Surat Cinta untuk Golongan Putih

Ilustrasi. (Foto: imageshack.us)

dakwatuna.com – 

Salam keadilan!

Sahabatku,

Aku perhatikan sampai sekarang engkau masih begitu getolnya memaki-maki demokrasi dengan segala keburukan dan kekurangannya. Engkau pun mengeluarkan mosi tidak percaya pada sistem ini. Kemudian, engkaupun mensosialisasikan syariat Islam yang kau bilang syamil dan harga mati. Dan yang paling ekstrem, bagi saya adalah saat engkau dan teman-temanmu meng-kampanye-kan golput pada sistem yang kau bilang kufur ini. Akupun mencoba menahanmu. Tapi, engkau tak menghiraukanku. Ya sudah, silakan saja!

Sahabatku,

Sepertinya sikapmu yang tak peduli lagi pada Pemilu lebih dikarenakan kau sudah tak lagi percaya pada wakil rakyat yang terdaftar di kertas suara itu. Kau merasa tidak ada bedanya satu sama lain. Sama-sama mengejar kekuasaan dan lupa pada rakyat yang telah memilihnya. Kemudian, di Pemilihan Presiden pun, sepertinya sikapmu tidak akan jauh berbeda. Engkau masih tidak ingin menggunakan hak pilihmu karena dua calon yang disuguhkan tak satupun memenuhi kriteria pemimpin yang kamu inginkan. Benarkah begitu, Sahabatku?

Sahabatku,

Jika memang demikian sikapmu, jika memang engkau sudah begitu mantapnya untuk golput, coba pikirkan ulang sekali lagi. Sebenarnya bagi saya, silahkan saja jika kecewa pada partai yang kau bilang sok suci karena membawa-bawa agama itu. Silahkan saja menutup dirimu dari segala produk politik ini. Silahkan saja muak pada wakil rakyat yang kau bilang pengkhianat. Silahkan saja menjauhi demokrasi-politik yang memang bukan produk agama kita. Silahkan sahabatku, silahkan saja! Kecuali engkau bersedia berpikir ulang terkait beberapa hal yang ingin kuceritakan padamu.

Sahabatku,

Pernahkah engkau mendengar curahan hati ibu rumah tangga yang tiap hari mengeluh karena harga bahan pokok tak teratur dan melambung semaunya? Atau, bahkan cerita dari ibumu atau saudara perempuanmu, pernah? Siapkah engkau mendengarkan hal itu setiap hari? Setiap kali hendak menghidangkan sarapan, mereka akan mengeluh tentang melambungnya harga pasar. Kamu pikir, siapa yang mengendalikan itu semua kalau bukan Pemerintah? Jika memang engkau tidak siap dengan semua itu, mari manfaatkan hak demokrasi kita.

Sahabatku,

Pernahkah engkau mendengar curahan hati para bapak tua yang menjadi tulang punggung keluarga yang mayoritas petani tersebut mengumpat tentang harga pupuk yang tak sebanding dengan hasil panen sawahnya? Atau, bahkan cerita dari ayahmu sendiri, pernah mendengarnya? Kamu pikir siapa yang mengendalikan itu semua kalau bukan Pemerintah? Jika engkau tidak rela membiarkan mereka berkeluhkesah setiap hari saat hendak pergi ke sawah dan saat pulang ke rumah, mari pergunakan hak pilih kita.

Sahabatku,

Siapa yang akan mengatur lokalisasi dan minuman keras yang ada di mana-mana itu? Siapa yang mengawal segala perundangan dan tata hukum kenegaraan? Apakah engkau akan membiarkan kalau nantinya orang-orang jahat itu mengatur hajat hidup orang banyak semaunya? Termasuk hajat hidup kita, keluarga kita dan keturunan kita nantinya? Apakah engkau rela jika nantinya perlahan-lahan negeri ini menjadi tak layak untuk dihuni lagi? Ayo sahabatku, berikanlah satu suaramu. Ada agenda bangsa yang mendesak di Pilpres mendatang. Agenda menyelamatkan Indonesia.

Sahabatku,

Mari membangun Indonesia dari serpihan asa dan cita yang berserakan ini. Dengan cinta, kerja, dan harmoni. Bersama-sama, dalam bingkai merah putih. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib berpesan, “Kezhaliman akan terus ada. Bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena diamnya orang baik.

Wahai sahabatku yang baik, hendak ke mana engkau titipkan negeri ini?

Senayan, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan, bahkan keluargamu. Semuanya akan engkau titipkan kepada siapa? Kepada Allah semata? Ya jelas memang demikian, hanya kepada Allah dan kepada syariat Islam kita hendaknya bergantung. Tapi, bukankah semua itu ada sarananya? Dan sejauh ini, yang paling kecil kerusakannya adalah dengan berpartisipasi pada pesta demokrasi ini. Kita gunakan hak pilih untuk memilih orang baik. Setelahnya, Allah yang mengatur. Kita butuh menjemput sarana itu.

Sahabatku,

Mari memutar ulang ingatan sederhana kita. Tentang ibu-ibu kita yang tiap pagi harus berurusan dengan sembako yang tak teratur harga dan persediaannya itu. Atau, tentang petani yang dipermainkan pasar untuk harga pupuk dan hasil panennya. Serta tentang para pekerja yang merasa kurang dibela haknya oleh Pemerintah. Hendak bagaimana kita menghibur mereka? Sudahkan cukup jika kita hibur mereka dengan barisan ayat suci al-Qur’an dan lembaran Shahih Bukhari? Saya kira belum, sahabatku. Mereka butuh implementasi dan produk nyata dari hukum dan syariat Islam tersebut.

Ayolah berpartisipasi untuk menempatkan orang-orang baik agar memimpin negeri ini. Ayo perjuangkan orang baik agar menjadi orang nomor satu di negeri ini. Semoga melalui dia nantinya, Allah menurunkan keberkahan negeri yang kita cintai ini. Kecuali jika memang engkau sudah putus asa dan tak peduli lagi dengan masa depan anak-anak kita dan negeri ini. Ya sudah, aku menyerah. Silakan golput saja!

Single fighter yang ayah-able | Petani Muda Berdasi | Wirausahawan | Pusat Al-Qur'an Terpadu | Barkasmal Jogja
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...