Al-Madzahib al-Islamiyah (Bagian ke-6): Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com 

III. B. 5. Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah

Madzhab ini sering juga disebut thaifah manshurah (kelompok yang ditolong), firqah an-najiyah (golongan yang selamat), sawadul a’zham (kelompok yang besar), salafiyah (umat terdahulu) dan istilah inilah yang dimustahabkan oleh Imam Ibnu Taimiyah. Pengikut Ahlus Sunnah disebut sunni.

Definisi:

Tidak ada satu pun ayat dan hadits yang menyebut nama Ahlus Sunnah wal Jamaah secara langsung. Istilah tersebut merupakan racikan dari beberapa hadits.  As-Sunnah adalah thariqah (jalan) yang ditempuh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga Hari Kiamat. Al-Jamaah secara bahasa adalah kaum yang berkumpul. Namun, yang dimaksud oleh aqidah ini adalah orang-orang terdahulu (salaf) dari umat ini. Dari kalangan sahabat, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik,  walaupun seorang diri namun tetap teguh di atas kebenaran yang dianut jama’ah tersebut. (Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 10-11)

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Jama’ah adalah apa-apa yang menyepakati kebenaran, walau engkau seorang diri.” (Imam Ibnul Qayyim, Ighatsatul Lahfan min Mashayidisy Syaithan, I/70)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah zamanku (yakni para sahabat), kemudian setelahnya (para tabi’in), kemudian setelahnya (tabi’ut tabi’in)” (HR. Bukhari (5/199,7/6,9/460), Muslim (7/184-185), Ibnu Majah (2/63-64), Ahmad (1/378, 417), dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu. Lihat Syaikh al Albany, dalam Sisilah al Ahadits Ash Shahihah no. 700)

Dari Irbadh bin Sariyah Radhiyalllahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda,”Barangsiapa yang hidup setelah aku mati, kalian akan melihat banyak perselisihan. Maka, peganglah sunahku dan sunah khulafa’ur rasyidin setelahku. Berpegangteguhlah padanya, dan gigit dengan geraham kalian.” (HR. at Tirmidzi, menurutnya hasan shahih)

Rasulullah juga bersabda, “Sesungguhnya Bani Israel terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sedangkan umatku menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semua di neraka, kecuali satu golongan, yaitu al-Jama’ah.” Mereka bertanya, “Golongan apa itu?”  Beliau menjawab, “Apa-apa yang aku dan sahabatku ada di atasnya.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar, menurutnya hasan gharib, tidak dikenal kecuali dari sisi ini. Hadits tentang perpecahan umat juga diriwayatkan oleh yang lain seperti Ibnu Majah dari Auf bin Malik tetapi tanpa teks ‘kecuali jamaah’ (2/1322), dishahihkan Syaikh al Albany dalam Shahihul Jami’ (1/357I) dan Ash Shahihah no. 1492., Imam Ahmad (4/402), Abu Daud, Aunul Ma’bud (12/340). Menurut Ibnu Taimiyah hadits ini shahih, menurut Ibnu hajar al Asqalany; hasan shahih. Sedangkan menurut Imam Ibnu Hazm hadits ini maudhu’ (palsu) juga menurut Imam Ibnul Wazir al Yamany, bahkan dicurigai hadits ini riwayatkan orang mulhid (ateis), Syaikh Yusuf al Qaradhawi juga meragukan hadits ini)

Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Senantiasa ada segolongan orang dari umatku yang tegak di atas kebenaran.  Orang yang tidak peduli dan berselisih dengan mereka tidaklah mencelakakan mereka. Mereka tetap demikian hingga datangnya Hari Kiamat.” (HR. Bukhari [ 4/187], dan Muslim [3/1523] )

Imam Abdullah bin Mubarak (w. 181H) berkata tentang hadits di atas, “Menurutku mereka adalah para ulama’ hadits.”

Imam Ali bin al-Madini (w. 234H) berkata, “Mereka adalah para pemilik hadits.”

Imam Ahmad bin Hambal (w. 241H) berkata, “Mereka adalah ulama hadits, jika bukan mereka, aku tidak tahu lagi siapa mereka.”

Imam Ahmad bin Sinan (w. 259H) berkata, “Mareka adalah para ahli ilmu dan pemilik atsar.”

Imam Bukhari (w. 256H) berkata, “Yakni para ulama hadits.” (Syaikh al Albany, Silsilah al Ahadits Ash Shahihah no. 270)

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan jamaah para sahabat dan tabi’in, serta tabi’ut tabi’in, baik diri sisi paradigma berpikir dan  pengamalan terhadap agama, serta akhlak. Bukan sekedar simbolistik, tetapi esensi (ruh wa maqashid). Maka siapa-siapa saja yang mengikuti dan menempuh jalan keselamatan yang mereka tempuh secara benar, mereka juga termasuk Ahlus Sunnah wal Jamaah walau hidup tidak sezaman dengan mereka, bahkan walau hidup seorang diri.

III. C. Anjuran Berpegang Teguh Kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah

Imam Abul Aliyah berkata, “Hendaknya kalian berpegang teguh kepada urusan agama pertama yang dipegang manusia sebelum mereka terbagi-bagi.”

Imam al-Auza’i berkata, “Sabarkanlah dirimu dalam berpegang kepada as- Sunnah. Berhentilah jika manusia berhenti. Katakanlah apa yang mereka katakan. Tahanlah apa yang mereka tahan. Ikutilah jalan salafus shalih. Karena yang demikian membuat jalanmu lapang sebagaimana jalan mereka yang lapang.”

Yusuf bin Asbath berkata, Sufyan (ats Tsauri) berkata kepadaku, “Wahai Yusuf, jika engkau mendengar seseorang di Timur bahwa ia berpegang kepada as-Sunnah, maka sampaikan salamku padanya. Dan, jika di Barat engkau dengar ada yang berpegang kepada as-Sunnah, maka sampaikanlah salamku padanya. Karena sedikit sekali orang dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah.”

Sufyan at Tsauri berkata, “Mintalah nasihat yang baik dari Ahlus Sunnah. Karena mereka itu dianggap orang-orang asing.”

Mu’tamar bin Sulaiman berkata, “Aku menemui ayahku dengan wajah yang muram. Ayah bertanya, ‘Ada apa dengan dirimu?’ Aku menjawab, ‘Temanku meninggal dunia.’

’Apakah ia meninggal di atas as-Sunnah?’ Tanya ayahku.

‘Benar,’ jawabku

‘Lalu, kenapa engkau sedih dengan kematiannya?’ kata ayah.

Ayyub (as-Sukhtiyani) berkata, “Aku diberitahu berita wafatnya kalangan Ahlus Sunnah, yang membuat salah satu anggota tubuhku seakan terlepas.” Dia juga berkata, “Sesungguhnya di antara kenikmatan orang Arab atau non Arab adalah jika mereka dipertemukan dengan ulama Ahlus Sunnah.”

Al junaid bin Muhammad berkata, “Semua jalan tertutup, kecuali bagi orang yang mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sunah dan jalan beliau, maka semua jalan kebaikan terbuka di hadapannya.”

Imam asy-Syafi’i berkata, ”Jika aku melihat seseorang dari Ahli hadits, seakan aku melihat seseorang dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

(Insya Allah) Bersambung…

Lahir di Jakarta, Juni 1978. Alumni S1 Sastra Arab UI Depok (1996 - 2000). Pengajar di Bimbingan Konsultasi Belajar Nurul Fikri sejak tahun 1999, dan seorang muballigh. Juga pengisi majelis ta'lim di beberapa masjid, dan perkantoran. Pernah juga tugas dakwah di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, selama dua tahun. Tinggal di Depok, Jawa Barat.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...