Hentikan Perdebatan Ini, Kawan!

Ilustrasi Kotak Suara (Sumber: lipsus.kompas.com)

dakwatuna.com Mendekati hari penentuan yang tinggal menghitung jam ini, perdebatan yang tidak produktif semakin membahana. Perdebatan antara saudara-saudara kita yang katanya mendukung demokrasi dan saudara-saudara kita yang katanya juga menolak demokrasi, termasuk saya juga sering kali terlibat dalam perdebatan ini terutama di media sosial.

Kelompok pertama berargumentasi memanfaatkan demokrasi –khususnya pemilu- untuk memengkan dakwah Islam dengan cara merebut kekuasaan.Kemudian kelompok kedua beranggapan bahwa seluruh produk demokrasi -tak terkecuali pemilu- tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan Islam karena itu merupakan sistem hasil kaum di luar Islam.Jadi, ‘tak ada’ satupun kebijakan demokrasi itu sebab ia bukanlah sistem yang ada dalam Islam.Dan, bahwa ketika kita ikut serta dalam pesta demokrasi (pemilu) berarti kita mengikuti sistem kufur.

Kelompok pertama ini, biasanya diwakili oleh saudara-saudara kita dari PKS dan saudara kita yang punya pandangan sama dengan PKS.Sedangkan kelompok kedua biasanya diwakili saudara-saudara kita dari HTI (Hizbut Tahrir Indonesia, red) dan juga saudara kita yang punya pandangan sama dengannya.

Perdebatan ini –sesungguhnya- sudahterjadi semenjak zaman dulu hingga lahirlah banyak karya para ulama yang tertuang dalam buku-buku, tulisan-tulisan dan makalah-makalah dalam berbagai forum. Ada perbedaan pandangan dalam menyikapi demokrasi -khususnya pemilu- di kalangan ulama. Banyak ulama yang membolehkan ikut serta dalam pelimu dengan catatan bahwa itu dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan umat.Referensi tentang ini, salah satunya ada dalam tulisan tentang Fatwa-fatwa Para Ulama Tentang Kebolehan Pemilu.

Tentu, tidak sedikit juga yang mengharamkan secara mutlak keikutsertaan umat Islam dalam demokrasi/pemiluini. Mengapa ada perbedaan? Menurut saya, karena di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ada satupun dalil yang menyatakan bahwa demokrasi atau ikut pemilu itu tidak boleh atau haram.

Dalil-dalil yang ada hanya bersifat umum, tidak satupun yang secara tekstual menyatakan atau menuliskan demokrasi itu sendiri.Maka, sebagaimana kita ketahui landasan umat Islam tentu yang pertama adalah Al-Qur’an, kemudian ketika tidak ada penjelasan yang detil akan hal itu kita merujuk ke As-Sunnah dan yang terakhir adalah ijma’ para ulama.Begitulah yang dicontohkan para sahabat Rasulallah SAW dan para salafussholih. Jadi, semestinya hal ini tidak menjadi perdebatan yang ‘melelahkan’ bagi kita semua. Sebab ini bicara ranah ijma’ yang ada perdebatan di situ dan kita boleh mengikuti mana saja menurut kita lebih layak dijadikan rujukan berdasarkan dalil-dalil yang lebih kuat.

Akan lebih produktif ketika perdebatan yang selama ini terjadi itu kita hentikan saja. Sebab perdebatan ini tidak akan berujung pada konklusi mencari kebenaran karena yang ada adalah keegoisan pribadi dan kelompoknya. Perdebatan ini hanya akan membuat tali ukhuwah islamiyah yang menjadi senjata andalan para pendahulu kita dalam memenangkan setiap pertempuran melawan musuh-musuh Islam menjadi melemah ikatannya.Bukankah ukhuwah islamiyah adalah kewajiban kita sebagai kaum muslimin?

Perdebatan ini juga sedikit banyak menggores hati-hati setiap individu atau kelompok yang terlibat di dalamnya.Sehingga, alangkah lebih baik serta lebih produktif untuk kita -kaum muslimin yang ‘katanya’ memperjuangkan islam ini- saling mendukung, menguatkan dan mendoakan satu sama lain. Ketika yang dilakukan saudara kita itu dalam kerangka kebaikan -baik untuk dirinya dan atau umat ini-, kenapa kita tidak mendukungnya? Tidakkah bisa kita memilih di Pemilu nanti? Atau minimal mendoakannya.Kalaupun masih enggan mendoakan, minimal sekali janganlah kita membuat ‘kegaduhan’ dengan ajakan golput kita.

Akhirnya, secara pribadi saya mengajak kita semua terutama saudaraku yang sedang berjihad siyasi (Jihad di bidang politik) di pemilu yang sebentar lagi ini, marilah kita hentikan perdebatan yang sama sekali tidak produktif. Biarkanlah saudara kita itu (yang mengkapanyekan golput) untuk larut di dalamnya. Kita doakan saja agar mereka -suatu saat- bisa menjadi pendukung kita. Serta, kita doakan kebaikan untuk mereka. Sebab banyak pekerjaan lain yang mesti kita selesaikan, ada orang lain yang mungkin bisa menyambut ajakan kita dengan lebih hangat. Saya meyakini bahwa jihad ini adalah milik Allah dan Allah yang akan memenangkannya walaupun tanpa dukungan serta suara mereka.

Sekarang saya sudah memulainya dari hari ini. Saya akan senantiasa menghindari perdebatan masalah ini sebisa mungkin. Kalaupun mau menjawab pertanyaan, jawablah seadanya saja. Allah Sang Pemilik Hidayah.

Mahasiswa tingkat akhir di Universitas Sriwijaya. Pernah menjadi Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa Unsri 2011-2012 dan sedang proses menyelesaiankan studi.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...