Topic
Home / Pemuda / Essay / Geliat Orang Jatuh Cinta

Geliat Orang Jatuh Cinta

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Cinta (orangemood.files.wordpress.com)
Cinta (orangemood.files.wordpress.com)

dakwatuna.com – Cinta adalah sepenggal kata ajaib yang mampu mengubah segalanya. Ibarat sebuah lautan, maka ombaklah cintanya. Ibarat sekutip langit kelam, maka taburan bintanglah yang menjadi cintanya. Ia ibarat warna-warni dalam bentangan kanvas putih, ia bagaikan segenggam gula yang memaniskan secangkir air tak berasa. Ialah secuil energi, pembakar semangat, pemantik gairah hidup bagi insan-insan di penjuru dunia. Ialah yang menggerakkan sebuah keengganan. Lebih dahsyat dari itu semua, dua cinta bermuaralah yang menjadikan kita ada di dunia lewat ayah dan bunda kita. Sungguh kemurahan Allah, yang menjadikan cinta-cinta itu bersemi dalam segumpal daging yang tersembunyi bernama hati pada tiap manusia. Coba tanya pada barisan semut-semut di pekarangan rumah, kumpulan kawanan satwa liar yang menjaga anaknya dari ganasnya hutan rimba, apakah mereka ada di dunia karena cinta? Yang pasti tanpa terkata pun, kerja-kerja mereka yang telah membuktikan bahwa ada geliat cinta yang menggerakkan itu semua.

Berbicara tentang hakikat cinta, tentu sangat luas cakupannya. Cinta jualah yang menjadikan seseorang bersifat takut sekaligus pemberani. Takut jika yang dicintainya akan hilang, lenyap, atau pergi. Bisa juga disulap menjadi pemberani sekali jika hal yang dicinta terancam tidak lestari. Kali ini, saya memberanikan diri untuk berbicara tentang cinta yang lain. Sebentuk rasa yang muncul dari seorang manusia kepada manusia lainnya, namun berbeda jenisnya. Sebenarnya ada banyak ungkapan yang biasa digunakan untuk menggambarkan bahasa rasa tersebut. Ada yang menyebutnya sebagai rasa kagum, suka, ngefans, ataupun kata cinta itu sendiri. Meski sebenarnya tiap kata tersebut memiliki makna dan kondisi yang berbeda. Namun saya yakin, rasanya tetap sama. Kadang indah, kadang mendatangkan derita. Adakalanya juga berujung bencana jika kita salah memperlakukannya.

Suka terhadap sesuatu yang indah-indah adalah fitrah manusia, karena memang demikianlah yang diajarkan oleh Allah Azza wa Jala. Seperti dalam kutipan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, bahwa “Allah itu indah dan menyukai keindahan,,,” Begitu juga rasa suka yang muncul kepada seseorang, atau banyak yang menyebutnya dengan sebutan jatuh cinta. Jatuh cinta adalah bahasa perasaan yang pasti dialami tiap makhluk di dunia. Ia tak akan pernah dimengerti sebelum yang tidak mengerti itu merasakan sendiri. Hakikatnya rasa itu adalah fitrah yang tentu tidak salah. Namun untuk tindakan selanjutnya, tentu menjadi pilhan kita apakah kita mau menjadikan buah rasa itu sebagai ladang pahala atau sesuatu yang tercela.

Rasa suka bisa muncul dari banyak hal, di antaranya karena bersamanya dua insan dalam kurun waktu tertentu, adanya kesamaan sifat, kebaikan dan keluhuran budi, karakter impian yang terealisasi dalam sosok kepribadian seseorang, bahkan bisa muncul dari bibit kebencian yang berputar arah menjadi sebentuk perhatian tak hingga. Lebih aneh lagi jika rasa suka yang muncul secara buta, tidak tahu asalnya dari mana. Karena ternyata tanpa kenal sekalipun, seseorang bisa ditumbuhi bibit rasa tersebut. Setelah salah satu dari alasan-alasan tersebut kita rasakan, pilihan selanjutnya adalah kita tumbuh suburkan atau kita matikan?

Ada resiko dari masing-masing pilihan tentunya. Saat kita memutuskan menumbuh-suburkan, itu artinya kita siap untuk semuanya. Siap jika pada hakikatnya dia bukan jodoh kita setelah kita persembahkan semua, siap menanggung sakit jika akhirnya kita tahu bahwa dia tidak memiliki rasa yang sama seperti kita, siap menanggung malu jika kita salah langkah, dan yang paling fatal adalah siap menanggung timbunan dosa jika saja cara-cara yang kita tempuh sudah keluar dari rambu aturan syariat Islam. Jika memang sudah ada hasrat untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang pernikahan, maka segera ambil tindakan sebelum yang terkasih dipinang orang. Mungkin langkah ini sebagai pilihan yang hati-hati sekali untuk dilakukan jika cinta datang tanpa alasan kepada seseorang yang belum dikenal, karena ada proses panjang sebelum kita memutuskan untuk mengambil langkah fenomenal tersebut. Tidak mungkin kita langsung memiliki niat untuk hidup bersama seseorang yang belum kita ketahui sama sekali asal-usulnya. Sebuah keputusan yang tidak bisa kita ambil secara gegabah dan instan, karena akan berujung pada penyesalan panjang jika yang terjadi tidak berjalan sesuai harapan.

Hal yang salah kaprah juga jika kita terlalu menikmati proses mengenal kepada seseorang yang rencananya kita jadikan pasangan. Hal ini dapat menyeret kita kepada kebiasaan tanpa adab zaman sekarang bernama pacaran. Proses mengenal seharusnya dilakukan dengan khusyuk dan sesuai ajaran, karena pasalnya kita sedang mencari teman hidup dalam iman. Kalau saja ada ketidakcocokan, semua tindakan-tindakan masih di dalam konteks pemakluman. Misalnya mencari tahu lewat sahabat karibnya, bertanya kepada saudaranya, atau jika memungkinkan lewat orang terdekat lainnya. Atau jika dia anak pengajian, bisa langsung ditanyakan kepada guru ngajinya. Atau jika dia seorang karyawan, bisa ditanyakan kepada atasan di tempatnya bekerja. Hal ini akan terasa lebih santun daripada langsung berdekat-dekatan kepada yang bersangkutan, ditambah dengan bumbu-bumbu perbuatan (maaf) setan, semisal pegangan tangan, berduaan, ataupun melakukan hal tidak pantas lain pada seseorang yang belum jelas akan menjadi pasangan kita atau bukan. Yang harus kita cermati, suatu saat kita pasti akan memiliki pasangan hakiki dalam naungan pernikahan, siapkah kita jika pasangan yang kita nikahi sudah pernah menjalani hal serupa sebelum bersama kita? Na’udzubillahi mindzaalik.

Berbicara tentang pilihan kedua, mematikan cinta juga bukanlah sesuatu yang mudah. Tentu tidak instan dan ada proses ‘menyakitkan’ yang harus kita lakukan. Pasti menyakitkan, karena hakikatnya kita sedang dalam usaha membunuh fitrah rasa yang belum saatnya. Namun definisi menyakitkan di sini hanya masalah sudut pandang saja. Menyakitkan sebentar untuk kedamaian hati yang lebih panjang. Rasa itu hanya bisa dikurangi atau dibiarkan mengalir sebagaimana mestinya, hingga pada akhirnya kita dapat mengetahui apakah itu hanya cinta sesaat atau rasa itu akan semakin membuncah.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh muslim/ah yang dirundung cinta adalah dengan meminimalisir komunikasi. Komunikasi adalah ibarat sebuah gerbang dalam setiap hubungan. Sebuah hubungan tanpa komunikasi yang baik pasti akan berujung dengan perpisahan yang menyakitkan karena tidak adanya kejelasan. Begitu juga dengan rasa cinta, menjalin komunikasi sama saja artinya dengan memupuk cinta itu sendiri. Dalam setiap komunikasi yang dilakukan tentunya ada usaha-usaha untuk selalu bersama minimal lewat media, karena memang begitulah rasa menyulap perasaan cuek menjadi itikad untuk selalu ada. Dan berangkat dari sana lah, bibit rasa itu akan terus tumbuh menjulang, berakar, hingga pun kalau harus kehilangan, bekas yang ditimbulkan akan semakin lebar dengan luka yang lebih menganga. Menjaga komunikasi dalam konteks ini bukan berhenti sama sekali, karena sudah menjadi sifat alamiah manusia sebagai makhluk sosial untuk senantiasa menjalin hubungan dengan orang sekitar. Hanya saja, ada batasan wajar yang harus kita perhatikan jika konteksnya kita tengah menjaga perasaan. Meninggalkan sesuatu yang tidak berguna, mungkin istilah ini yang lebih tepat untuk menggambarkannya. Kita harus yakini bahwa ini kita lakukan dalam menjaga hati kita. Tak dicari kala tak teramati, tak memulai saat rasa rindu mulai menggelayuti perasaan. Ini semua hanya masalah permainan perasaan, tetaplah jadi subjek kendali.

Alternatif sikap lain yang dapat kita terapkan dalam rangka menjaga perasaan adalah bersikap tenang dan tetap elegan jika memang kita belum yakin untuk maju ke jenjang yang lebih serius. Rasa cinta itu pasti akan kuat meronta dikekang oleh kediaman kita. Luapan rasa itu akan berbisik, menyusupi setiap centimeter pikiran kita untuk mengapresiasikannya lewat tingkah-tingkah. Tetap fokus, lagi-lagi jadilah subjek kendali. Hakikat diam itu sendiri sebenarnya bukan tidak berbuat sama sekali. Kita bisa lewat jalan belakang, misalnya dengan doa-doa khusyu yang kita panjatkan. Bukan untuk meminta dia disandingkan dengan kita nantinya, tapi berdoalah semoga Allah tetap menjaga perasaan kita dalam bingkai kemuliaan manusia yang tetap pada tempatnya, untuk selanjutnya menghadiahkan pasangan terbaik yang sudah Allah siapkan, meski kini keberadaannya masih entah di mana. Aamiin…

Perumpamaan orang yang tengah jatuh cinta adalah orang yang sedang bermain api. Memang terkadang hadirnya menghangatkan, tapi lupakah kita bahwa ia pun dapat menjadi api yang berkobar? Kobarannya menghanguskan apa-apa yang dilewatinya tanpa sisa. Itu hanya terjadi jika kita terus menyulutnya hingga nyalanya semakin perkasa. Orang yang sedang jatuh cinta akan menganggap orang yang dicintainya begitu sempurna. Namun yang harus kita ingat, insan itu hanya sempurna di mata kita, tapi kita tidak pernah tahu bagaimana harganya di mata Allah. Bukankah kita percaya dengan janji Allah, laki-laki yang baik, untuk wanita yang baik? Jika tidak percaya, maka cukup sampai sini saja membacanya. Tidak perlu buang-buang energi untuk mencermati karena akan percuma. Ibarat menulis di atas air, sebuah nasihat pun akan terasa menyakitkan jika hati kita belum siap menerimanya.

Misteri cinta (dan misteri kehidupan yang lain) akan senantiasa memunculkan harap, dan nantinya haraplah yang memunculkan semangat, hingga semangat itulah yang menjadikan kita akan berusaha untuk melakukan yang terbaik setiap waktunya. Tapi yang paling penting dari semuanya, hakikat kita mencinta harus senantiasa bermuara pada cinta kepada Allah, Dialah yang Maha Cinta. Tak pantas kita gadaikan cinta kepada-Nya dengan cinta kepada makhluk ciptaan-Nya. Usaha-usaha kita dalam mencari cinta pun harus dalam rangka mencapai ridha-Nya. Karena jika Allah sudah cinta, apa-apa yang kita inginkan pasti tersuguhkan tanpa diminta.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi S1 Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor 2011 asal Kota Patriot, Bekasi.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization