Ketika Cinta Berbicara

 

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Berbicara tentang cinta, setiap manusia memiliki definisi cintanya masing-masing. Setiap definisi yang diungkapkan, bisa jadi memiliki arti sama, namun ada juga yang berbeda. Karena cinta itu istimewa pada masing-masing individu.

Berbicara tentang cinta, maka muncullah nama Bilal bin Rabbah yang memiliki kulit hitam legam. Suatu hari, tanpa dikenakan sehelai baju dan celana panjang, tubuhnya dibaringkan di atas padang pasir yang sangat panas dan tubuhnya ditindih batu besar lalu siksaaan bertubi-tubi hinggap di tubuhnya. Namun kebiadaban itu semua tidak menghentikannya untuk terus melafalkan slogan indahnya, “Ahad, ahad, ahad…” Siksaanpun terus didapatknnya sambil dipaksa untuk mengingkari keislamannya. Hingga datanglah Abu Bakar untuk membelinya dan bebaslah ia.

Berbicara tentang cinta, ingatlah pada Abu Bakar yang kesakitan menahan rasa sakit akibat digigit ular ketika bersembunyi di dalam gua saat dikejar kaum kafir Quraisy. Sementara ia memangku Rasulullah yang sedang terlelap tidur dan tak ingin sedikitpun untuk membangunkan manusia mulia itu.

Berbicara tentang cinta, maka ingatlah pada Umar bin Khaththab yang pada masa jahiliyahnya sangat membenci kaum muslimin dan masuk pada garda terdepan ketika melawan kaum muslimin. Bakhan, dia berniat membunuh Rasulullah Saw. Namun ketika masuk Islam,  ia adalah orang yang paling keras menentang kafir Quraisy.

Datanglah Umar di rumah Fatimah, adiknya. Umar mendapati Fatimah dan suaminya, Sa’id bin Zaid, telah masuk Islam. Seketika itu, Umar marah. Ia hantamkan pukulan kepada Sa’id dan terluka pula-lah Fatimah. Menyadari darah di muka adiknya, lalu ia menyesal. Kemudian dimintalah kitab yang dibaca oleh Fatimah dan Sa’id. Setelah sebagian dibacanya, berkatalah umar ,”Sungguh indah dan mulia sekali kata-kata ini!” Kemudian Umar meminta untuk diantarkan pada Rasulullah. Maka masuk Islamlah ia dengan disambut takbir oleh Rasulullah.

Berbicara tentang cinta, adalah pedang Allah yang terhunus, Khalid Bin Walid. Ia yang ditunjuk oleh Rasulullah menjadi komandan pasukan di sayap kanan pada saat hendak membebaskan kota Mekah. Padahal selama ini, seluruh penjuru Mekah mengenalnya sebagai panglima pasukan kafir.

Berlanjut pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalid bin Walid menjadi panglima perang kaum muslimin di berbagai macam pertempuran dan meraih kemenangan demi kemenangan. Hingga ketika khalifah telah mengangkatnya menjadi pemimpin besar untuk seluruh pasukan, ia malah mengundurkan diri karena tidak ingin menjadi pemicu timbulnya rasa iri di hati rekan-rekannya para panglima terdahulu dan menjadikan jabatan panglima dipegang secara bergiliran. Karena baginya, kunci kemenangan hanya satu, yaitu tsabat (keteguhan hati).

Dan berbicara tentang cinta, Para Sahabat di atas mungkin tidak mendefinisikan apa itu cinta. Namun, luar biasa apa yang telah mereka lakukan di sepanjang hidupnya setelah masuk Islam. Semua itu adalah wujud dari cinta yang dipahaminya. Ya, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah cinta hakiki sehingga selalu tumbuh keinginan untuk melindungi Islam dan memperjuangkannya hingga Allah mengirimkan malaikat maut menjemputnya.

Maka, adapula yang membuktikan cinta dengan mencintai makhluk-Nya. Tak sengaja telah tumbuh rasa suka di dalam hatinya pada seorang wanita yang pernah ia temui. Namun ia belum memiliki kesiapan untuk meminta wanita itu pada kedua orang tuanya. Lalu ia memilih mencintainya dalam diam, tidak mengusik kehidupannya. Pun tak memiliki keinginan untuk mengungkapkannya. Karena ia sadar, ia belum mampu. Karena ia sadar, ketika belum mampu, maka wajib baginya berpuasa. Begitulah cinta ketika ia berbicara bagi seorang lelaki kepada wanita yang dicintainya, sementara ia belum mampu untuk memilikinya.

Berbeda dengan ia, lelaki yang telah siap lahir batin untuk menikah, ketika sadar tertarik pada seseorang yang telah ditemuinya, maka beristiharahlah ia. Apabila mantap, kemudian memintalah ia kepada walinya untuk menemui wali wanita tersebut sehingga jatuhlah pinangan darinya hingga terucaplah ijab qabul di pelaminan. Begitulah cinta, ia bertanggung jawab atas apa yang dirasanya.

Dan begitu, saat berbicara tentang cinta bersama saudara-saudaraku di perantauan ini, salah satu mereka berkata, “Cintailah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Maka sesungguhnya kamu telah mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Begitulah caranya menyatakan cinta.

Maka apabila kembali berbicara tentang cinta, aku tak bisa seindah para sahabat yang telah dijamin masuk surga. Ataupun para pejuang yang telah syahid mendahului. Mereka berbicara tentang cinta melalui tindakan dan pengorbanan yang telah dilakukannya. Bukan lagi cinta yang mereka bicarakan, melainkan cinta yang berbicara pada kita melalui episode kehidupan yang telah dilaluinya.

Satu hal yang ingin kuungkapkan ketika berbicara cinta, ialah harapan. Aku yakin, setiap manusia, baik maupun jahat, pasti memiliki rasa cinta dengan definisinya masing-masing. Namun cinta yang hakiki adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang tercermin dalam akhlak.

Yakni, bagaimana kita menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim dan menjalankan sunnah yang diajarkan Rasulullah. Dan saat itulah, aku berharap cinta berbicara pada mereka (manusia) yang belum tersentuh atau belum menyadari akan cinta yang hakiki. Karena dakwah adalah cinta. Dan cerminan cinta adalah akhlak yang menjadi teladan kebaikan.

Tulisan ini saya peruntukkan khusus untuk saudara-saudara saya, Aktivis Dakwah yang menjalani takdirnya untuk berjuang di kampus Universitas Negeri Malang. Dan umumnya untuk setiap yang membaca tulisan ini. Semoga kita diistiqomahkan di jalan cinta menuju ridha Ilahi ini, aamiin.

hanya seorang manusia biasa yang berusaha untuk berhijrah.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...