Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mecintai Ramadhan dengan Jujur

Mecintai Ramadhan dengan Jujur

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ilustrasi. (iluvislam.com)
Ilustrasi. (iluvislam.com)

dakwatuna.com – Ramadhan kembali tiba. Gempita suka cita umat kian membahana. Bagaimana tidak? Inilah bulan ketika setiap amal kebaikan diganjar berkali lipat pahala. Dan inilah bulan dimana pintu ampunan-Nya dibuka seluas-luasnya. Maka sangat ganjil dirasa bila masih ada umat Islam yang tidak menghargai bertamunya sang bulan mulia.

Ironisnya, fenomena ganjil inilah yang biasa kita temui. Seyogianya di bulan Ramadhan seorang muslim justru tergiur untuk “membeli” amal kesibukan yang berkualitas dan bermutu dengan modal waktu yang dimilikinya. Tapi, yang ditemui justru sebaliknya! Ketika di bulan-bulan selain Ramadhan ia melakukan aktivitas yang tak bermanfaat, maka di bulan Ramadhan frekuensi dan durasinya justru lebih tinggi lagi.

Ia banyak melakukan aktivitas sia-sia untuk membunuh waktu yang padahal sangatlah berharga. Seakan inti Ramadhan tak lebih dari sekedar makan ketika sahur dan berbuka. Jika sudah demikian, apakah benar pengakuannya mencintai Ramadhan sedangkan ia sama sekali tak menghargainya? Apakah jujur ia merindui Ramadhan yang ketika berjumpa ia malah ingin segera menyudahinya?

Fenomena tersebut telah menjauhkan Ramadhan dari pemaknaan yang seharusnya, yaitu bulan yang penuh dengan limpahan berkah dan kebaikan malah dianggap sebagai bulan terbaik untuk bermain dan bermalas-malasan. Sering kita menyaksikan, ada yang sengaja merancang Ramadhannya dengan beragam aktivitas yang tak memberi maslahat. Seperti memancing dari pagi hingga malam, nonton TV dan main game seharian, bermain catur (padahal permainan catur termasuk yang dibenci Rasulullah!), dan ada pula yang sengaja menenggelamkan diri di dunia maya tanpa ada guna!

Inilah orang-orang yang terjebak dengan kesenangan. Seperti hidup dengan memanjakan hawa nafsunya, akhirnya nafsu yang dibesarkan itu sendiri yang mendurhakainya.  Ia hidup bukan mengendalikan tapi justru dikendalikan. Secara lahir memang terlihat mereka yang menggenggam dunia dan bermain-main dengannya. Tapi hakikatnya, merekalah yang dicengkeram tipuan dunia dan dunia mempermainkan mereka sesukanya.

Bila ditinjau dari segi syariat, memang aktivitas hiburan tersebut dihukumi mubah. Tapi, bukan berarti kita bisa seenaknya memporsikan seluruh waktu untuk hal-hal yang tak berguna. Karena seseorang yang bagus keimanannya, ia tidak hanya bertanya, “Apakah ini halal atau haram?” Akan tetapi, pertimbangan yang tidak kalah pentingnya adalah, “Apakah ini berguna atau tidak?” Rasulullah juga mengingatkan dalam sabda beliau dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya”

Bukan bermaksud mengharamkan aktivitas yang dibolehkan oleh syariat. Karena pada dasarnya memang tidak salah kalau seorang muslim bergurau dan bermain-main. Asalkan, syaratnya terpenuhi. Pertama, kiranya aktivitas hiburan tersebut dapat melapangkan hati. Kedua, hiburannya tidak menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menyita seluruh waktunya.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu, carilah segi-segi kebijaksanaan (hiburan) demi kepentingan hati.” Dan katanya pula, “Istirahatkanlah hatimu sekedarnya. Sebab hati itu apabila tidak suka, bisa buta.” Abu Darda’ pun berkata juga, “Sungguh, hatiku akan kuisi dengan sesuatu yang kosong. Supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang hak.”

Namun, hal terpenting dan utama yang harus selalu kita ingat adalah, “Ramadhan adalah musim semi tempat bunga-bunga amal merebak dan menebar aroma pahala mewangi. Jika di musim semi seperti ini saja masih ada bunga yang tidak bermekaran, maka di musim kapan lagi kembangnya akan bisa diharapkan? Apakah ia akan mekar di musim gugur atau musim dingin? Yang demikian hanyalah angan kosong yang sudah pasti tidak mungkin.”

Wallahu A’lam.

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mujahid Pena

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization