…, huhuhuhu, hiks……, huaaaa…….”

Malam itu habis magrib terdengar isak tangis dari kamar Lusi. Lusi meraung bak serigala. Ada nada kesal dan benci dari tangisannya. Ada apa gerangan?

Ketiga teman-temannya penasaran. Memang sudah tiga minggu terakhir mereka tidak saling bercerita alias curhat lagi. Sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tetapi ada apa dengan Lusi, tidak pernah Lusi menangis sehisteris itu.

“Lusi……, kamu kenapa?” Risma mencoba masuk ke kamar Lusi diikuti yang lainnya.

Tiba-tiba Lusi memeluk Risma erat. Dia menumpahkan tangisnya di bahu Risma. Basah sudah, tidak hanya karena air mata tapi juga ingus yang ikut mengalir deras. Segitunya kah?

Rina dan Ratri terbawa suasana, mereka ikut menangis. Meski tidak tahu alasan kenapa Lusi menangis, yang pasti diam-diam mereka sebenarnya juga sedang tidak enak hati. Sedih dan galau merundung, mengingat pria yang akhir-akhir ini mendekat dan berjanji akan menikahi tiba-tiba menjauh tanpa alasan. Menghilang ditelan bumi. Apakah mereka hanya permainan dan coba-coba?

Malam itu di kamar Lusi hanya ada tangis. Tak ada sepatah katapun. Hingga akhirnya Lusi tertidur. Tidak ada yang berani bertanya. Tak kuasa bila melihat wajah Lusi yang membengkak. Matanya sembab sekali.

***

Esoknya kontrakan itu masih beraurakan sedih. Akhir-akhir ini hubungan mereka renggang.

“Teman-teman bisa ke sini sebentar?” panggil Risma dari dalam kamarnya.

Apapun yang terjadi dengan mereka, mereka harus move on. Tidak boleh sedih dan galau berkepanjangan. Malam ini Risma ingin berbagi motivasi.

“Teman-teman, maafkan Risma ya kalau akhir-akhir ini sibuk sekali sehingga tidak ada waktu untuk mendengarkan cerita kalian seperti biasanya. Bahkan semalam kenapa Lusi menangis kita semua tidak ada yang tahu. Malam ini mari kita berbagi lagi….., ceria lagi” Risma terlihat semangat.

Tetapi Lusi tiba-tiba memeluk mereka bertiga. Lama. Mereka terdiam.

“Lusi gagal lagi……., setelah tiga minggu menghilang dia memutuskan tidak mau lanjut padahal sudah berjanji akan datang ke rumah. Lusi sudah sampaikan kepada orang tua tentang rencana dia ke rumah. Sakit sekali rasanya…….” Lusi kembali terisak dalam dekapan teman-temannya. Air mata gadis itu deras sekali.

“Lusi malu sama Bapak Ibu, terlalu banyak harapan yang Lusi berikan. Apa salah dan dosa Lusi, kenapa gagal dan gagal lagi……”

Mereka membiarkan Lusi menumpahkan kesedihannya. Memang Lusi sudah banyak sekali mengalami kegagalan dalam upaya mencari pasangan. Dan kali ini paling menyakitkan. Lusi putus asa.

“Aku juga kak….., dia menghilang begitu saja. Berjanji datang ke rumah juga untuk membicarakan pernikahan…..” timpal Ratri. Air mata ikut mengalir di pipinya.

“Rina juga kok, tapi kita tidak boleh sedih. Berarti dia tidak baik buat kita…..” kata Rina menyemangati.

“Okeh, sekarang janji ya untuk bangkit lagi. Percayalah bahwa Allah sudah menyediakan jodoh terbaik buat kita…” kata Risma berapi-api.

Hhhuuffff….

Mereka serentak tarik nafas dalam sekali.

“O iya, besok aku pulang kampung…..” Risma memberi surprise lagi.

“Apa? Kok baru bilang kak….., ngapain? Mendadak sekali, Ortu kakak sakit?” Ratri penasaran.

“Enggaaak…, maaf ya teman-temanku sayang. Baru kasih tau hari ini kalau besok kakak pulang kampung. Soalnya dua minggu terakhir wajah kalian pada mendung semua sih. Aku takut mengganggu….” Jelas Risma dengan tenang.

“Ini buat kalian, karena yakin kalian nggak bakalan datang ya udah kakak kasih satu buat bertiga aja ya? Untuk memberitahukan aja….” Mata Risma berbinar.

“Waaahhhh….kakak mau menikah. Jahat sekaliiii……” Ratri menimpuk Risma dengan bantal.

Serentak mereka bertiga merebut undangan di tangan Risma.

Sejenak mereka terdiam.

“Hahhhhh????” Lusi nampak pucat. Ratri terganga dan Rina menelan ludah.

Lusi tiba-tiba pingsan, diikuti Ratri.

“Lus, Lusiii…Ratri..Raatt……” Risma panik. Bingung dengan teman-temannya.

Sekali lagi Rina membaca nama di undangan itu. Rina hampir tidak percaya.

“Kharisma Yulianti dengan Hayunda Pratama”

Rina berlari ke kamarnya, masih tidak percaya dengan nama yang tertera di undangan itu. Dia adalah senior idaman semua wanita di kampusnya dulu, yang juga merupakan kampus Ratri, Lusi dan Risma. Hayunda merupakan mantan ketua BEM yang sangat terkenal dengan pesonanya.

Siapapun yang didekatinya pasti klepek-klepek. Apalagi Rina. Jadi yang kemaren itu apa? Chatting-chattingannya dengan Hayunda itu buat apa bila yang digandengnya ke pelaminan adalah Risma. Si pendiam yang tidak banyak kisah itu. Dan Rina kali ini sesenggukan, menangis sepuasnya di dalam kamar. Menangisi kebodohannya selama ini.

“Dasar lelaki……, jahat…., hiks…, jahattttt…….” Rina hampir mencabik-cabik bantal yang ada dalam dekapannya.

***

Sementara itu Risma masih panik kebingungan memperhatikan dua orang temannya yang masih belum sadarkan diri. Lusi dan Ratri masih saja pingsan.

“Ya Allah apa salahku….??” Jeritnya dalam hati.

Tapi Tuhan jelas tahu bahwa yang salah adalah Hayunda Pratama.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Putri minang asli, daerah asal adalah Mungka Kab. 50 Kota, Payakumbuh Sumbar. sekarang domisili di Batam, bekerja disalah satu perusahaan swasta.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization