Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Bahagia Bukanlah Persepsi

Bahagia Bukanlah Persepsi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Jika kita mau perhatikan, persepsi yang berkembang di masyarakat akhir-akhir ini sudah memberikan pengaruh yang dahsyat kepada pola hidup manusia. Sehingga menjadikan manusia hidup dengan persepsi dan menjadikan paradigma masyarakat bergeser ke arah yang kurang tepat.

Sebagai contoh, ada anggapan kalau seseorang yang sukses adalah mereka yang bisa menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS), menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, hidup dengan bergelimpangan harta dan bla bla bla lainnya.

Pandangan seperti itu memang tidak salah, karena bagi sebagian kalangan menjadi PNS, anggota dewan, dan memiliki jabatan publik lainnya adalah sebuah kebanggaan yang bisa mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dan kesuksesan hidup, apalagi kita ketahui bahwa sejatinya pegawai negeri sipil dan anggota dewan adalah pekerjaan yang amat mulia, karena mereka adalah para pelayan masyarakat yang bekerja dengan penuh pengabdian kepada Negara.

Pekerjaan yang mulia ini justru menjadi tidak mulia jika proses untuk mendapatkannya terkesan terlalu dipaksakan bahkan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan hukum dan menghalalkan segala cara. Bagaimanapun juga kemuliaan itu didapat harus dengan sesuai dengan niat, cara, tujuan yang baik dan sesuai dengan aturan-aturan kehidupan tanpa merugikan pihak lain.

Tak sedikit dari mereka yang rela mengeluarkan uang banyak demi menjadi seorang PNS, begitu juga untuk menjadi para anggota dewan mereka tak segan-segan untuk menyikut sana dan sikut sini, seolah-olah tak peduli ada orang di sampingnya yang tersakiti yang penting bisa mendapat kursi, mereka berpikir hanya dengan menjadi orang penting sesuai dengan persepsi yang berkembang di masyarakatlah hidup akan menjadi lebih tenang dan bahagia, seakan mempunyai jaminan di hari tua, akan tetapi menempuhnya dengan cara yang tidak baik.

Bukan hanya menjadi PNS dan anggota dewan saja, menjadi pegawai swasta dan pekerjaan apapun jika cara yang ditempuh untuk mendapatkannya atau untuk mendapat jabatan, naik pangkat, golongan atau mengincar posisi tertentu pada perusahaan atau lembaga dengan cara-cara yang tidak halal dan kotor, cara-cara ini hanya akan memberikan kerugian dan ketidaktenangan pada hidupnya, hari-harinya akan dihantui rasa takut. Di antaranya:

  • Takut tidak bahagia di dunia.
  • Takut akan masuk ke dalam penjara karena melakukan pencucian uang atau penyuapan..
  • Takut akan miskin di dunia jika tidak melakukan cara-cara instan yang mengusik jiwa…

Duhai jiwa yang merindukan kebahagiaan.

Daripada kita menggunakan harta di jalan yang di murkai oleh Allah ta’ala dan jauh dari keberkahan hidup, belum lagi uang yang digunakan untuk menjadi PNS atau ikut bersaing menjadi anggota dewan didapat dari menjual sawah ladang, bahkan meminjam uang dari rentenir. Alih-alih bisa mendapat keberuntungan yang ada justru malah sebaliknya, sudah tak masuk kriteria, kalah bersaing dengan yang lain, sawah ladang sekarang tak punya serta yang lebih memprihatinkan lagi adalah memiliki hutang di mana-mana dan hidup pun selalu dikejar-kejar oleh pihak rentenir dan bayangan ketakutan lainnya dan pada puncaknya mereka tak kuasa dengan beban hidup yang begitu berat hingga memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan jalan pintas yaitu bunuh diri. Mereka berpikir hanya dengan bunuh dirilah masalah akan berakhir padahal di alam kubur masalah baru sedang menanti mereka. Bahagiakah kehidupan yang seperti ini!

Duhai jiwa

Apalah arti sebuah kedudukan atau status yang kita sandang saat ini, jika untuk mendapatkannya saja kita rela menyuap dengan uang atau gratifikasi lainnya.

Apalah arti sebuah kebanggaan kalau diri ini kita hinakan menjadi pribadi-pribadi kotor yang terus mengotori hati dan dahi.

Apalah arti kesuksesan hidup, kalau hidup ini jauh dari rahmat dan ridha sang Ilahi.

Apalah arti hasrat dan ambisi yang bisa kita raih kalau hidup ini ternyata tidak bahagia karena ketidakjujuran dan kepura-puraan kita selama ini.

Berhentilah untuk berpura-pura dengan membiarkan ketidakjujuran ada dalam kehidupan kita, karena inilah yang senantiasa akan menghambat kebahagiaan hidup seseorang. Sungguh merugi jika diri terus dalam kepura-puraan yang menipu ini.

Alangkah baiknya uang yang hendak kita pakai untuk menyuap digunakan untuk modal usaha dan memulai untuk berbisnis seperti membuka toko atau bisa kita gunakan untuk berinvestasi dengan membeli tanah atau emas, tentu ini adalah jalan halal bagi seorang muslim yang ingin berbahagia dengan mudah dan lebih banyak manfaat daripada menghabiskan uang dengan cara yang tidak terpuji.

Hasil yang didapat dari kerja keras dan keringat seorang muslim kendati sedikit itu lebih baik di sisi Allah ta’ala daripada proses yang tidak baik dengan cara meraup keuntungan berlipat akan tetapi merugikan banyak pihak. Nabi Syu’aib ‘alaihi assalam pernah menasihati kaumnya untuk berbuat jujur dan tidak merugikan orang lain dalam berinteraksi dengan sesama apalagi mengambil yang bukan hak-haknya.

85. dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

86. sisa (keuntungan) dari Allah[[1]] adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu” (QS: Huud ayat 85-86)

Ditambahkan di dalam beberapa ayat perihal keutamaan amal shalih yang berkekalan dan mempunyai kedudukan di sisi Tuhan.

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS: Al Kahfi ayat 46)

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya. (QS: Maryam ayat 76)

Duhai jiwa yang merindukan kebahagiaan.

Bertakwalah kepada Allah ta’ala dan hiduplah di jalan yang lurus yaitu jalan yang diridhai Allah ta’ala serta ikutilah orang-orang yang baik dan benar sebagai pendamping dan pembimbing hidup anda menuju bahagia, karena kebahagiaan hanya akan didapat oleh orang-orang yang jujur dan memperjuangkan kejujuran di tengah maraknya fenomena sosial, teruslah memohon agar Allah ta’ala membimbing kita ke dalam golongan orang-orang yang baik dan benar.

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS: At Taubah ayat 119)

Duhai jiwa yang merindukan kebahagiaan.

  • Makanlah makanan yang baik lagi halal.
  • Bekerjalah dengan proses atau cara yang halal.
  • Nafkahilah anak-anak dan istri dari jalan yang halal.
  • Sedekahkanlah sebagian harta  dari hasil yang halal.
  • Hiduplah dengan hidup yang halal.

Dengan demikian hidup akan menjadi tenang dan bahagia, karena segala sesuatunya kita lakukan dengan halal, apa yang masuk ke dalam tubuh pun adalah makanan yang halal. Bukan hanya bahagia yang didapat tapi hidup menjadi lebih berkah dan bermakna. Bukankah kita menginginkan kebahagiaan dengan mudah!.

Adapun mereka yang terbiasa dengan sesuatu yang haram, tentu ini hanya akan menambah kegelisahan dan ketidakberkahan hidup yang akan berdampak pada kelangsungan hidup termasuk kehidupan berumah tangga dan bersosialnya, mereka juga secara sadar atau tidak sadar memberikan makanan kepada anak-anaknya dari hasil haram yang bisa mendatangkan keburukan. Karena pada dasarnya makanan yang mereka makan dari hasil haram ini akan mengalir menjadi darah dan daging keluarganya.

Bagaimanapun juga kebiasaan yang terjadi di masyarakat berupa suap menyuap hanya akan mendatangkan musibah, karena pada hakikatnya kebiasaan suap menyuap ini juga akan mendatangkan laknat Allah ta’ala bahkan neraka pun menjadi ancaman tempat tinggal bagi para pelakunya kelak sesuai dengan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

 “Allah melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap dan orang yang menjadi perantara keduanya” (HR. Al-Hakim)

“Pemberi dan penerima suap (keduanya) di dalam neraka.” (HR. Tabrani)

Lihatlah kejadian di sekitar kita

Selain karena faktor alam dan geografis, sebagai penduduk yang beragama maka tak heran kalau di negeri ini sering dilanda bencana, musibah datang silih berganti seperti tak mengenal jeda untuk beristirahat, mari kita perhatikan dan renungkan musibah yang datang melanda negeri di antaranya:

Banjir ada di mana-mana…

Di tambah tanah longsor yang kerap terjadi…

Tak ketinggalan kabut asap dan polusi juga terus melanda…

Letusan gunung berapi datang dan terus menanti…

Alhasil gempa bumipun terjadi di sekitar kita…

Dan yang lebih berbahaya pergaulan bebas dan kejahatan seksual kini kian tak terbendung dan tak terkendali…

Fenomena sosial pun semakin menggila..

Wabah penyakit pun akhirnya menghantui…

Maka Apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi Setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (QS: Saba’ ayat 9))

Kini…..

Rasa takut  menjadi pakaian yang menghiasi hari-hari…

Kelaparan semakin sukar dituntaskan, entah kenapa …

Kemiskinan semakin merajalela seperti tak ingin berhenti…

Kesenjangan sosial semakin terasa bak jurang yang menganga…

Kebodohan semakin menjadi nyata di negeri ini …

Banyak terjadi kesewenang-wenangan bak tinggal di hutan rimba…

Perpecahan pun terus terjadi di sana sini….

Karena banyak manusia yang lupa….

Terlena dengan kebanggaan dan kejayaan yang menipu diri…

Dan pada akhirnya Rahmat Tuhan pun bisa saja dicabut dari negeri yang dahulu kala katanya aman, damai dan sentosa

Kini berubah menjadi negeri yang seakan-akan dilaknat Tuhan jika kita terus melanggar aturan Tuhan di dunia ini.

Tentu kita semua berharap negeri ini adalah negeri yang subur lagi makmur dan jangan sampai terjadi sebuah musibah besar sebagaimana yang pernah menimpa pada kaum Saba’ di negeri Yaman ribuan tahun silam karena kekufuran mereka seperti dikisahkan dalam Al Quran.

“Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS: Saba’ Ayat: 15)

 “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr”. (QS: Saba’ Ayat: 16)

Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS: Saba’ Ayat: 17).

Duhai jiwa yang merindukan bahagia.

Ketahuilah sesungguhnya anda adalah orang yang paling berbahagia, ketika hidup ini anda sandarkan pada hati nurani dan akal sehat, di situlah anda akan menemukan sebuah arti kehidupan dan kebahagiaan yang ada pada jiwa-jiwa yang sehat dan mereka yang memiliki hati-hati yang bersih.

Karena memiliki hati nurani, akal sehat dan jiwa yang sehat pula adalah harta yang tak ternilai harganya, betapa berharganya mereka yang dikarunia oleh Allah ta’ala berupa pola pikir dan hidup yang sehat.

Sebelum melakukan sesuatu mereka senantiasa selalu bertanya kepada hati nuraninya, ke mana-mana selalu diajak untuk menjadi teman yang baik untuk ditanya, karena hati nurani tidak akan berbohong saat ditanyakan suatu perkara, baik dan buruk suatu masalah hati nurani bisa menjawab dan mengarahkan pemilik hati atau sang penanya kepada jalan kebaikan dan kebenaran. Bagaimanapun juga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengajarkan kita agar menjadikan hati nurani sebagai tempat rujukan untuk bertanya dalam segala hal.

Catatan Kaki:

[1].  Yang dimaksud dengan sisa Keuntungan dari Allah ialah Keuntungan yang halal dalam perdagangan sesudah mencukupkan takaran dan timbangan.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA) & PIMRED di www.infoisco.com (kajian dunia Islam progresif)

Lihat Juga

Bersyukurlah, Maka Hidupmu Akan Bahagia

Figure
Organization