Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Konsistensi Pribadi Qurani di Bulan Ramadhan

Konsistensi Pribadi Qurani di Bulan Ramadhan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Al-Quran memang kitab yang mulia dan menjadi mukjizat yang diturunkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. Jika membacanya mendapat pahala dan kebaikan. Allah swt menjelaskan kepada setiap hamba-Nya yang ragu akan ketetapan kitab suci tersebut, untuk membuat sebuah surat saja yang semisalnya. Betapa agungnya al-Quran sehingga tidak ada yang mampu menirunya. Meskipun dari kalangan jin atau iblis.

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah (saja) yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar.” (Qs. al-Baqarah:23-24).

Tidak ada yang keliru dalam penjelasannya. Ia adalah kitab yang mudah untuk dibaca dengan lisan. Ketika membacanya, seseorang akan merasakan ketenangan hatinya dan tidak ada sama sekali hawa nafsu di dalamnya. Tak ada keraguan jika ingin mentaddaburinya, apabila kita termasuk orang-orang yang berpikir. Allah swt mengingatkan kepada hamba-Nya, untuk memelihara diri dari kerasnya siksa di neraka kelak.

“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya)dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir.” (Qs. an-Nisaa: 174-175).

Sangat baik bila kita mau mengajarkan, mempelajari, memahami dan menghafalkannya dengan tulus niat karena Allah. Karena al-Quran bisa menjadi penolong di Hari Kiamat nanti. Saat ini, teknologi sudah semakin maju, untuk bisa menjelajah dan membacanya, bisa dengan mudah didapat. Seperti, melalui telepon genggam, cukup efisien ketika dibawa ke manapun pergi. Tidak ada pelarangan membaca al-Quran di jalan atau dalam bentuk kitab.

Dengan mendengarkannya saja, bisa mendapat pahala. Terlebih ditambah dengan membacanya, di dalam maupun di luar shalat. Tak dapat dipungkiri, kesibukan sehari-hari dijadikan alasan sulitnya untuk membaca al-Quran. Ketika seseorang sudah sulit menemukan nama al-Quran dalam hati, sebaiknya ia bertanya dengan diri sendiri, “Di manakah letak imannya saat itu?” Maka dari itu, kehadiran teknologi yang semakin canggih saat ini, semakin memudahkan untuk membacanya. Dan juga dilengkapi fitur-fitur tertentu agar tidak menemui kesulitan saat memahami.

“Siapa yang membaca satu huruf dari al-Quran, maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan dilipatkan sepuluh kali semisalnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (Hr. Tirmidzi).

Berkaitan dengan bulan Ramadhan, membaca al-Quran akan lebih banyak faedahnya dibanding hari-hari biasa. Setiap manusia sebisa mungkin bisa memberikan perhatian yang lebih pula. Begitu istimewanya bulan suci ini, tidur pun dinilai ibadah oleh Allah swt. Janji Allah swt itu pasti, dalam memberikan kebaikan dan pahala kepada setiap hamba-Nya. Kerajaan pemilik langit dan bumi beserta isinya. Salah satu cara membumikan kitab suci ini, dengan mengonsistenkan diri setiap hari membaca, ditambah i’tikaf di masjid.

Tentu, bila ingin mendapatkan yang terbaik, dalam membaca, memahami, dan menghafalnya, didasari dengan tujuan untuk mendapat ridha dari Allah swt. Tidak didasari dengan imbalan atau balasan yang tidak diilhami dengan tulus hati. Tidak pula kitab suci tersebut dijadikan sebagai penghasilan di dunia ini. Tidak seyogiyanya, bila digunakan untuk mata pencaharian, pangkat, derajat, martabat, dan lain sebagainya. Mengurangi pekerjaan yang beresiko menghambat dalam membacanya. Terus mengingat keutamaan pembaca dan penghafal al-Quran, kedudukan, pahala dan kebaikan-kebaikan yang didapat. Selama dijalankan dengan niat karena Allah swt, semuanya akan terasa mudah dan semangat menjadi besar.

Berpuasa adalah wajib hukumnya di bulan Ramadhan, bagi yang telah baligh. Apabila seseorang dari kita ada yang tidak berpuasa di bulan tersebut, maka harus diganti di bulan atau hari yang lain.

“Hai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 183).

(Yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. al-Baqarah: 184).

Menyembah Allah swt tidaklah terbatas pada menaati sejumlah bentuk pemujaan seperti melaksanakan shalat wajib atau berpuasa. Lebih dari itu, menjadi hamba Allah swt mencakup seluruh aspek kehidupan seorang hamba. Jadi, seorang mukmin yang sempurna imannya adalah seseorang yang mengabdikan seluruh hidupnya melayani-Nya.

Ia hidup, bekerja dan mengabdikan seluruh daya upayanya demi tujuan kepada-Nya. Ia benar-benar menyadari bahwa bukan sesuatu melainkan tempat cobaan baik berupa kesusahan maupun kebahagiaan. Demikian banyaknya keutamaan dan peluang untuk berubah di hadapan-Nya di bulan Ramadhan ini hingga sering dikiaskan dengan perumpamaan tamu agung yang istimewa.

Perumpamaan dan keistimewaan itu tidak saja menunjukkan kesakralannya dibandingkan dengan bulan lain. Namun, mengandung suatu pengertian yang lebih nyata pada aspek penting adanya peluang bagi pendidikan manusia secara lahir dan batin untuk meningkatkan kualitas ruhani maupun jasmaninya sepanjang hidupnya. Bulan suci ini menjadi pintu bagi siapa saja yang ingin mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya.

Karenanya, diharamkan atasnya api neraka menyentuh orang-orang yang berpuasa pada bulan penuh berkah ini. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah swt. Semua itu mungkin, teruntuk hamba-hamba-Nya. Puasa merupakan tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan, minuman, atau keduanya, berbuat buruk dan dari segala hal yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu. Puasa juga dibatasi tidak 24 jam, melainkan satu hari mulai dari menjelang terbitnya matahari, hingga terbenamnya matahari.

Berpuasa di bulan Ramadhan saja memiliki banyak keunggulan tersendiri, terlebih dengan menambahkannya dengan hal yang sunnah dan rutin membaca al-Quran pada pagi, siang atau malam harinya.

Rasulullah saw bersabda: Apabila tiba bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu. (Shahih Muslim No.1793).

Bacaan al-Qur’an, pemahaman dan hafalannya dijadikan ukuran keutamaan oleh Rasulullah. Bahkan, beliau mengukur keutamaan para syuhada dengan hafalan al-Quran. Yang menghafal lebih banyak didahulukan penguburannya daripada yang lebih sedikit hafalannya. Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah mengumpulkan dua orang lelaki yang terbunuh di Perang Uhud dalam satu pakaian. Lalu beliau bertanya,

“Mana diantara keduanya yang lebih banyak menghafal al-Quran?” Ketika beliau ditunjukkan pada seseorang, maka beliau mendahulukan dalam liang lahat dan bersabda, “Aku menjadi saksi atas mereka pada Hari Kiamat.” (Shahiihul Bukhaari Matn Fathul Baari 8/378).

Sesungguhnya penghafal al-Quran yang merupakan kalam Allah, harus memiliki sifat-sifat terpuji dan tingkah laku mulia. Ia harus mengamalkan apa yang dikandung kitab Allah. Selain itu, juga harus menyucikan jiwanya, konsisten dalam menjalankan amal taat pada Allah, dan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah swt.

Umar ibnul-Khaththab berkata, “Wahai sekalian qurra’ (para pembaca dan penghafal al-Quran), angkatlah kepala kalian. Jalan telah terbentang untuk kalian. Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Kalian jangan menjadi beban manusia!” (At-Tibyaan Fii Adabi Hamalatil Qur’an, 28-29, dan Ihyaa’ Ulummuddin 1/274-279).

Tidak diragukan lagi, begitu besar faedah dalam membaca, memahami, menghafal dan mentaddaburinya.

Dalam beribadah memang harus ada pemaksaan, bila seseorang tersebut pemalas. Bukan berarti Islam agama yang memaksa. Dari sifat dipaksa tersebut, akan timbul kebiasaan positif dan begitu akhirnya terus menjalankannya menjadi hal yang biasa.

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Qs. Faathir: 29-30).

Hasan bin Ali berkata, “Sesungguhnya orang sebelum kalian melihat al-Quran sebagai surah dari Tuhan mereka. Mereka mentaddaburinya di waktu malam, dan mempelajarinya dengan seksama di waktu siang.”

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang membaca kitab Allah yang mulia dan kalam-Nya yang menjadi mukjizat adalah sedang bermunajat kepada Tuhannya. Sebaiknya, ketika membaca kitab Allah, harus diperhatikan adab-adabnya agar tidak merusak keutamaan dan faedahnya. Diantaranya adalah, pertama hendaknya semua demi meraih keridhaan Allah swt karena sesuatu hal tergantung dari niatnya.

Kedua, ketika ingin membaca Al-Quran, harus dalam keadaan suci (berwudhu). Jika membaca dalam keadaan hadats boleh dengan ‘ijma kaum muslimin. Sebelum membacanya, hendaknya beristi’adzah kepada Allah dari setan yang dirajam ketika akan membaca al-Quran. Ketiga, tempat untuk membaca juga haruslah suci. Tempat yang paling suci dan bersih adalah masjid. Karenanya, sementara kalangan ulama mensunnahkan membaca al-Quran di dalam masjid. Selain suci dan bersih, juga mendatangkan banyak keutamaan.

Mengejar dunia itu memang penting, tapi yang lebih penting lagi, mengejar untuk kehidupan yang sesungguhnya, yaitu akhirat. Akhirat yang satu, terdiri dari dua tempat, surga dan neraka, semua kekal di dalamnya. Beruntung atau rugikah hamba-hamba-Nya tergantung dari amal perbuatan dan imannya ketika di dunia fana. Tidak ada yang tidak mungkin dihadapan Allah swt. Semuanya adalah mungkin

Redaktur: Pirman

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir bulan Januari 1990 di Jakarta. Ketertarikan dengan dunia tulis-menulis berawal dari kebiasaan menulis berita, membaca buku dan kuliah di jurusan jurnalistik. Menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 72 Jakarta. Kemudian, memasuki dunia perkuliahan S1 di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehari-harinya aktif di Komunitas sosial di Jakarta, organisasi kampus, dan menulis. Menyukai dunia cerpen dimulai dari organisasi Forum Lingkar Pena Ciputat, yang setiap akhir pekan diadakan pelatihan menulis dengan mentor berpengalaman. Sudah menulis dan menghasilkan karya melalui perlombaan cerpen yang diadakan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK Award) UIN Syahid Jakarta dengan judul �Hukum Telah Mati�, dan perlombaan Essay yang diadakan dari organisasi Islam di Universitas Negeri Jakarta dengan judul �Konsistensi Pribadi Qur�ani Di Bulan Ramadhan�. Agama Islam, hobi membaca, memasak, tenis meja dan menonton film. Alamat di Kelurahan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization