Topic
Home / Berita / Opini / Jeritan Hati Guru Korban Kurikulum 2013

Jeritan Hati Guru Korban Kurikulum 2013

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Ketika membuka silabus Kurikulum 2013 yang dicetuskan oleh Menteri Pendidikan M. Nuh, terlihat rasa was-was dan rasa gelisah kebanyakan guru, guru tingkat dasar dan tingkat menengah yang seolah mereka terabaikan. Sebagian guru mencerutu dengan kata yang kurang menyenangkan, namun sebagian lain pasrah terhadap kuasa Tuhan, entah apa yang terserita di dalam hati dan pikiran Bapak Menteri yang terhormat, sehingga tidak pernah merasakan bagaimana jeritan hati para guru yang mata pelajarannya dihilangkan dengan alasan “pendidikan kita harus berstandar China atau Jepang”, pada kita di Indonesia masih banyak harus kita benah, agar kita setingkat dan sederajat dengan pendidikan mereka di luar negeri sana.

Lihatlah, betapa luasnya negara kita ini, yang kadang kala seorang menteri itu tidak pernah menjajakkan kakinya ke seluruh tempat pendidikan di negara kita, mulai dari Sabang sampai Merauke, berjuta sekolah ada di sana, mulai dari sekolah yang katanya berstandar International sampai ke sekolah yang beratap rumbia dan berdinding bambu, guru yang mengajarpun berbagai karakter, mulai guru yang memang selayaknya menjadi guru dan digaji oleh negara, sampai dengan guru yang harus mengajar secara terpaksa karena medan yang susah dijangkau pemerintah sehingga demi  mencerdaskan anak bangsa, walau cuma bisa membaca, mereka rela mengorbankan waktunya walau tanpa digaji.

Belum lagi korupsi yang seolah adalah warisan yang mesti dijalankan, tak ada waktu tanpa korupsi, mulai instansi umum sampai dengan kalangan kementerian agama, para koruptor merentangkan tangannya seakan mencekik anak bangsa agar mereka tetap berada di bawah kemiskinan dan menghancurkan asa mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak dari negaranya.

Para guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, tapi mereka juga manusia, yang membutuhkan kesejahteraan dan perhatian, persentase gaji yang mereka dapatkan bila dibandingkan dengan pegawai dinas lain, sungguh tiada setara, tiada uang masuk, namun gajinya memang segitu yang harus mencukupi kebutuhan keluarga dan tanggungannya, belum lagi pengadaan fasilitas bagi mereka yang terabaikan, padahal mereka membutuhkan rumah dinas dan kendaraan seperti pengadaan bagi pegawai di dinas lain, yang kedengaran tunjangannya melimpah ruah dengan fasilitas yang disediakan negara.

Padahal maju dan hancurkan suatu  negara dari bagaimana negara itu menghargai seorang guru, lihat Jepang dulu, bagaimana mereka hancur lantak karena bom atom, namun mereka menyejahterakan guru dan menjadikan guru pahlawan sehingga kini mereka menjadi negara yang maju.

Namun melihat fenomena di negara kita, seolah guru itu tiada artinya, baru saja ada program sertifikasi, itu pun dipermasalahkan oleh mereka yang iri, mengadakan tunjangan sertifikasi adalah pemborosan uang negara. Mereka tidak mengadakan bagi guru untuk tidak mengambil sertifikasi, namun mereka mempersulit para guru dengan peraturan mereka agar uang sertifikasi itu susah diambilnya, padahal melihat penghasilan guru di negara maju dengan di negara kita, sungguh tiada sebanding, kita hanya berpatokan pada kurikulum luar negeri namun kita mengabaikan bagaimana luar negeri memberi kesejahteraan kepada guru-guru mereka.

Kurikulum 2013, Ada Guru yang Dikorbankan

Memang setiap negara ingin dunia pendidikan mereka maju, namun apakah kita harus mengorbankan orang lain agar apa yang kita pikirkan baik itu tercapai? Kenapa mesti ada kurikulum 2013 yang membuat sebagian guru yang mata pelajaran mereka dihilangkan menjadi galau, sedih dan seolah dianaktirikan oleh mereka. Padahal kita tumbuh dan menjadi besar sampai menjabat menteri atau jabatan lain tidak terlepas dari kurikulum sebelumnya, jasa para guru yang dengan ikhlas mengajar kita dahulu, kini kita tega membuat mereka bersedih dan menjerit, padahal asa mereka tinggal di negara yang merdeka adalah dengan membuat mereka sejahtera, mendapatkan tempat mengajar yang layak, memfasilitasi mereka dengan pelatihan-pelatihan agar disiplin pengetahuan mereka sesuai dengan kemajuan masa.

Guru Bahasa Inggris di tingkat dasar dan Guru TIK di tingkat menengah, adalah sedikit gambaran kecil bagi mereka yang dikorbankan, mata pelajaran mereka dirampas dan dihilangkan dalam kurikulum 2013, padahal mereka telah berjasa puluhan tahun yang lalu, belum lagi mereka telah disertifikasikan dengan mata pelajaran itu, dalam hati mereka menjerit dan membuat mereka tiada tenang, mau mengajar apa mereka kelak? Walau ada isu mereka akan dialihkan ke muatan lokal, namun itu bukan juga suatu pegangan yang pasti.

Sungguh sangat menyedihkan menjadi guru di Indonesia ini, seolah setiap kebijakan itu bertepuk sebelah tangan, tanpa pernah membuat referendum kepada mereka yang akan dikorbankan, padahal mereka juga guru yang selayaknya diperhatikan. Banyak problematika yang melanda mereka, mulai sekolah yang mereka ngajar seperti kandang sapi, kekurangan kelas, kekurangan jam karena harus 24 jam, fasilitas di sekolah yang seadanya, masih banyak lagi masalah yang belum terpenuhi, namun kali ini juga mereka harus kehilangan mata pelajaran karena kurikulum 2013.

Padahal guru itu adalah pilarnya negara ini, yang mesti kita perjuangkan nasib mereka yang kita jadikan mereka semulianya agar generasi anak bangsa bisa mendapatkan pengetahuan yang sempurna, namun fenomenanya, sungguh sangat miris, namun inilah wajah pendidikan dan kebijakan negara kita.

Wahai Bapak Menteri Pendidikan, guru TIK dan guru Bahasa Inggris adalah bagian dari guru Indonesia juga, mereka telah sangat berjasa mengajar anak bangsa bisa berbahasa Inggris dan mampu menguasai teknologi, walau itu cuma dasar, jangan samakan pendidikan di negara kita dengan di negara luar, mereka yang di luar sana, bahasa Inggris adalah bahasa sehari-harinya, teknologi mereka adalah makanan setiap hari, namun kita, jangankan menguasai bahasa Inggris kadang bahasa Indonesia pun masih banyak yang belum mereka ketahui, apalagi teknologi, negara kita banyak sukunya, mereka waktu kecil disibukkan dengan bahasa sukunya, jadi jangan biarkan mereka makin bodoh, mungkin hanya di sekolah mereka mengenal komputer, kalau di rumah jangankan komputer, kadang televisi pun mereka tidak punya.

Memangkas dan menghilangkan mata pelajaran yang sudah ada, penulis rasa bukan suatu solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan, namun mengembangkan kurikulum yang sudah ada sebelumnya yang sangat dibutuhkan, perbanyak Diklat guru sesuai mata pelajaran yang di emban, lengkapi fasilitas proses belajar mengajar di setiap sekolah yang ada di Indonesia, perbanyak rombel belajar sesuai yang dibutuhkan setiap sekolah, dengan demikian mutu pendidikan di tanah air ini akan meningkat, jauhkan sifat bisnis dari dunia pendidikan, berlaku jujur dan adil dari tingkat atas sampai tingkat bawah, dan jangan biarkan para siswa menjadi manja dengan peraturan.

Semoga Bapak Menteri Pendidikan selaku pengambil kebijakan dalam setiap dunia pendidikan dapat merasakan jeritan hati guru-guru yang mata pelajarannya dihilangkan dalam kurikulum 2013, semoga rasa itu dapat dirasakan, jangan beratkan mereka dengan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan uang, namun sejahterakan mereka sebagaimana mestinya, karena bila guru menjadi sejahtera maka mutu pendidikan akan meningkat, nasib bangsa ini tergantung bagaimana bangsa menghargai guru.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumnus STAIN Malikussaleh Lhokseumawe. Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara.

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization