Pemaknaan Kembali Rahmatan Lil Alamin

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Banyak orang yang menafsirkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin sebagai tafsiran yang terlalu luas. Opini utama yang digiring aktivis liberal, mungkin saja perdamaian dan kerukunan antar umat beragama. Tetapi, yang terjadi adalah kesalahpahaman pada pemaknaannya. Disaat agama lahir sebagai pedoman hidup, para aktivis JIL (Jaringan Islam Liberal) membuat seolah-olah agama hanya sebagai identitas yang bisa diubah dan diganti kapan saja. Hal yang saya amati terjadi ialah:

–          Niatnya mungkin untuk mengharmoniskan hubungan antar umat beragama, yang terjadi malah sekat antar umat beragama menjadi bias.

–          Niatnya mungkin untuk memodernisasikan pemikiran umat Islam, yang terjadi malah peninggalan nilai-nilai penting dalam ajaran agama Islam.

–          Niatnya mungkin mengkritik ijtihad ulama yang tidak berdasarkan nash, yang terjadi malah mengeluarkan ijtihad tandingan yang bertentangan dengan nash.

–          Niatnya mungkin membuat Islam dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, yang terjadi malah Islam berjalan beiriringan dalam “kegilaan zaman”.

–          Niatnya mungkin membuat Islam sebagai ajaran yang menyenangkan untuk dianut, yang terjadi adalah kengerian dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran dan hadits yang berdasarkan hawa nafsu.

Sungguh, hal semacam ini perlu kutuliskan. Agar keresahanku dan teman-teman dakwah kampus dapat terdengar oleh banyak aktivis keulamaan Islam. Apalagi setelah diriku menghadiri seminar Ulil Abshor Abdalla (Co-Founder JIL), di kampusku UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Seminar 4 Juni 2014, di Aula Fisip lt. 1). Kulihat Ulil sedang gencar-gencarnya mengadakan estafet seminar (lintas fakultas) di kampusku. Karena pergerakannya di kampus lain sulit dilakukan. Sehingga, wajar jika sebutan banyak orang mengenai kampusku, ialah markasnya liberal.

Adapun pemaknaan Islam rahmatan Lil ‘Alamin sudah tegas dalam al-Quran. Innad dina indallahi Islam (Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam) (QS. Ali imran: 19) Mengenai cara kita berkomunikasi dengan umat beragama lain, Islam sangat jelas menentukan batasan haram/halalnya. Bahkan, kita diharuskan saling mengasihi dan menyayangi umat beragama lain. Sehingga Islam pun membenarkan dengan segala aturannya.

Jadi menurutku, Islam itu tetap harus modern, toleran, dan mengasihi umat beragama lain tanpa harus melupakan jati diri sebagai mukmin (orang yang beriman) yang diridhai Allah.

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...