Anak Tukang Becak, Anak Bebek dan Ketidaksempurnaan Dunia

Raeni menuju Auditorium Unnes untuk mengikuti wisuda diantar oleh Mugiyono, ayahnya, Selasa (10/6/2014). (Lintang Hakim/Dok Unnes)

dakwatuna.com – Bukan sembarang prestasi, terlahir dari keterbatasan. Lulusan terbaik sebuah universitas itu adalah anak tukang becak. Ada lagi, lulusan terbaik universitas ternama diraih seorang anak buruh tani.

Anak-anak bebek, terlahir dalam ketidaksempurnaan. Berpayah menggeliat dalam kesendirian. Namun, senantiasa tetap terlahir orang-orang terpilih, yang menyiasati keterbatasan, menerobos penghalang, menembus ketidakmungkinan, merajut bilah-bilah kekurangan agar terbentuk menjadi sesuatu yang terbaik.

Dunia tak selalu menghamparkan kesempurnaan. Menorehkan prestasi dari keterbatasan menjadi lebih bernilai. Melampaui yang dicapai oleh mereka yang berkecukupan, berlimpah dengan berbagai fasilitas.

Memukau khalayak, takjub, menjadi ibrah, menumbuhkan motivasi dan tekad pada mereka. Mengajarkan mereka untuk bersyukur, berbagi, dan berbuat kebajikan. Dan semua itu menjadi tambahan kebaikan baginya.

***

Dunia tak selalu menyempurnakan pembalasannya. Tak semua kisah berkesan itu menjadi cerita. Tak dikenal dalam senyap, luput dalam pandangan manusia, terseok-seok dan terhina. Namun, ia tetap mulia, tak berkurang sedikit pun nilainya. Masih harus ditempa dengan berbagai ujian kesabaran, agar lebih indah. Tak apa, menjadi simpanan untuk hari nanti. Untuk kebahagiaan yang lebih sempurna.

Dunia tak selalu menyempurnakan  pengabarannya. Tak semua yang terlahir berkesan itu sejati. Ketika pengabaran dunia dicuri oleh kepalsuan. Gegap gempita, memukau pandangan manusia. Padahal, ia hanyalah polesan tipis. Apa yang tersembunyi berbeda dengan yang tampak, sebaik-baik pujian belum tentu sebaik-baik amal. Pencitraan semu, antara kepalsuan dan pura-pura. Mengemas sebuah kepalsuan, memperdaya, mengelabuhi pandangan manusia, memanipulasi empati mereka.

Ketika ketulusan belum mendapatkan tempat, ketika keadilan masih dinanti, masa dimana orang-orang lemah harus terseok-seok, terinjak-injak dalam kerumunan. Masih harus menyempurnakan kesabarannya, berhias dengan keluh kesah. Namun, keadilan itu tetap akan terwujud, dan pasti akan terwujud, entah suatu saat nanti. Kebajikan sejati, pada saatnya akan menerjang, tak ada seorang pun mampu menahan lajunya.

***

Hanya sedikit dari biji yang tercipta, yang bisa bersemi dan tumbuh. Dari karunia-Nya yang tak terhingga, hanya sedikit yang berbuah menjadi amal. Begitu sering kesempatan yang terlewat, begitu banyak potensi yang tersia-siakan. Di antara cita dan kesempatan, antara upaya dan takdir pada seorang hamba, membuka sebuah jalan, melewati berbagai ujian yang menghadang.

Kekurangan memperindah kesabaran. Ketidaksempurnaan menyempurnakan pengabdian. Kelemahan menghias pengharapan, berbuat dalam keterbatasan. Tanpa menunggu berakhirnya ketimpangan dunia.

Konten ini telah dimodifikasi pada 18/06/14 | 15:57 15:57

Seorang petani di kaki Gunung Ungaran. Mengikuti kegiatan di Muhammadiyah dan halaqah. Meski minim mendapatkan pendidikan formal, pelajaran hidup banyak didapat dari lorong-lorong rumah sakit.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...