Budaya Belajar yang Hebat

Ilustrasi. (tinypic.com)

dakwatuna.com – Menelisik kedalaman ilmu para ulama dan pemimpin besar, tidak bisa dilepaskan dari dua hal yang mengikat; kecerdasan dan budaya belajar yang hebat. Jika kecerdasan merupakan hal yang bersifat given, dan tidak bisa diatur sesuai kehendak sendiri. Maka budaya belajar merupakan hal yang didesain, terencana, dan bersifat fleksibel.

Alkisah, Abu Abdillah Al-Husain bin Ahmad Al-Baihaqy adalah seorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan. Namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas di tanah, dan menahan dengan kakinya. Kemudian menulis dengan bantuan dua telapak tangannya. Ia bisa menghasikan tulisan yang jelas dan bisa dibaca. Kadangkala dalam sehari, ia bisa menyelesaikan tulisan sebanyak 50-an lembar kertas.

Lihatlah! Bagaimana kehendak dapat menerobos tantangan. Bagaimana keluhuran cita-cita dapat mengalahkan keterbatasan fisik. Dan bagaimana kemauan untuk menjadi orang yang bermanfaat, memberangus rasa malas yang disukai setan. Pada akhirnya, semua karakter yang telah terbangun dari semua pemimpin; mengakar dari fondasi iman yang kokoh.

Budaya belajar yang hebat, tidak terbentuk dari satu atau dua mata pelajaran favorit, tidak juga dari pelatihan pengembangan diri, atau bahkan dari kursi universitas sekelas Harvard. Tapi budaya tersebut lahir dari hati dan niat yang tulus. Cita-cita yang selalu mengusik waktu tidur, sebelum waktunya tercapai. Dan proses panjang yang dilakukan berkali-kali, terus ditumbuh kembangkan; hingga nyawa dicabut dari kerongkongan.

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...