Syukur Bukan Hanya Sebatas Lafazh Hamdalah

Ilustrasi (dakwatuna.com/hdn)

dakwatuna.com – Alhamdulillah. Kata ini sering kita dengar ketika seorang Muslim mendapatkan kabar gembira. Kata ini juga sering didengar ketika seseorang telah menyelesaikan suatu perkara seperti tugas atau rapat. Lafazh hamdalah ini diucapkan sebagai tanda syukur kita kepada Allah. Segala pujian hanya bagi Allah. Memang segala puji hanya milik-Nya, hanya kepada Allah-lah kita menyembah dan kepada-Nya jualah kita dikembalikan.

Bersyukur merupakan salah satu perintah Allah kepada kita selaku hamba-Nya. Syukur juga bisa diartikan sebagai tanda terima kasih kita kepada Allah. Jika ada seseorang yang memberi sesuatu kepada kita, maka ucapkanlah Alhamdulillah, kemudian dibarengi dengan doa untuk orang yang memberi tersebut dengan doa “Jazaakumullaah khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.

Bersyukur itu banyak caranya, minimal dengan mengucapkan hamdalah. Kita diberi nikmat yang sangat banyak oleh Allah. Nikmat pemberian-Nya tidak akan bisa dihitung meskipun dihitung dengan menggunakan supercomputer dengan 24 prosesor. Bersyukur bukan hanya mengucapkan hamdalah, tapi kita melakukan aksi nyata terhadap nikmat yang sudah diberikan Allah kepada kita.

Allah memberi kita bagian tubuh yang lengkap. Dua mata yang sehat, tubuh yang tegap, rambut yang lurus, tangan dan kaki yang sempurna fungsinya, dan kulit indah yang membungkus daging. Jika ada orang yang membeli kedua bola mata kita dengan uang senilai seratus triliun rupiah, apa mau? Tentu kita semua menjawab dengan tegas, tidak! Karena nikmat melihat tidak akan sebanding dengan uang senilai seratus triliun rupiah. Bayangkan kalau Allah mencabut penglihatan kita, apa yang kita rasakan?

Bersyukur itu artinya menggunakan seluruh nikmat dan “fasilitas” yang Allah berikan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Ibadah di sini bukan hanya ibadah ritual seperti salat, zikir, shaum, atau sebagainya, melainkan seluruh aktivitas kita di dunia kita jadikan sebagai ibadah kepada-Nya. Sungguh salah jika ada seorang Muslim menganggap ibadah hanya mencakup amalan ritual saja.

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An’am [6]: 162.)

Nikmat yang tiada terkira ini seharusnya kita gunakan untuk senantiasa beribadah kepada Allah, bukan untuk maksiat kepadanya. Allah memberi kita sepasang kaki dengan berbagai macam gerak, sudah sepatutnya kita gunakan kaki ini untuk melangkahkan diri ke masjid dan majelis-majelis ilmu, bukan malah ke diskotek atau tempat-tempat maksiat lainnya. Begitu juga tangan, kita gunakan untuk membantu orang yang sedang kesulitan dengan sedekah, bisa juga digunakan untuk menuliskan pesan-pesan dakwah kepada umat.

Seorang ibu memberikan uang sepuluh ribu rupiah kepada anaknya untuk membeli bumbu dapur. Uang tersebut digenggam anaknya selama perjalanan ke warung. Namun ketika tiba di warung tersebut, si anak malah menggunakan itu untuk membeli mainan kesenangannya. Jika ibunya tahu uang tersebut bukan dibelikan sesuatu yang dia perintahkan, bagaimana reaksinya? Marah? Kesal?

Manusia diberikan segala macam nikmat agar bersyukur kepada Allah. Jika kita kaitkan dengan perumpamaan di atas, ibu saja bisa marah jika perintahnya tidak dikerjakan, apalagi Allah yang menciptakan ibu kita? Bagaimana jadinya jika Allah memberi semuanya agar kita bersyukur, sedangkan kita tidak mensyukurinya?

Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (Al-Anfal [8]: 26).

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (An-Nahl [16]: 14).

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (An-Nahl [16]: 78)

Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (Al-Qashash [28]: 73).

Begitu banyak nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Tapi kebanyakan manusia sedikit sekali mensyukurinya. Dia tidak ingat bahwa segala apa yang ada di dalam dirinya itu merupakan titipan Allah, yang suatu saat akan diambil-Nya kembali.

Katakanlah: “Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (Al-Mulk [67]: 23).

Mari sama-sama kita menggunakan nikmat Allah untuk beribadah dan berjuang di jalan-Nya sebagai tanda syukur kita, bukan untuk maksiat yang menjadi bagian dari kufur nikmat. Semoga kita termasuk orang-orang yang ahli syukur.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim [14]: 7).

Allahu a’lam.

Konten ini telah dimodifikasi pada 10/07/14 | 14:13 14:13

Penulis buku "Dakwah Online", pendidik, webmaster, aktivis. Mahasiswa Pendidikan Teknik Elektro UPI 2011. Kepala Divisi Teknologi dan Informasi UKM KI Al-Qolam UPI. Pimpinan Redaksi UmatMuhammad.com
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...