4 Ramadhan, Menghidupkan Hati dengan Melaksanakan Amanah

Ilustrasi (bo7.net)

dakwatuna.com – Hati akan hidup jika dimasuki cahaya keimanan. Tapi cahaya itu akan cepat padam jika tidak dipelihara.

Cahaya Al-Qur’an

Generasi pertama umat Islam benar-benar memperlakukan Al-Qur’an sesuai dengan fungsinya. Al-Qur’an sebagai kitab hidayah; Al-Qur’an sebagai sumber iman. Maka hidup mereka berjalan dengan baik; hati mereka terbebas dari perbudakan dunia. Karena Allah Ta’ala mewujudkan janji-Nya. Mereka berkuasa menjadi guru bagi dunia ini berabad-abad lamanya.

وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ

“Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?” [At-Taubah: 111].

Namun lambat laun, umat Islam mulai meninggalkan Al-Qu’an. Mereka akrab dengan bacaannya tapi jauh dengan pesannya. Mereka tak lagi bisa merenungi ayat-ayat-Nya, tidak bisa merasakan getaran-getarannya. Saat itulah kekalahan demi kekalahan menghampiri umat Islam.

Ibnu Mas’ud re. mengatakan, “Al-Qur’an diturunkan adalah untuk diamalkan. Tapi banyak orang menganggap bahwa membacanya itulah mengamalkannya.” Membaca Al-Qur’an dan segala sesuatu yang terkait dengan bacaan sudah menjadi amalan, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk mencari hidayah di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman:

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”

[An-Nisa’: 79].

وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَى نَفْسِهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Barang siapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudaratan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [An-Nisa’: 111].

Agar Cahaya Tak Kunjung Padam

Hendaknya kita berhati-hati, jangan-jangan tuntunan Al-Qur’an yang kita tinggalkan. Hendaknya kita selalu memeriksa diri kita, mulai dari hal-hal kecil. Misalnya, mungkin kita telah meminjam sesuatu dari saudara atau kenalan kita. Kemudian barang itu lama bersama kita sampai kita lupa, dan pemiliknya pun terlupa. Kita tidak mengembalikannya, padahal itu adalah amanah yang harus ditunaikan walaupun pemiliknya telah lupa.

Ketika datang ajal, akan ada perhitungan antara kita dengan Allah Ta’ala, dan antara kita dengan sesama manusia. Barang pinjaman yang terlihat kecil bisa menjadi masalah besar pada hari itu. Karena tidak ada lagi hitung-hitungan dengan harta benda, yang ada adalah hitung-hitungan dengan pahala amal kebaikan kita.

Kita mulai dari yang kecil dan kita ketahui. Karena kalau kita menyepelekannya, maka kita akan mudah melakukan kesalahan yang lebih besar lagi. Karena amanah itu bermacam-macam hingga pada amanah pekerjaan, harta, kewajiban agama, dan lain-lain. Kehati-hatian kita dalam masalah ini akan memelihara hidupnya hati. Bi idznillah. (msa/dakwatuna)

S1 Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir. S2 Universitas Al-Neelain, Khartoum-Sudan. Dosen Ma'had An-Nuamy, Jakarta
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...