Topic
Home / Konsultasi / Konsultasi Agama / Hukum Bertawasul dengan Nabi Muhammad

Hukum Bertawasul dengan Nabi Muhammad

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

Pertanyaan:

dakwatuna.com – Aslm. Ustadz Farid langsung aja. Saya mendapatkan sebuah bacaan seperti di bawah ini mengenai tawassul. Bagaimana pendapat Ustadz? Apakah dalil tersebut kuat? Jazakallah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah- Jilid 1- Halaman 91 sebagai berikut:

وقال الحافظ أبو بكر البيهقي: أخبرنا أبو
نصر بن قتادة وأبو بكر الفارسي قالا: حدثنا
أبو عمر بن مطر حدثنا إبراهيم بن علي الذهلي
حدثنا يحيى بن يحيى حدثنا أبو معاوية عن
الأعمش عن أبي صالح عن مالك قال: أصاب الناس
قحط في زمن عمر بن الخطاب فجاء رجل إلى قبر
النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول
الله استسق الله لأمتك فإنهم قد هلكوا ،
فأتاه رسول الله صلى الله عليه وسلم في
المنام فقال: ائت عمر فأقرئه مني السلام
وأخبرهم أنهم مسقون ، وقل له: عليك بالكيس
الكيس. فأتى الرجل فأخبر عمر ، فقال: يارب !
ما آلو إلا ما عجزت عنه . وهذا إسناد صحيح .

“Telah berkata al-Hafidz Abu Bakar al-Baihaqqi: Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nasr ibnu Qatadah dan Abu Bakar al-Farisi, berkata kedua nya: Telah menceritakan kepada kami Abu Umar ibn Mathar, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibn ‘ali al-Zuhli, telah menceritakan kepada kami Yahya Ibn Yahya, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah dari pada al-A’mash, dari pada Abu Sholeh dari pada Malik, beliau berkata, ‘Pada zaman kekhalifahan Umar ibnu Khaththab, manusia ditimpa kemarau yang panjang, maka seorang lelaki pergi ke kubur Rasulullah lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah! Mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada umatmu kerana mereka semua telah menderita’. Maka Rasulullah datang dalam tidurnya dan bersabda, ‘Pergilah bertemu Umar dan sampaikan salamku kepadanya, Kabarkanlah kepadanya bahwa mereka semua akan diturunkan hujan. Katakanlah kepadanya, hendaklah kamu bersungguh-sungguh dan bijaksana (dalam mengurusi umat)’”. Maka lelaki tersebut menemui Umar dan menceritakan kepadanya tentang hal tersebut. Lalu Umar berkata, ‘Wahai Tuhanku! Aku tidak melengah-lengahkan urusan umat kecuali apa yang tidak terdaya aku lakukannya.’” Sanad riwayat ini Shohih. [kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah-Jilid 1- Halaman 91].

Jawaban:

Wa’alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Man waalah, wa ba’d.

Riwayat tersebut ada di beberapa kitab, di antaranya:

  1.  Tarikh Al Islam, Juz 3, Hal. 273, karya Imam Adz Dzahabi. Tahqiq oleh: Syaikh Umar Abdussalam At Tadamuri. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut. Cet. 2, 1413H.

Sanadnya: Dari A’masy, dari Abu Shaalih, dari Maalik Ad Daar

  1.  Siyar A’lamin Nubala, Juz. 2, Hal. 412, karya Imam Adz Dzahabi. Darul Hadits, Cairo. 1427H

Sanadnya sama.

  1.  Al Bidayah wan Nihayah, Juz. 10, Hal.  73-74, karya Imam Ibnu Katsir. Tahqiq: Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki. Dar Hijr. Cet. 1, 1418H.

Sanadnya:  Abu Nasr bin Qatadah dan Abu Bakar Al Farisi, keduanya dari Abu Umar ibn Mathar, dari Ibrahim ibn ‘Ali Az Zuhli, dari Yahya bin Yahya, dari Mu’awiyah dari pada Al A’mash, dari pada Abu Shaalih dari Malik Ad Daar.

Semua sanad ini bermuara pada Al A’masy, Abu Shalih dan Maalik Ad Daar, siapakah mereka?

1. Al A’masy

Beliau adalah  Sulaiman bin Mihran, Abu Muhammad Al Asadi,  dia seorang Imam, Syaikhul Islam, Al Haafizh, imamnya ahli Al Quran dan hadits.

Yahya Al Qaththan mengatakan: “Dia adalah ‘allamatul Islam (yang luas ilmunya tentang Islam).” Abu Bakar bin’Ayyasy mengatakan: “Kami menamakan dia sayyidul muhadditsin (pemimpinnya para ahli hadits).” Yahya bin Ma’in mengatakan: “terpercaya.” An Nasa’i mengatakan: “terpercaya dan tsaabit/kokoh.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/344-358)

Tetapi para imam mengkritiknya sebagai mudallis (seorang yang suka menggelapkan sanad atau matan). Seorang yang mudallis ketika meriwayatkan hadits secara ‘an ‘anah  (hadits yang sanadnya menggunakan ‘an/dari ) maka riwayat tersebut sanadnya terputus. Riwayat ini pun menggunakan ‘an (dari).  Namun, khusus  riwayat ini, Al A’masy meriwayatkan secara ‘an ‘anah dari salah satu gurunya, yakni Abu Shalih, dan para ulama menghukumi tetap sebagai riwayat yang  bersambung sanadnya, bukan terputus.

Berikut ini keterangan Imam Adz Dzahabi:

قلت: وهو يدلس، وربما دلس عن ضعيف، ولا يدرى به، فمتى قال حدثنا فلا كلام، ومتى قال ” عن ” تطرق إلى احتمال التدليس إلا في شيوخ له أكثر عنهم: كإبراهيم، وابن أبي وائل، وأبي صالح السمان، فإن روايته عن هذا الصنف محمولة على الاتصال.

Aku (Adz DZahabi) berkata: Dia melakukan tadlis, bisa jadi dia mentadlis dari seorang yang dhaif yang tidak diketahuinya. Maka, ketika dia mengatakan “haddatsana (telah berkata kepada kami)” maka tidak ada perbincangan atas hal itu, dan ketika dia berkata ‘an (dari), maka kemungkinannya dia melakukan tadlis, kecuali dari gurunya dan ini lebih banyak, seperti Ibrahim, Ibnu Abi Waail, dan Abu Shalih As Sammaan.Riwayat Beliau dari mereka ini maknanya adalah bersambung sanadnya. (Mizanul I’tidal, 2/224)

2. Abu Shalih

Dia adalah Dzakwan,  Abu Shalih As Sammaan Az Zayyat Al Madini. Pernah menjadi pelayannya Ali, Ummu Salamah, Sa’ad, Abu Darda, dan ‘Aisyah. Beliau lahir pada masa khalifah Umar bin Khathab Radhiallahu ‘Anhu.

Imam Ahmad mengatakan: tsiqatun tsiqah – terpercaya lagi terpercaya. (Lisanul Mizan, 7/469)
Imam Adz DZahabi mengetakan: terpercaya. (Mizanul I’tidal, 4/539)
Imam Ibnu Hajar mengatakan: terpercaya dan kokoh. (Taqribut Tahdzib, No. 1841)

3. Maalik Ad Daar

Beliau adalah Malik bin ‘Iyadh, bendaharanya Umar bin Al Khathab. Beliau mengambil hadits dari Abu Bakar, Umar, Muadz, dan Abu Ubaidah. Adapun yang meriwayatkan hadits darinya adalah  anaknya sendiri yaitu Aun dan Abdullah, Abu Shalih As Sammaan, dan Abdurrahman bin Sa’id bin Yarbu’.  Beliau dipercaya menjadi pelayan pada masa khalifah Umar dan Utsman Radhiallahu ‘Anhuma.  (Lihat semua dalam Al Ishabah, 6/274, Ats Tsiqaat, 5/384, Al Jarh wat Ta’dil, 8/213, Tarikh Al Islam, 5/224. Hayatush Shahabah, 2/500, Tarikh Dimasyqi, 56/489)

Keterangan ini menunjukan bahwa sanad hadits ini maushul (bersambung), baik dari Al A’masy ke Abu Shalih  (sebagaimana keterangan Imam Adz Dzahabi), dan dari Abu Shalih ke Maalik Ad Daar (sebagaimana keterangan di atas bahwa Abu Shalih meriwayatkan hadits dari Maalik Ad Daar).

Jelas sekali menurut keterangan para ulama, bahwa Abu Shalih dan Maalik Ad Daar pernah hidup sezaman, sebab Abu Shalih Lahir di masa Umar. Sedangkan Malik Ad Daar menjadi pelayan pada masa Umar dan Utsman.

Bagi Imam Muslim, isythiratul mu’asharah (syarat kesezamanan) sudah cukup menunjukkan bahwa hadits yang ‘an ‘anah   adalah bersambung. Oleh karena itu, wajar  jika  Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan:  haadza isnaad shahih – isnad ini shahih. (Al-Bidayah wan Nihayah, 10/73)

Kemudian, hadits ini, karena keshahihannya, dijadikan dalil oleh sebagian ulama sebagai bukti bolehnya berdoa dengan bertawasul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sudah wafat. Masalah ini adalah perkara yang diperselisihkan sejak lama. Maka hendaknya toleran menyikapinya.

Demikian. Was shallallahu ‘ala nabiyyina Muhamamdin wa ‘ala alihi ajma’in.

Wallahu A’lam.

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lahir di Jakarta, Juni 1978. Alumni S1 Sastra Arab UI Depok (1996 - 2000). Pengajar di Bimbingan Konsultasi Belajar Nurul Fikri sejak tahun 1999, dan seorang muballigh. Juga pengisi majelis ta'lim di beberapa masjid, dan perkantoran. Pernah juga tugas dakwah di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, selama dua tahun. Tinggal di Depok, Jawa Barat.

Lihat Juga

Doa dan Munajat untuk Keselamatan Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Figure
Organization