Potret Kasih Ibu

Ilustrasi. (islamicstyle.al-habib.info / nurelyana)

dakwatuna.com –Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau lah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” ( QS. Al-Fatihah : 1-7)

Surah Al-fatihah, sesuai namanya sebagai pembuka Quran. Surah yang dibaca berulang-ulang oleh setiap muslim, menjadi salah satu rukun dalam ibadah shalat seorang hamba. Dalam surah ini Allah menjawab setiap lantunan doa nan mesra dari seorang ‘abid yang ihsan pada shalatnya. Demikian mulia surah ini mengambil peran dalam ibadah dan doa seorang hamba, hingga ia berjuluk Ummul Quran / Ibu Quran.

Makkah Al Mukaromah, kota yang Allah subhannahu wa ta’ala sucikan tanahnya. Tanah keberadaan Ka’bah yang dikelilingi Masjidil Haram, di mana seluruh umat dunia disatukan dalam satu arah kiblat. Tempat Nabi Allah yang hanif; Ibrahim ‘alaihissallam menempatkan keluarganya atas perintah Allah subhannahu wa ta’ala. Sehingga kecemasan seorang ibu (Siti Hajar) yang berlari antara Bukit Shafa dan Marwah, Allah jadikan bagian dari rukun ibadah Haji. Di gersangnya pasir itu Allah azza wa jalla alirkan mata air penuh berkah (Zamzam) dari hentakan kaki seorang anak yang dikemudian hari Allah muliakan dengan kenabian, Ismail ‘alaihissallam. Tempat kelahiran Rasulullah Muhammad shalallahu’ allaihi wa sallam, yang setelah ditaklukkan oleh cahaya Islam kejadiannya (Fathul Makkah) menjadi sebab turunnya Quran surah An-Nashr ayat 110. Kota suci yang dinamai juga dengan Ummul Qura’/ Ibu dari kota-kota.

Kata “Ibu” menjadi istilah yang begitu mulia, dan memang memiliki peran yang Allah subhannahu wa ta’ala muliakan. Manusia bergelar “Ibu” yang dengan berjuta peran dan kasih sayangnya, Rasulullah shalallahu’ alaihi wa sallam pesankan untuk berbakti padanya dan bakti itu Allah jadikan sebagai salah satu amalan yang dicintai-Nya. Bagaimana kasih ibu digambarkan Rasulullah shalallahu’ allaihi wa sallam:
“Dari Umar bin Al Khaththab RA berkata: Didatangkanlah para tawanan perang kepada Rasulullah SAW. Maka di antara tawanan itu terdapat seorang wanita yang siap menyusui berjalan bergegas mencari anaknya yang hilang – sehingga ia menemukan seorang anak kecil dalam kelompok tawanan itu – ia segera menggendong, dan menyusuinya. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Akankah kalian melihat ibu ini melemparkan anaknya ke dalam api? Kami menjawab: Tidak, dan ia mampu untuk tidak melemparkannya. Lalu Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-Nya, melebihi sayangnya ibu ini kepada anaknya” (HR. Al Bukhari dan Muslim). “Rasulullah SAW melintasi sekelompok sahabatnya – ada seorang anak kecil di tengah jalan. Ketika ibunya melihat hal itu, ibu itu ketakutan bahwa anaknya akan jatuh, lalu ia bergegas menghampiri dan memanggil-manggil: anakku-anakku, ibu itu berjalan cepat, dan mengambilnya. Para sahabat bertanya: Ibu ini tidak akan melemparkan anaknya ke dalam api. Rasulullah SAW bersabda: Dan Allah tidak akan melemparkan kekasihnya ke dalam api neraka. Dan Allah tidak akan melemparkan kekasihnya ke dalam api neraka. (HR. Imam Ahmad dan Al Hakim dari Anas).

Dari hadist tersebut di atas kita dapati banyak pelajaran, terdapat dua kasih sayang yang tergambar. Begitu besar kasih sayang Allah yang Maha Pencipta dan Maha Pemelihara kepada hambanya. Dan, secara naluriah kita dapati kasih ibu adalah begitu besar kepada anaknya.
Keberadaan yang sering di rumah sakit, menjadikan penulis melihat banyak naluri kasih sayang ibu yang begitu besar pada anaknya. Beberapa diantara kesempatan itu; Ada seorang pasien laki-laki tua berusia 68 tahun dirawat di salah satu ruang rawat inap, dari gejala dan keluhannya bapak tersebut terserang stroke. Keadaan berkurangnya kemampuan bicara, bergerak, dan memori adalah wajar ditemukan pada pasien dengan penyakit demikian. Dengan ditemani seorang wanita tua yang sejak awal menemaninya didapati sang bapak terkena serangan stroke setelah bermain bola, olahraga yang memang biasa dilakukannya. Keesokan harinya, kami dapati cerita dari petugas malam rumah sakit bagaimana tangisan dan doa sang wanita tua di malam hari itu, yang kemudian beliau bercerita langsung begitu syahdu dan terisak kepada penulis. Menyadarkan banyak keadaan, ternyata retardasi mental (penurunan tingkat kecerdasan) pada si bapak bukan baru terjadi setelah serangan melainkan bawaan sejak lahir. Aktivitas bermain bola si bapak yang menjadi kebiasaannya adalah bermain dengan anak-anak yang berusia sekolah dasar. Dan, ibu tua yang awalnya kami duga istri si bapak ternyata adalah ibunya. Dari cara sang ibu merawat dan menyuapi terlihat bagaimana kasih sayangnya yang bergitu besar, dan itu semua dilakukan selama lebih dari 68 tahun.

Di kesempatan lain, ada seorang ibu yang setia menjaga anak bayinya dengan sindrom down (keadaan bawaan, turunnya kemampuan tubuh secara umum dari manusia normal) sehingga harus dirawat dalam waktu yang cukup lama di rumah sakit. Dengan mata sembabnya sang ibu biasa mengadukan keadaan anaknya ke ruang perawat dengan begitu khawatir. Satu kesempatan karena kemampuan makan rendah, bayi kecilnya akan dipasang alat bantu makan melalui selang yang dimasukkan ke lambungnya oleh dua orang perawat. Saat itu ibunya justru mendekat ke jendela dan menatap keluar, karena tidak tega melihat prosesnya. Dengan jarak yang cukup dekat, jelas terlihat sang ibu terus menangis dan mengalirkan air matanya. Sesekali bayinya tersedak karena selang yang sedang dimasukkan, terdengar sahutan isak dan tangis sang ibu yang menjadi jelas terdengar. Hingga ketika selesai proses yang ia tidak tega bahkan untuk melihatnya, segera diraih sang bayi dalam pelukan hangat kasih sayang disertai air mata yang sedari tadi belum berhenti mengalir.

Begitu banyak potret kasih sayang ibu yang kita dapati di manapun keberadaannya. Bahkan sejak awal kelahiran sang buah hati, mungkin baru beberapa detik gelar “ibu” didapatinya. Seakan terlupakan rasa sakit yang baru saja dirasakan, konon sakitnya melahirkan seperti rasa sakit patahnya 20 tulang dalam waktu bersamaan (meski dapat berkurang), ditambah waktu berbulan-bulan mengandung. Hal pertama yang ingin ditemui sang ibu adalah anaknya, langsung disambut dengan pelukan hangat dan segera menyusui dengan air susu terbaiknya.
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15). “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Ibu yang kasih sayangnya mengalahkan matahari pada bumi. Ibu tidak akan melewatkan kesempatan menjaga anaknya, bahkan dalam doanya. Ibu yang terus memikirkan anaknya, sampai detik ini sang anak tidak tahu dengan apa akan membalas semua kasih sayang ibunya. Bahkan, bahagia ibu adalah ketika melihat sang buah hati bahagia. Kasih sayangnya seperti sungai yang terus mengalir airnya.

Ditulis oleh seorang anak yang belum banyak berbakti pada ibunya. Belum bisa berbakti sedemikian Uwais Al Qarni radhiallahu’anhu yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pesankan kepada Umar bin khatthab dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhum jika bertemu minta padanya memohonkan ampunan kepada Allah azza wa jalla, padahal rasulullah belum pernah bersua dengannya. Disebabkan bakti yang bersegera dan kegigihannya menggendong sang ibu menunaikan ibadah haji melewati padang pasir tandus dan panas.

Konten ini telah dimodifikasi pada 04/08/14 | 07:13 07:13

Asal Lampung Utara. Sedang belajar di Binjai, SumUt. KARIM FK UNIMAL.�KAMMI.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...