Dengki Menghanguskan Kebaikan

Ilustrasi (Flickr)

dakwatuna.com – Sifat dengki atau hasad merupakan salah satu penyakit hati yang parah, sehingga Imam Al-Ghazali menggolongkannya sebagai sebuah dosa besar. Dengki atau Hasad adalah keinginan atau harapan agar nikmat yang ada pada orang lain lenyap. Seolah ia tidak ridha dengan kekentuan Allah swt, bahwa Allah telah menentukan rejeki , keistimewaan dan kebaikan bagi tiap hamba-Nya, masing-masing sudah ada bagiannya. Allah swt telah mengajarkan kita untuk senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari sifat dengki, yakni seperti tercantum dalam surat Al-Falaq. Qul ‘audzu birrabbil falaq. Min syarri maa khalaq. Wa min syarri ghaasiqin idza waqab. Wamin syarri naffasaati fil uqod wamin syarri haasidin idza hasaad.   ….. “ dan dari kejahatan pendengki ketika melakukan kedengkian.

Siapa yang mengajarkan kedengkian ini kepada makhluk manusia? Jawabannya adalah Iblis laknatullah. Sejak awal penciptaan Nabi Adam as, Iblis sudah merasa dengki terhadap Adam as, atas keutamaan/keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada Nabi Adam. Nabi Adam diciptakan dari tanah, dan Allah menyuruh agar Iblis bersujud kepada Adam As. Iblis dengki, kenapa yang diberi kemuliaan penghormatan adalah Nabi Adam, bukan dia Iblis. Inilah kisah dan sejarah kedengkian yang pertama. Selanjutnya kita juga mengetahui kisah kedengkian pada periode berikutnya, yakni dimasa kehidupan anak-anak nabi Adam as. Qabil hasad/dengki kepada saudaranya sendiri, Habil. Allah memerintahkan Habil untuk menikah dengan saudara kembar Qabil yang kebetulan lebih cantik, dibanding dengan saudara kembar Habil yang harus dinikahi oleh Qabil. Dengan sebab kedengkian ini, akhirnya Qabil tega membunuh saudara sendiri, Habil. Dan ini adalah sejarah pembunuhan manusia yang pertama kali.

Betapa dahsyat kerusakan yang disebabkan oleh sifat dengki. Maka sangat bisa dimengerti, sabda Rasulullah saw: al Hasadu ya’kulul hasanaat, kama ta’kulu annar alhathabu “ (HR. Abu Dawud). Kedengkian akan memakan seluruh kebaikan, sebagaimana api akan melahap/membakar kayu bakar” . Bayangkanlah, sepotong kayu yang keras , oleh sebab dimakan api, bisa menjadi hangus dan menjadi hancur menjadi kepingan yang sangat halus berupa abu yang dengan mudah akan diterbangkan oleh angin. Bahkan benda yang lebih keras dari kayu pun, misalnya alumunium, jika kita bakar terus menerus, akan bisa menjadi rapuh dan berlubang. Sebagian ibu-ibu yang memasak di dapur, mungkin pernah mengalami kasus kebakaran pancinya, ketika lupa mematikan kompor, yang menyebabkan panci tersebut menjadi rapuh dan bocor.

Demikian juga dengan dengki, ia akan menghanguskan amal-amal shalih yang sudah dilakukan pelakunya. Sungguh rugi dan bangkrut, orang-orang yang melakukan kedengkian, dia menyangka akan memanen amal-amal baiknya di surga kelak, namun ternyata sangkaan dan harapannya kosong belaka. Pahala amal-amalnya hangus karena kedengkian yang ada pada dirinya. Dan sungguh beruntung, orang yang hatinya selalu lapang dan bersih, tidak ada dengki di dalam dirinya. Dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa suatu kali ketika Rasul saw sedang duduk bersama sahabat, Rasul menyampaikan bahwa sebentar lagi dari lorong/jalan ini akan muncul seorang calon penghuni syurga. Muncullah seorang anshar yang saat itu kelihatan baru selesai wudhu, bekas air wudhunya masih mengalir di jenggotnya. Pada kesempatan lain, Rasul menyampaikan hal sama, sahabat menyangka ada orang lain lagi calon penghuni syurga, ternyata yang muncul adalah seorang anshar yang sama. Hal ini terjadi sampai tiga kali. Para shahabat penasaran, salah satu yang penasaran adalah Abdullah ibnu Umar. Beliau kemudian berencana bermalam di rumah orang anshar tersebut, untuk bisa “mengintip” gerangan apakah kesitimewaan amalnya. Malam pertama, kedua dan ketiga, Ibnu Umar tidak mendapatkan data yang istimewa tentang ibadah-ibadah beliau, semua berjalan standar saja. Akhirnya Abdullah bin Umar memberanikan diri untuk bertanya, adakah amalanmu yang istimewa, sehingga baginda Rasul saw mengabarkan bahwa engkau termasuk penghuni surga. Orang anshar tersebut menjawab bahwa “amalanku adalah seperti yang sudah engkau lihat sendiri, dan tidak ada yang istimewa, hanya saja, di hati saya tidak pernah ada

kedengkiaan dan kekesalan kepada sesama muslim.” Maka Abdullah bin Umar berucap “ yang seperti inilah yang belum ada pada saya” dan beliau pulang dengan membawa sebuah hikmah dan pelajaran besar, betapa pentingnya membersihkan hati dari segala sifat dengki, sekecil apapun.

Dalam kehidupan nyata sehari-hari, praktek-praktek kedengkian dengan mudah kita saksikan di depan mata, boleh jadi dalam kadar yang berbeda. Gambaran kondisi yang pertama dan yang paling parah, adalah seseorang yang menginginkan nikmat yang ada pada orang lain, hilang dan lenyap. Dia menginginkan, harusnya dirinya yang mendapatkan kenikmatan tersebut. Dalam beberapa hal, kondisi ini mirip dengan kedengkian orang-orang yahudi bani Israel terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw. Inilah yang dimaksud dengan dengki/hasad. Gambaran kondisi yang kedua adalah seseorang yang menginginkan untuk mendapatkan nikmat seperti orang lain, tanpa mengharapkan lenyapnya nikmat yang ada pada orang lain. Ini yang sering disebut dengan tanafus, atau persaingan. Meskipun lebih ringan dari kondisi yang pertama, namun manakala dituruti keinginan nafsu-nafsu materi-duniawi, akan menyebabkan hati kita keras, hanya akan disibukkan untuk terus-menerus mengejar materi/dunia. Maka sebisa mungkin hal ini harus dihindari, kecuali dalam dua hal, menginginkan seperti orang lain yang memiliki ilmu dan pemahaman, sehingga memberikan penerangan bagi masyarakat, dan menginginkan seperti seseorang yang Allah karuniakan harta yang berlimpah, dan hartanya digunakan untuk berjuang di jalan Allah dalam semua maknanya. Kondisi yang ketiga, adalah menginginkan lenyapnya harta pada orang lain , yang harta tersebut digunakannya untuk melakukan kejahatan. Misalnya ada seseorang yang memiliki rumah, tapi rumah tersebut digunakan untuk prostitusi misalnya. Maka ulama membolehkan, jika seseorang menginginkan agar rumah tersebut lenyap/lepas dari pemiliknya, agar hilang kejahatan prostitusi.

Sebagai penutup, coba kita renungkan kembali hadis Rasulullah saw berikut: “ laa tahasabuu wa laa taqaatha’u wa laa tabaghadhu wa laa tabaadaru wa kuunuu ibaadallahi ikhwaana “ Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling memutuskan persaudaraan, jangan saling membenci, jangan saling menipu/memperdaya, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling besaudara.   (HR   Bukhari   Muslim).   Wallahu a’lam bishawwab.

Konsultan Ketahanan Keluarga RKI (Rumah Keluarga Indonesia). Tenaga Ahli Fraksi Bidang Kesra, Mitra Komisi viii, ix, x. Ibu dari 7 putra-putri penghapal Alquran. Lulusan S1 Jurusan Teknologi Pertanian IPB, dan S2 di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...