Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Seni Membaca Situasi

Seni Membaca Situasi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (pencilbooks.wordpress.com)
Ilustrasi. (pencilbooks.wordpress.com)

dakwatuna.com – Dalam banyak konteks medan dakwah, keterampilan yang mutlak harus dimiliki setiap pemimpin ialah seni membaca situasi. Karena keterampilan ini setidaknya melibatkan 2 hal : Kecermatan dankepekaan. Sehingga keterampilan pemimpin dalam membaca situasi sebuah komunitas/masyarakat, menjadi faktor penentu ke-efektifan sebuah pergerakan dakwah. Keterampilan ini juga mempengaruhi seberapa cepat dan tepatkah pemimpin dalam mengambil keputusan.

Seni membaca situasi sudah dicontohkan jauh-jauh hari oleh Rasulullah saw., dalam banyak konteks kehidupan. Entah dari sisi kehidupan Rasul dalam peperangan, dalam bermuamalah, dalam berumah tangga, bahkan dalam mengelola pemerintahan. Sehingga pada masa awal umat muslim menduduki yastrib, Rasul bersabda “Wahai saudara-saudara sekalian; tebarkanlah salam, sambung silaturahim, beri makan orang yang lapar, dirikanlah shalat dimalam hari saat orang terlelap. Maka kalian akan masuk surga dalam damai.”

Tebarkan salam. Di sinilah tahap awal seni membaca situasi yang Rasul ajarkan. Bagaimana umat Islam dapat berbaur langsung dengan masyarakat. Mengajak masyarakat merasakan genggaman tangan ukhuwah nan indah. Karena salam merupakan sentuhan pertama yang harus dirasakan target dakwah, sebelum umat muslim berlanjut lebih jauh kepada pengenalan karakter/budaya sebuah masyarakat.

Sambung silaturahim. Jika umat muslim sudah membuka dengan salam, maka Rasul mencontohkan untuk menyambung tali silaturahim. Inilah tahapan penting dalam membaca situasi masyarakat. Karena hakikat dakwah ialah mengajak. Sehingga setiap orang tidak dapat mengajak target dakwah, jika target dakwahnya belum saling berkenalan. Pada fase ini juga, tabir pemisah dengan target dakwah seharusnya sudah hilang. Kekakuan sudah berubah menjadi canda tawa. Obrolan formal sudah menjadi obrolan santai. Intinya semuanya menjadi lebih rileks, apa adanya, terbuka, dan santai.

Karena jika tali ukhuwah sudah terjalin, pimpinan jamaah akan lebih mudah memetakan kelompok-kelompok dalam masyarakat menurut ; pemahaman agama, karakter individu, muyul (kecenderungan). Dan dari sumber data yang terkumpul itulah, dakwah fardhiyah lebih mudah dilakukan.

Berikanlah makanan. Islam mengajarkan agar setiap muslim memakan makanan yang halal lagi thoyyib. Bukan hanya yang dihalalkan menurut syariat, tapi juga yang baik dan bermanfaat bagi tubuh. Dari makanan yang baik, akan tumbuh daging yang baik. Dari daging yang baik, akan tumbuh manusia yang hanif. Dari manusia yang hanif, akan lahir hubungan yang sehat. Karena jika didalam sebuah masyarakat sudah terjalin komunikasi yang baik, maka pemimpin lebih mudah menentukkan gaya dakwah yang sesuai dengan gaya kehidupan sosial yang ada dimasyarakat. Apalagi pada saat itu (periode dakwah di madinah), masih banyak kaum jahilliyah yang tidak mengindahkan pentingnya makanan halalan thoyyiban. Mungkin hanya memberikan makanan, tapi banyak yang tidak menyadari bahwa makanan ialah perekat sosial yang ekonomis dan sederhana.

Shalat malam. Pada fase ini, pilihan-pilihan final dalam berdakwah seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Karena pada saat shalat malam, pikiran menjadi lebih jernih. Sehingga akumulasi ikhtiar yang sudah didukung oleh doa, sebaiknya dibawa kedalam shalat malam. Sehingga keputusan pemimpin tidak berdasarkan ego, atau kecenderungan emosi sesaat; Tapi melibatkan allah secara lebih intense. Karena itulah yang terpenting.

Intinya adalah, jika dakwah didasari metodologi yang terstruktur seperti yang dicontohkan di dalam hadits; semakin mudahlah seorang pemimpin memahami target dakwah dalam setiap perjuangannya. Bukan hanya mobilisasi massa yang baik, tetapi Rasul juga mengajarkan umatnya untuk berdakwah dengan adab yang santun dan berkesan. Itulah Islam, itulah pemimpin Robbani, itulah seni membaca situasi.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization